SEORANG kepala desa itu mirip ''raja kecil'' di desanya. Ia terkadang bisa pula kaya dan ditakuti warga. Jika ada ketimpangan dalam keuangan desa, dia juga sebagai korban perdana. Itulah yang terjadi di Kabupaten Lampung Tengah baru-baru ini. Enam kepala desa dipecat bupati. Lima di antaranya dituduh mengorup uang PBB (pajak bumi dan bangunan). Seorang lagi diberhentikan, menurut bupati, karena berzina dengan seorang perempuan warga desanya. Sedangkan dana yang diselewengkan, karena masih di tingkat desa, memang tidak besar. Contohnya adalah Sarworejo, 50 tahun, Kepala Desa Rukti Basuki di Kecamatan Rumbia. Ayah dua putra asal Yogya- karta itu menjadi kepala desa sejak 1986. Akhir Januari silam Sarworejo dipecat. Ia dituduh menelan uang PBB, Rp 1,3 juta. Menyusul kemudian, I Made Sugiana, 52 tahun, Kepala Desa Rama Gunawan di Kecamatan Seputih Raman. Mirip Sarworejo, Made hanya empat tahun menduduki kursi kepala desa. Awal Pebruari lalu, ayah empat anak itu dipecat. Ia dituduh memakai dana PBB, Rp 4,3 juta. Namun hampir semua yang dipecat tadi mengatakan bahwa tudingan memakan uang PBB itu tak bisa begitu saja ditimpakan kepada mereka. ''Menjabat kepala desa lebih banyak pahitnya,'' ujar Made. Ia menjabat kepala desa sejak tahun 1988, setelah menang melawan kotak kosong. Sejak masa pencalonan, turur Made, bukan alang- kepalang banyaknya uang di sakunya yang ludes. Setelah itu, tak ada gaji dan tanah bengkok. Uang janggolan (iuran warga untuk honor kepala desa), Rp 2.500 per kepala keluarga, seret pula datangnya. Lain lagi jika mereka didatangi pihak kecamatan yang sering minta sumbangan, alias diperas halus. ''Dari mana uangnya, apalagi untuk menutupi biaya desa? Ya, terpaksalah memakai uang PBB,'' katanya. Made yang tinggi kekar itu pun tidak berniat memprotes pemecatan atas dirinya. Akan halnya Sarworejo, sewaktu menggarap pembangunan jalan dan gorong-gorong selama 21 hari, ia perlu biaya Rp 5 juta, tetapi dana pembangunan desa hanya ada Rp 1,25 juta. Lalu ia memanfaatkan uang PBB tahun sebelumnya. Uang itu diganti dengan uang PBB tahun berikutnya. Keruan, tahun demi tahun terjadi defisit, dan uang gali-tutup lubang itu terus membengkak juga. Sarworejo mengaku, sebagian uang itu dipakai sekretaris desa, yang kini menggantikan dirinya. ''Cara yang saya lakukan dan defisit itu juga terjadi pada kepala desa yang baru. Tapi per- buatannya malah dibiarkan saja,'' katanya. Bukan di Lampung Tengah saja kepala desa dipecat. Di Indramayu, Jawa Barat, dalam dua bulan ini sudah delapan kepala desa diberhentikan juga. Ada yang dituduh memanipulasi uang PBB, ada yang kena delik asusila, dan ada yang dianggap tidak becus memimpin desanya. Toh baik Bupati Lampung Tengah, Suwardi Ramli, maupun Bupati Indramayu, Ope Mustafa, menyatakan bahwa pemecatan itu dilakukan dengan sangat hati-hati dan sesuai dengan peraturan. ''Kalau tidak ditindak, bisa menjadi kuman, dan nanti merembet ke mana- mana,'' kata Ope Mustafa kepada Taufik Abriansyah dari TEMPO. Kedua pejabat itu mengakui adanya berbagai problema yang dialami seorang kepala desa. Ada yang menyangkut dana yang minim, atau faktor sumber daya manusianya, karena kebanyakan kepala desa itu hanya berpendidikan SD. Seorang kepala desa pun seharusnya pandai mengelola keuangan desa. ''Kalau berhasil, dia kan dapat insentif,'' ujar Suwardi kepada Kolam Pandia dari TEMPO. Bila kejeblos, ya, terpaksalah dia diadili. Happy Sulistyadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini