Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan peran presiden dalam penghapusan hukuman mati di suatu negara sangat signifikan. Dia meminta jajaran menteri Kabinet Merah Putih, khususnya Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra untuk menindaklanjuti ketidaksepakatan Presiden Prabowo Subianto terhadap hukuman mati.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
“Para menteri perlu menindaklanjuti secara konkret lewat review kebijakan hukuman mati di Indonesia dalam rangka penghapusan hukuman mati secara menyeluruh,” kata Usman dalam keterangan tertulis yang dikutip Tempo pada Jumat, 11 April 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Usman, sikap presiden yang diutarakan dalam wawancara dengan jurnalis senior beberapa waktu lalu harus jadi modal awal Indonesia untuk mengikuti jejak Meksiko dan Mongolia. Dua negara tersebut sudah menghilangkan hukuman mati, baik dalam praktik maupun dalam hukum.
Usman menyarankan sejumlah langkah. Pertama, moratorium resmi penuntutan dan eksekusi mati. Kedua, berikan komutasi bagi orang-orang yang saat ini ada dalam daftar tunggu eksekusi mati. Ketiga, hentikan penjatuhan vonis mati baru oleh pengadilan dalam kasus apapun.
“Langkah ini penting sebelum pemerintah bersama-sama DPR bergerak dalam proses revisi aturan-aturan yang mengatur hukuman mati, yang saat ini setidaknya ada di 13 peraturan,” kata dia.
Amnesty International secara tegas menentang hukuman mati dalam semua kasus tanpa pengecualian terlepas dari sifat atau keadaan kejahatan tersebut. Menurut Usman, hukuman mati tidak membawa keadilan, hanya menciptakan lebih banyak korban. Dengan memilih menjadi negara abolisionis atau penghapus hukuman mati, Indonesia dapat mewujudkan sistem peradilan yang adil, manusiawi, dan sejalan dengan tren global untuk mengakhiri hukuman mati.
Sebelumnya, Presiden Prabowo menyatakan pendapat tentang hukuman mati dalam wawancara dengan sejumlah jurnalis di kediamannya di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada 6 April 2025. "Pada prinsipnya, sebenarnya kalau bisa kita tidak hukuman mati. Karena hukuman mati itu final. Padahal mungkin saja kita yakin dia 99,9 persen dia bersalah, mungkin saja ada satu masalah ternyata dia korban atau dia di-frame. Kalau hukuman mati final, kita enggak bisa hidupkan dia kembali, iya kan," kata Presiden dalam sesi wawancara tersebut.
Pilihan Editor: Pengusaha dan Politikus Pengendali Judi Online