Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sedang mengusut dugaan korupsi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bareskrim telah menggeledah kantor Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) dan kantor Inspektorat Jenderal Kementerian ESDM pada Kamis kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Arief Adiharsa mengatakan penggeledahan yang dilakukan di Ditjen EBTKE Kementerian ESDM Kamis kemarin dalam rangka mencari alat bukti guna menetapkan tersangka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Untuk penetapan tersangka, dimaknai dengan minimal alat bukti," kata Arief dikonfirmasi di Jakarta, Jumat, 5 Juli 2024.
Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah barang bukti berupa bukti surat, atau dokumen, dan bukti-bukti elektronik seperti telepon seluler, harddisk, laptop, USB flashdisk, dan CPU komputer.
Menurut perwira menengah Polri itu, penggeledahan dilakukan karena para pihak yang diperiksa tidak membawa dokumen yang diminta oleh penyidik. Sehingga penyidik mendapat hambatan untuk mendapatkan dokumen yang mau diakses.
"Kenapa kami melakukan penggeledahan karena pada saat minta (dokumen) itu ada hambatan dari penyidik untuk mengakses dokumen yang kami minta," ujarnya.
Sesuai ketentuan undang-undang penyidik memiliki kewenangan untuk menggeledah guna mempercepat perkara. "Karena sebelumnya sebenarnya kami sempat meminta gitu kepada pihak yang diperiksa untuk membawa dokumen bukti. Tapi menurut penyidik itu tidak bisa didapat, makannya dilakukan penggeledahan," kata Arief.
Namun, secara umum proses penggeledahan di satker Kementerian ESDM berjalan kooperatif, karena ada perintah pengadilan.
"Kami bawa perintah pengadilan karena ada perintah itu ya mau tidak mau sebenarnya mereka harus ikut (kooperatif)," ujarnya.
Penggeledahan ini dilakukan karena Bareskrim mengusut dugaan korupsi pengadaan proyek penerangan jalan utama tenaga surya (PJUTS) di Kementerian ESDM pada 2020.
Proyek nasional tersebut berlokasi di banyak titik di seluruh Indonesia, yang dibagi menjadi wilayah barat, tengah dan timur. Dengan nilai kontrak Rp108 miliar.
Untuk kasus yang diselidiki yang di wilayah tengah. Sudah tahap penyidikan.
Dugaan sementara, kasus korupsi ini telah merugikan keuangan negara mencapai Rp64 miliar.
Berdasarkan penelusuran di lama Kementerian ESDM, PJUTS merupakan salah satu langkah pemerintah sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca melalui pemanfaatan energi bersih yang minim emisi dan ramah lingkungan untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060.
Dengan adanya pemasangan PJUTS ini, pemerintah daerah juga dapat menghemat pengeluaran daerah untuk panjak penerangan jalan.