Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bogor - Sidang vonis kasus penistaan agama terhadap Suzethe Margaret alias SM, 52 tahun, yakni tindakan membawa anjing masuk masjid, digelar di Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, kemarin, Rabu 5 Februari 2020.
Dalam sidang itu, itu SM dinyatakan bersalah dan terbukti melakukan penistaan agama karena membawa anjing masuk masjid Al Munawaroh, Sentul City, Kabupaten Bogor.
Namun SM dibebaskan dari semua jeratan hukum karena hakim mempertimbangkan keterangan dari saksi dan ahli, bahwa SM mengidap skizofrenia atau gangguan jiwa berat.
"Terutama keterangan ahli ya dan berdasarkan UU nomor 44 KUHP, jadi dia terlepas dari tuntutan," ucap Humas PN Cibinong, Ben Ronald P. Situmorang, yang juga hakim pada perkara itu kepada Tempo melalui sambungan telepon, Rabu malam, 5 Februari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ben mengatakan sidang vonis SM dimulai pukul 10.45 dan selesai di pukul 11.30. Hadir dalam persidangan tersebut semua pihak, termasuk pelapor dan juga jamaah masjid Al Munawaroh yang menjadi tempat kejadian perkara.
Ben menyebut vonis PN Cibinong itu sempat tidak diterima oleh pihak masjid, namun tidak sampai terjadi kericuhan. Ben mengklaim suasanya sidang kondusif.
"Namun keputusan itu belum inkrah ya, karena masih bisa atau ada proses hukum yang bisa ditempuh," ucap Ben.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ben menambahkan hingga saat ini belum ada yang melayangkan surat atau mengatakan secara langsung atas keberatan dari hasil vonis tersebut.
Dikatakan Ben, selama itu belum berkekuatan hukum tetap, maka jaksa penuntut umum bisa mengajukan keberatannya. "Jadi kalau mereka keberatan atas putusan ini, ya silakan tempuh. Tapi saat ini belum ada, dan kasus ini di PN Cibinong selesai," kata tuturnya.
Kuasa hukum dari pelapor yakni pengurus masjid Al-Munawaroh, Iwan Sumiarsa, menyebut keputusan hakim dalam memutus perkara yang menjerat SM yang didakwa Pasal 156 a, kurang bijak.
Menurutnya, berdasarkan pasal 27 UU nomor 14 tahun 1970, yang menyebut bahwa hakim sebagai penegak hukum wajib menggali nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Sehingga Iwan menyebut atas dasar itu hakim kurang bijak, karena tidak adanya nilai keadilan bagi masyarakat yakni umat islam jamaah masjid. "Padahal pasal 156 a itu menjerat maksimal lima tahun dan jaksa tadi menuntut 9 bulan," kata Iwan kepada Tempo melalui sambungan telepon.
Iwan mengatakan putusan hakim tidak mewakili masyarakat. Alasannya dia menyebut dalam memutus perkara hukum, seharusnya hakim melihat keadilan karena ada azas jika hukum berhadapan dengan keadilan maka keadilan didahulukan. Juga, jika hukum berhadapan dengan kepentingan umum maka umum harus didahulukan.
"Nah, ini ada gak keadilannya? Harusnya hakim mempertimbangkan psikologi umum," kata Iwan sambil mengatakan dia dan pihak masjid tidak puas pada putusan hakim itu. Sayangnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa jika JPU tidak melakukan banding.
Sementara itu, Anita Dian Wardhani salah satu diantara Jaksa Penuntut Umum pada perkara wanita bawa anjing masuk masjid tersebut, tidak bisa memberikan komentar apapun. Dia mengarahkan untuk langsung menghubungi Kejaksaan Negeri Cibinong bagian intel. "Maaf tidak bisa berkomentar apapun. Langsung saja ke bagian intel ya," kata Nita saat dikonfirmasi, Rabu malam, 5 Februari 2020.