"MEMANG ada perbedaan antara pria dan wanita," kata Prof. Saparinah Sadli, guru besar psikologi Universitas Indonesia (UI). "Tapi ini bukan alasan untuk mendiskriminasikan wanita." Tentang penelitian perbedaan itu (lihat: Pria dan Wanita: Sama tapi Berbeda), menurut Saparinah Sadli, faktor biologis dan faktor lingkungan sama-sama berperan dalam membentuk perilaku dan kondisi wanita. Berikut cuplikan wawancara dengan Ketua Program Kajian Wanita Fakultas PascaSarjana UI itu: Apa yang bisa dilihat dari penelitian yang cenderung membedakan pria dan wanita? Bila wanita lebih mampu dalam bidang verbal sedangkan laki-laki di bidang matematik, itu tidak berarti ada perbedaan inteligensi. Perbedaan kemampuan pada otak itu tidak menggambarkan perbedaan taraf kecerdasan, tapi lebih pada perbedaan pendekatan logika. Yang satu akrab dengan kata-kata, yang lainnya dengan rumus-rumus. Tak ada bukti bahwa perempuan lebih bodoh dari laki-laki. Apa sebenarnya dampak perbedaan biologis. Dan seberapa jauh perbedaan ini membenarkan pandangan bahwa wanita lebih lemah, lebih perasa, dan pendapat stereotip lainnya. Pembuktian perbedaan biologis, bagi saya, lebih memperkuat kesimpulan bahwa manusia adalah makhluk yang psikobiologis. Perbedaan pengalaman dan penghayatan pada laki-laki dan perempuan akan melahirkan perbedaan persepsi. Pembuktian ini sama sekali tak membenarkan pandangan stereotip tentang wanita. Stereotip kan ada kaitannya dengan tradisi. Masalah beda pria dan wanita berpangkal pada masalah persamaan hak, dan perlakuan pria pada wanita. Bagaimana persoalan ini di lingkungan kita? Persamaan hak adalah masalah aturan. Di Indonesia, banyak kebijaksanaan sudah menerapkan persamaan hak antara pria dan wanita. Karena itu, dari segi aturan, sudah tidak ada masalah. Tapi yang masih harus dirombak: sikap laki-laki pada perempuan. Kebanyakan masalah perempuan terletak pada sikap laki-laki. Wanita Indonesia sudah banyak mengalami kemajuan. Tetapi kebanyakan laki-laki berpandangan masih terlalu tradisional. Mereka mengatakan, boleh saja wanita mau jadi manajer atau apa, asalkan "ia itu bukan istri saya". Masalah perempuan akan berkurang banyak kalau laki-laki mau maju. Salah satu akibat dari pembuktian beda pria dan wanita, bahwa wanita disebutkan mempunyai kepekaan mengasuh lebih dari pria. Pendapat Anda? Soal pendidikan, tidak salah kalau ibu yang bertanggung jawab atas pendidikan anak. Tetapi kalau ibu repot, hendaknya bapak ikut membantu. Kalau mendidik anak dibebankan semua pada wanita, akan sulit. Apalagi kalau wanitanya bekerja. Dia terus saja bingung. Anda penganjur pendidikan androgynous, bisa dijelaskan, dan apa tujuan pendidikan semacam ini. Dalam tiap lingkungan budaya selalu ada ciri-ciri yang disebut feminin dan maskulin. Batasan feminin dan maskulin bisa berubah melalui pendidikan androynous. Sasaran pendidikan ini agar perempuan tidak hanya mengembangkan femininitasnya, tetapi juga ciri maskulinitas yang positif. Berarti, dia mengembangkan berbagai kemampuan yang ada pada dirinya. Faktor emosi dan rasionya sama-sama berkembang. Karena sekarang kita sekolah, keduanya bisa dikembangkan. Hal ini bisa terjadi kalau perempuan tidak dikurung dan hanya boleh mengembangkan perilaku femininnya saja. Jadi, kalau dikatakan berpikir logis dan cermat tidak feminin, itu namanya membatasi kita. G. Sugrahety Dyan K.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini