Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan, Kayat, bungkam saat keluar dari Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Sabtu, 4 Mei 2019. Dengan rompi oranye dan tangan diborgol, Kayat hanya menunduk ketika wartawan memberondong dia dengan pertanyaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hari itu, KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap Kayat atas dugaan menerima suap Rp 500 juta dari Sudarman bin Tole. Nama terakhir adalah pengembang asal Balikpapan yang pernah menjadi terdakwa kasus pemalsuan surat tanah di PN Balikpapan.
KPK menyangka Kayat menerima uang untuk memvonis bebas Sudarman dalam perkara itu. “KPK meningkatkan status penanganan perkara ke tingkat penyidikan dengan tiga tersangka, termasuk KYT,” kata Wakil Ketua KPK, Laode M. Syarif di kantornya, Jakarta, Sabtu, 4 Mei 2019.
Baca kelanjutannya: Bagaimana awal mula kasus Hakim Pengadilan Negeri Balikpapapn Kayat?
Kasus yang menjerat Kayat bermula saat Sudarman menjadi tersangka kasus pemalsuan surat tanah berdasarkan laporan polisi Nomor: LP/75/II/2018/Polda Kaltim/SPKT II bertanggal 12 Februari 2018. Selain Sudarman, ada dua orang lain yang menjadi tersangka, salah satunya Kamal. Pelapor perkara ini adalah seorang bernama Lakabolosi.
Lakabolosi menuding Sudarman telah memalsukan surat kepemilikan tanah seluas 65.449 meter persegi di Jalan Sepinggan Baru, Kelurahan Sepinggan Baru, Kecamatan Balikpapan Selatan, Balikpapan. Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah Kalimantan Timur memeriksa Sudarman pertama kali sebagai tersangka pada 23 Juli 2018.
Dalam pemeriksaan itu, Sudarman enggan memberikan keterangan. Dia merasa putusan perkara perdata di PN Balikpapan telah memutuskan bahwa dirinya adalah pemilik sah tanah itu. Karena itu, Sudarman kemudian mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan dirinya menjadi tersangka pada 24 Juli 2018.
Dalam dokumen putusan gugatan praperadilan yang diunduh di laman Mahkamah Agung, Sudarman menyatakan penetapan tersangkanya tidak sah, karena telah mengantongi Surat Izin Membuka Tanah Negara yang diterbitkan oleh Walikota Balikpapan bertanggal 21 Oktober 2016.
Selain itu, Sudarman merasa kepolisian melakukan tindakan hukum tidak manusiawi karena menetapkan dirinya menjadi tersangka tanpa melalui proses penyelidikan terlebih dahulu. Namun, hakim tunggal Agus Akhyudi menolak gugatan tersebut pada 16 Agustus 2018. “Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” seperti dikutip dari salinan putusan praperadilan dari laman putusan.mahkamahagung.go.id.
Atas penolakan itu, perkara Sudarman berlanjut hingga disidangkan di PN Balikpapan. Pihak pengadilan menunjuk Kayat menjadi Ketua Majelsi Hakim perkara itu pada 3 Oktober 2018. Dakwaan untuk Sudarman dibacakan Jaksa Penuntut Umum Muhammad Mirhan dalam sidang perdana 11 Oktober 2018.
KPK menduga dalam sebuah kesempatan, di sela proses sidang tersebut, Kayat sempat menemui pengacara Sudarman, Jhonson Siburian. Dalam pertemuan, Kayat menawarkan bantuan memberikan vonis bebas kepada Sudarman dengan imbalan Rp 500 juta.
Sudarman sepakat, tapi saat itu ia belum punya uang. Karena itu, ia menjanjikan kepada Kayat akan membayar uang itu setelah tanahnya di Balikpapan laku terjual. Untuk jaminan, Sudarman menawarkan surat tanahnya dipegang oleh Kayat. “Namun KYT menolak dan meminta fee diserahkan dalam bentuk uang tunai,” kata Laode.
Simak juga: Wajah Tiga Tersangka OTT Hakim PN Balikpapan
Dalam perkara tersebut, jaksa menuntut Sudarman dihukum 5 tahun penjara. Namun, Kayat akhirnya memvonis bebas Sudarman dalam sidang yang dilaksanakan beberapa hari setelah tuntutan. “Akibat putusan itu, SDM dibebaskan,” kata Laode.
Simak terusannya: Bagaimana detail penyerahan uang dari Sudarman ke Kayat?
Sebulan setelah putusan, Kayat menagih janji uang itu kepada Jhonson. Namun uang urung diberikan. Pada 2 Mei 2019, Jhonson menemui Kayat di PN Balikpapan. Dalam pertemuan itu, Kayat menyampaikan akan dipindahkan ke PN Sukoharjo. Dia menagih janji uang kepada Jhonson dengan bertanya: oleh-olehnya mana?
Keesokan harinya, 3 Mei 2019, Sudarman yang sudah mendapatkan uang muka penjualan tanah, mengambil uang Rp 250 juta di bank, di Balikpapan. Sebanyak Rp 50 juta ia masukan dalam tas dan Rp 200 juta dia masukan dalam kantong plastik hitam. Uang dalam kantong kresek itu kemudian ia serahkan pada Jhonson dan stafnya, Rosa Isabela di restoran Padang di Balikpapan pada hari yang sama.
Pada sore hari pukul 17.00, Jhonson dan Rosa mengantarkan Rp 100 juta uang itu ke halaman parkir PN Balikpapan. Uang itu rencananya akan ditaruh di mobil Toyota Avanza berwarna silver milik Kayat yang terparkir di halaman. Rosa membungkus uang itu dalam dua lapis kantong kresek hitam dan menentengnya menuju mobil Kayat. Saat hendak membuka mobil itu, ternyata pintunya masih terkunci.
Rosa menghubungi Kayat untuk membuka pintu mobilnya. Menggunakan remot, Kayat membuka pintu mobilnya dari jarak jauh. Setelah pintu terbuka, Rosa menaruh kantong plastik kresek hitam itu di salah satu jok mobil. Rosa kemudian melepaskan satu lapis kresek hitam dan mengisinya dengan botol bekas air mineral, lalu kembali ke mobilnya. KPK menduga modus itu dilakukan agar pemberian uang tidak kentara.
Tak lama setelah keduanya pergi, Kayat menghampiri mobilnya. Saat itulah tim penindakan KPK menangkap Kayat dengan barang bukti duit Rp 100 juta di kantong kresek dan Rp 28,5 juta di dalam tas.
Di saat yang bersamaan, tim KPK lainnya menangkap Jhonson dan Rosa tak jauh dari PN Balikpapan. Ketiganya dibawa ke Polda Kalimantan Timur. Tim juga menemukan duit Rp 99 juta yang ada di kantor Jhonson. Pada pukul 19.00, tim KPK menangkap Sudarman di kawasan Jalan Soekarno Hatta, Balikpapan. Tim juga menangkap Panitera Muda Pidana PN Balikpapan Fahrul Azami pukul 21.00 di Jalan MT Haryono.
Kelima orang yang ditangkap diterbangkan ke Gedung KPK Jakarta pada Sabtu, 4 Mei 2019 pukul 09.00 untuk diperiksa. Setelah melakukan gelar perkara, KPK menetapkan Kayat sebagai tersangka penerima suap, sementara Sudarman dan Jhonson sebagai tersangka pemberi suap. Rosa dan Fahrul dibebaskan.
Seusai penetapan tersangka, Kayat dan Jhonson memilih bungkam saat keluar Gedung KPK pada Sabtu malam, 4 Mei 2019. Sedangkan, Sudarman mengakui memberikan duit ke pengacaranya, namun bukan untuk menyuap Kayat. “Enggak ada saya memberikan uang ke hakim,” katanya.