Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

2 Hambatan Penyidikan Perdagangan Orang dan Ginjal Bekasi-Kamboja

Polri mengalami hambatan dalam mengungkap sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang jual ginjal ke Kamboja.

22 Juli 2023 | 12.24 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Refleksi monitor saat rilis pengungkapan perkara Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) jaringan internasional Indonesia-Kamboja berupa penjualan organ tubuh di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis 20 Juli 2023. Dari hasil pengembangan, polisi berhasil mengamankan 12 orang tersangka lintas profesi dengan barang bukti sebanyak 18 kartu ATM beserta buku tabungan, 16 paspor, uang tunai senilai Rp 950 juta, dan 15 buah handphone, dengan jumlah korban diperkirakan mencapai 122 orang. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Polri mengalami hambatan dalam mengungkap sindikat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang jual ginjal ke Kamboja. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi menuturkan, hambatan itu mulai dari keterlibatan anggota Polri Aipda M yang membantu aksi pelaku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Boleh dikatakan ini adalah obstruction of justice (perintangan penyidikan)," kata Hengki di Polda Metro Jaya, Jumat, 21 Juli 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dituturkannya kalau awalnya Aipda M tidak kenal dengan para anggota sindikat jual ginjal jaringan internasional itu. Perkenalan terjadi saat pelaku panik sindikasinya akan terbongkar. Saat itu Aipda M yang bertugas di Polres Metro Bekasi Kota--lokasi yang sama dengan rumah penampungan calon korban TPPO yang sudah digerebek lebih dulu--mengarahkan pelaku agar membuang ponsel, menghapus data-data, dan berpindah-pindah tempat.

Menurut Hengki, Aipda M menipu dengan menjanjikan agar kasus tidak diproses. Komunikasi yang terjadi adalah Aipda M mengatakan 'Kalau kami bisa membantu, kirim transfer uang' lalu dikirimlah Rp 612 juta. "Nipu pelaku ini," ujar Hengki Haryadi.

Penampakan rumah kontrakan yang diduga jadi tempat penampungan pendonor ginjal ilegal di perumahan Villa Mutiara Gading, Jalan Piano IX, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Kamis, 22 Juni 2023. Tempo/Adi Warsono

Karena perbuatannya, Aipda M dijerat Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang juncto Pasal 221 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Aipda M dianggap menyebabkan proses penyidikan terhambat karena korban dan pelaku TPPO menjadi sulit dilacak. Data-data mereka hilang dan ponsel pelaku tidak terdeteksi.

"Jadi itu kesulitan saat sebelum berangkat ke Kamboja itu. Bahkan setelah berangkat, kita untuk koordinasi dengan tim yang ada di Kamboja kesulitan," tutur Hengki.

Hambatan Penyidikan dari Kamboja

Hambatan lain yang timbul adalah masalah birokrasi dengan Pemerintah Kamboja. Kata Hengki, ada ketidaksepahaman soal perkara TPPO ini. Akibatnya, butuh waktu beberapa hari pendekatan Pemerintah Indonesia ke Pemerintah Kamboja. Begitu juga dengan Polri ke kepolisian negara tersebut.

Saat pendekatan itu pula, Hengki mengungkapkan, informasi akan ada penangkapan pun bocor. Warga Indonesia korban perdagangan orang dan jual ginjal dilarikan dari rumah sakit. "Padahal baru operasi. Mereka diinapkan di hotel depan Bandara Phnom Penh itu," katanya.

Pengungkapan kasus ini pengembangan dari penggerebekan rumah di Villa Mutiara Gading, Jalan Piano IX, Kelurahan Setia Asih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, pada 19 Juni 2023. Ternyata rumah itu sebagai markas dari sindikat Bekasi.

Kemudian ada lagi sindikat yang berasal dari Cilebut, Kabupaten Bogor. Sehingga total pelaku dari dua jaringan ini 10 orang. Mereka ditambah dua lagi dari Aipda M dan seorang petugas imigrasi inisial A asal Bali. A menerima uang Rp 3,2-3,5 juta per orang yang diurus keberangkatannya ke Kamboja.

Jumlah korban TPPO ini sementara yang terdata sebanyak 122 orang. Ginjal mereka telah ditransplantasi di rumah sakit militer Preah Ket Mealea Hospital, Kamboja. Korban diberikan uang Rp 135 juta, sedangkan pelaku Rp 65 juta. Transfer uang ditujukan ke rekening pribadi korban, dilakukan beberapa hari setelah transplantasi ginjal.

Penerima donor ginjal ini berasal dari berbagai negara. "Dari India, Cina, Malaysia, Singapura, dan sebagainya," kata Hengki Haryadi.

M. Faiz Zaki

M. Faiz Zaki

Menjadi wartawan di Tempo sejak 2022. Lulus dari Program Studi Antropologi Universitas Airlangga Surabaya. Biasa meliput isu hukum dan kriminal.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus