Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap tangan hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kayat dalam operasi senyap yang dilakukan di Balikpapan, Jumat, 3 Mei 2019. Dalam operasi itu KPK menyangka hakim PN Balikpapan itu menerima suap untuk memvonis bebas seorang terdakwa.
Baca: OTT Hakim PN Balikpapan, Uang Suap Diduga Diberikan di Parkiran
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“KPK sangat kecewa dengan aparatur penegak hukum yang masih melakukan praktek korupsi,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif di kantornya, Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2019. Berikut sejumlah fakta seputar penangkapan ini:
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
-Bermula dari Kasus Pemalsuan Surat
KPK menyatakan kasus korupsi ini bermula ketika Sudarman dan dua orang lainnya ditetapkan menjadi terdakwa perkara pemalsuan surat pada 2018. Dalam suatu kesempatan, Kayat diduga menawarkan bantuan melalui pengacara Sudarman, Jhonson Siburian untuk memvonis bebas kliennya dengan imbalan Rp 500 juta. Sudarman setuju.
Tersangka kasus dugaan suap, Sudarman keluar dari gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan setelah diperiksa usai terjaring OTT, di Jakarta, Sabtu malam, 4 Mei 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Sudarman akhirnya diputus bebas dalam sidang Desember 2018, meski dituntut 5 tahun penjara. Saat penyerahan uang pada awal Mei 2019, KPK menangkap Kayat, Sudarman dan Jhonson. KPK menyita barang bukti uang sebanyak Rp 200 juta saat operasi tangkap tangan (OTT).
-Tiga Orang Ditetapkan sebagai Tersangka
Seusai operasi tangkap tangan, KPK menetapkan Kayat menjadi tersangka penerima suap. Sementara, Sudarman dan Jhonson disangka sebagai pemberi suap. KPK menjerat Kayat dengan pasal 12 huruf a atau huruf b atau huruf c dan pasal 11 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Sementara, Sudarman dan Jhonso dijerat dengan pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU Tipikor dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif (kanan) bersiap menunjukkan barang bukti kasus dugaan suap kepada Hakim perkara pidana di Pengadilan Negeri Balikpapan Tahun 2018 di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2019. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
-Ada Kode Oleh-oleh untuk Pak Hakim
KPK menyatakan pemberian uang untuk Kayat sempat tertunda lantaran Sudarman tak punya duit. Untuk mengumpulkan uang suap itu, Sudarman mesti menjual tanahnya di Balikpapan. Dalam sebuah pertemuan di PN Balikpapan pada 2 Mei 2019, Kayat mengatakan kepada Jhonson bahwa dirinya akan dimutasi ke PN Sukaharjo. Dia menagih janji uang yang akan diberikan dengan mengatakan: “Oleh-olehnya mana?”.
Realisasi pemberian uang akhirnya dilakukan setelah Sudarman memperoleh uang muka atas penjualan tanahnya di Balikpapan pada 3 Mei 2019. Saat penyerahan ‘oleh-oleh’ itulah, KPK mencokok para tersangka.
Tersangka kasus dugaan suap, Jhonson Siburia keluar dari gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan setelah diperiksa usai terjaring OTT, di Jakarta, Sabtu malam, 4 Mei 2019. Jhonson Siburia merupakan pengacara wiraswastawan Sudirman. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
-Kayat menjadi Hakim ke-20 yang Terjerat Korupsi selama Mahkamah Agung Dipimpin Hatta Ali
Indonesia Corruption Watch mencatat Kayat adalah hakim ke-20 yang terlibat kasus korupsi selama kepemimpinan Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali. Padahal, MA telah memiliki aturan yang jelas soal pengawasan para hakim. ICW menganggap Hatta Ali gagal menerapkan regulasi tersebut. “Dia telah gagal menciptakan lingkungan pengadilan yang bersih,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana.
Baca juga: KPK Tetapkan Hakim PN Balikpapan Sebagai Tersangka
-Bantahan Penyuap
Sudarman membantah memberikan uang kepada Kayat saat digelendang ke mobil tahanan di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2019. Dia mengaku memberikan uang kepada pengacaranya, namun bukan untuk menyuap hakim. Sementara, Kayat dan Jhonson bungkam saat dibawa ke mobil tahanan.