Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung belum akan memanggil mantan Kepala Pengadilan Negeri Surabaya Rudi Suparmono untuk dimintai keterangan soal kasus suap dan gratifikasi di putusan bebas Gregorius Ronald Tannur. "Penyidik saat ini masih belum melihatnya menjadi kebutuhan untuk diperiksa, kecuali ada perkembangan yang urgensinya memerlukan keterangan yang bersangkutan," ujar Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, Selasa, 7 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Terkait dengan kasus putusan bebas Ronald Tannur di PN Surabaya, sebelumnya Mahkamah Agung telah menyatakan adanya pelanggaran etik berat yang dilakukan oleh Rudi. Namun, tidak dijelaskan apa peran dan pelanggaran etik yang dilakukan. Rudi dijatuhi sanksi menjadi hakim non-palu di Pengadilan Tinggi Kupang selama dua tahun
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dikutip dari laman resmi Badan Pengawas MA, Rudi telah melanggar Pasal 9 Ayat (4) huruf a dan Pasal 18 Ayat (3) huruf f Peraturan Bersama Ketua MA dan Komisi Yudisial Tahun 2012. Jika mengacu pada peraturan tersebut, pelanggaran yang dilakukan perihal aturan 'Hakim harus berperilaku tidak tercela' dan pelanggaran konflik kepentingan.
Dalam putusan bebas Ronald Tannur tersebut, majelis hakim yang menangani kasusnya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung dan sedang bersidang di PN Tipikor Jakarta. Mereka adalah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Ketiganya terbukti menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu dari ibu Ronald melalui pengacaranya.
Selain Rudi, MA juga memberikan sanksi pelangaran etik kepada mantan Wakil Ketua PN Surabaya Dju Johnson Mira Mangngi. Namun Dju Johnson hanya terbukti melakukan pelanggaran etik ringan karena melanggar Pasal 8 Ayat 2 huruf (c) dan Pasal 18 Ayat 1 huruf (d) Peraturan Bersama Ketua MA dan Komisi Yudisial Tahun 2012.
Ketentuan ini mengenai hakim seharusnya berperilaku mandiri dan bebas dari hubungan yang tidak patut dengan lembaga eksutif maupun yudikatif yang mengancam independensi badan peradilan. Dju Johnson disanksi pernyataan tidak puas secara tertulis.
MA juga menjatuhkan sanksi kepada tiga mantan pegawai PN Surabaya yakni RA, Y, dan UA yang terbukti melakukan pelanggaran etik berat saat menjabat sebagai staf di PN Surabaya di kasus tersebut. Mereka dijatuhi sanksi berupa pembebasan dari jabatannya dan menjadi pelaksana selama 12 bulan.