Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
UNDANGAN rapat mendadak Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat pada ÂJumat dua pekan lalu itu memantik kekesalan JefriRiwu Kore. Sore itu, politikus Partai Demokrat ini tak bisa hadir karena sudah meninggalkan kompleks DPR, Senayan, Jakarta, untuk suatu urusan.
Jefri kesal gara-gara sidang yang dibuka pukul 16.00 itu membahas nasib dua rancangan undang-undang yang selama ini ia tolak. Keduanya adalah Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak dan rancangan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. "Saya kecolongan," kata Jefri, menceritakan kejadian itu, Rabu pekan lalu.
Seharusnya, menurut Jefri, sidang digelar pada Selasa pekan yang sama. Namun sidang batal dan dijadwal ulang keesokan harinya. Tapi sidang lagi-lagi urung digelar tanpa alasan yang jelas. Jefri tak menyangka sidang Badan Legislasi akhirnya digelar Jumat. Soalnya, sudah menjadi kesepakatan di kalangan anggota DPR, Jumat merupakan hari untuk agenda internal fraksi.
Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak versi terbaru adalah hasil "modifikasi" Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional. Draf terakhir belum dibedah fraksi karena baru diterima beberapa hari sebelum sidang. Di sidang Badan Legislasi, menurut Jefri, perwakilan Fraksi Demokrat tak punya cukup amunisi untuk menguliti rancangan undang-undang tersebut.
Sidang yang dihadiri Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly itu pun berjalan mulus. Baru berlangsung setengah jam, sidang sudah mengambil keputusan: Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak dan revisi Undang-Undang KPK masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2015, dengan pengusul yang berubah posisi.
Sementara sebelumnya Dewan yang getol mengegolkan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak, dalam rapat sore itu diputuskan seolah-olah rancangan tersebut menjadi usul pemerintah. Adapun revisi Undang-Undang KPK yang pernah disorongkan pemerintah—meski akhirnya dihentikan oleh Presiden Joko Widodo setelah ramai dikecam—berubah menjadi usul Senayan.
Menteri Yasonna dan wakil pimpinan Badan Legislasi, Firman Soebagyo, menandatangani kesepakatan itu.
Menurut Jefri, pertukaran posisi pengusul rancangan undang-undang tersebut mencurigakan. Selain keputusan diambil dalam rapat dadakan, sebelumnya DPR dan pemerintah telah menyepakati revisi Undang-Undang KPK masuk program legislasi jangka menengah, bukan prioritas 2015. "Seperti ada yang bermain di belakang, untuk barter kepentingan," ujar Jefri.
Adapun Wakil Ketua Fraksi Gerindra DesmondJunaedi Mahesa melihat pemunculan kembali revisi Undang-Undang KPK sebagai pengalihan isu. "Barang panasnya itu soal tax amnesty," katanya. Sebelum keputusan tukar posisi pengusul, Desmond mendengar banyak yang kasak-kasuk untuk mengegolkan usul pengampunan pajak.
Menurut Desmond, ada yang sengaja memunculkan lagi revisi Undang-Undang KPK agar perhatian masyarakat teralihkan dari Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Padahal ada banyak pasal krusial dalam rancangan undang-undang tersebut. Terutama pasal-pasal yang bisa membebaskan pengemplang dari kewajiban membayar pajak setelah membuat pengakuan pajak terutang. "Ada aktor intelektual yang mengatur keduanya muncul bersamaan," ujar Desmond seraya menolak merinci siapa aktor yang dia maksud.
SEJUMLAH politikus Senayan mulai kasak-kusuk untuk memuluskan usul pengampunan pajak sejak pertengahan tahun ini. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sampai dua kali dihubungi salah satu pemimpin DPR yang khusus menanyakan hal itu. "Saya ditanya apakah ada rencana mengajukan rancangan undang-undang tersebut," kata Bambang melalui pesan pendek, Kamis pekan lalu. "Saya jawab masih dalam pembahasan."
Seorang pejabat pemerintah pusat menuturkan kerap melihat beberapa politikus Senayan, khususnya dari Partai Golkar, menghadiri rapat-rapat pembahasan tax amnesty yang dimotori Kementerian Keuangan sepanjang Juni lalu. Padahal, kala itu, rancangan pengampunan pajak masih berupa draf kasar.
Di Senayan, Fraksi Golkar memang termasuk paling getol menyuarakan pentingnya Undang-Undang Pengampunan Pajak. Selain Fraksi Golkar, penyokong usul itu berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa. Dalam rapat Badan Legislasi pada 1 Oktober lalu, 33 anggota Dewan dari empat fraksi inilah yang solid mengusulkan pembahasan rancangan undang-undang tersebut.
Seorang politikus Senayan mengatakan Golkar membawa kepentingan kelompok pengusaha. "Yang paling untung dengan pengampunan kan orang berduit," kata anggota Badan Legislasi ini.
Firman Soebagyo, yang juga berasal dari Fraksi Golkar, tidak membantah atau membenarkan bahwa partainya berkepentingan soal pengampunan pajak. Namun dia berkelit bahwa pemerintah yang pertama kali datang untuk berdialog dengan DPR. "Mereka pernah curhat kesulitan menyerap pajak, makanya kami bantu," ujar Firman. Setelah mengkaji untung-rugi penerapan tax amnesty, Firman mengaku yakin bahwa hal tersebut bisa menggenjot pembangunan infrastruktur.
Wacana pengampunan pajak memang selalu muncul di awal masa pemerintah baru, dari era Presiden Megawati Soekarnoputri sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo mengatakan kebijakan ini dibutuhkan untuk mendongkrak pendapatan negara. Apalagi selama ini penerimaan dari sektor pajak selalu meleset dari target.
Pada 6 Oktober lalu, Badan Legislasi DPR mulai membahas usul tax amnesty berbarengan dengan rencana revisi Undang-Undang KPK. Kala itu sejumlah anggota Dewan mempersoalkan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak yang ujuk-ujuk berubah nama menjadi Rancangan Undang-Undang Pengampunan Nasional.
Mukhamad Misbakhun, salah satu pengusul dari Fraksi Golkar, dalam rapat itu paling ngotot agar Badan Legislasi memprioritaskan Rancangan Undang-Undang Pajak tahun ini. Alasannya untuk membantu meningkatkan penerimaan pajak yang sampai Oktober baru mencapai 57 persen. Menurut beberapa politikus Senayan yang hadir dalam rapat Badan Legislasi itu, Misbakhun tangkas menangkis pendapat anggota Dewan lain yang bernada menolak. Bahkan Misbakhun sampai berdebat sengit dengan Jefri Riwu Kore, yang juga paling keras menolak rancangan tersebut.
Sejak awal, menurut Jefri, Fraksi Demokrat memang menolak tegas. Salah satu alasannya, Demokrat menganggap tak ada kajian akademis yang memadai soal kebijakan pengampunan pajak.
Anggota Badan Legislasi dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Tifatul Sembiring, juga berkeberatan bila undang-undang ini menjadi usul DPR. Ia mempertanyakan siapa yang akan diampuni dan bagaimana mekanismenya. Lebih dari itu, Tifatul menganggap urusan menggenjot pajak seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah.
Rapat hari itu berakhir dengan meminta fraksi lebih dulu mempelajari Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Setelah itu, Badan Legislasi berencana menggelar rapat lanjutan. Namun rapat yang dijadwalkan tak pernah terlaksana. Sampailah pada Jumat dua pekan lalu, ketika Badan Legislasi tiba-tiba sepakat memasukkan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak dan revisi Undang-Undang KPK ke Program Legislasi Nasional Prioritas 2015.
KEGELISAHAN soal tax amnesty juga mampir ke gedung Komisi Pemberantasan Korupsi di Jalan H R. Rasuna Said, KuninganÂ, Jakarta Selatan. Pada awal November lalu, lembaga antirasuah ini mengkaji Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Ada enam poin kesimpulan yang menurut tim pengkaji "berbahaya". Salah satunya adanya klausul yang dianggap memberi celah pengampunan kepada koruptor.
Hasil kajian tersebut sebenarnya sudah disodorkan kepada pimpinan KPK agar menjadi sikap resmi lembaga itu. Namun, menurut beberapa anggota tim penyusun, Ketua KPKTaufiequrachman Rukitidak mau menandatanganinya. Ketika dimintai konfirmasi, Ruki menolak berkomentar. "Pertanyaan Anda menyudutkan saya," katanya melalui pesan pendek.
Pengamatperpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, mengatakan Indonesia belum siap menerapkan pengampunan pajak. Bahkan, menurut dia, di Italia, yang kerap menjadi rujukan banyak negara, penerapan tax amnesty belum optimal.
Sebelum membuat kebijakan tax amnesty, menurut Prastowo, pemerintah Indonesia harus merapikan dulu pendataan dan administrasi perpajakan. Termasuk pendataan yang sangat penting adalah berapa sebenarnya jumlah nilai pajak yang dikemplang dan siapa saja pelakunya. "Kalau tak ada data yang akurat soal itu, bagaimana cara pemerintah mengukur keberhasilannya?" ujar Prastowo. "Bisa-bisa semakin banyak penyelewengan."
Syailendra Persada, Istman Musaharun, Anton Aprianto
Bahaya di Balik Dua Rancangan
MESKI dua rancangan undang-undang bertukar pengusul, isinya tak berubah banyak. Rancangan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi sarat dengan upaya pelemahan lembaga antirasuah. Sedangkan Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak bertabur celah yang menguntungkan pengemplang pajak, termasuk yang terbelit kasus korupsi.
Draf Revisi Undang-Undang KPK
Pasal 5 dan 73
KPK dibentuk untuk masa kerja 12 tahun. (Saat ini: Tak ada pembatasan usia lembaga.)
Pasal 4
KPK dibentuk untuk pencegahan korupsi. (Saat ini: Untuk pemberantasan korupsi.)
Pasal 13 butir a
KPK menyelidiki dan menyidik korupsi dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar. (Saat ini: Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dengan kerugian di atas Rp 1 miliar.)
Pasal 13 butir c
Kasus di bawah Rp 50 miliar, KPK wajib menyerahkannya ke kepolisian dan kejaksaan.
Pasal 14 ayat 1
Penyadapan dilakukan setelah ditemukan bukti permulaan yang cukup dan mendapat izin pengadilan negeri. (Saat ini: Penyadapan oleh KPK tak perlu bukti permulaan dan izin pengadilan.)
Pasal 39
Dewan Kehormatan memeriksa dan memutuskan dugaan pelanggaran wewenang pimpinan dan pegawai KPK. Dewan berisi unsur pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat. (Saat ini: KPK bebas dari campur tangan DPR dan pemerintah.)
Pasal 41 ayat 3
Penyelidik dan penyidik KPK berasal dari kepolisian dan kejaksaan. (Saat ini: Ada penyidik independen yang diangkat KPK.)
Pasal 42
KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. (Saat ini: KPK tak boleh menghentikan penanganan perkara.)
Pasal 53
Penuntut adalah jaksa di bawah Kejaksaan Agung. (Saat ini: Penuntut adalah jaksa yang diangkat dan diberhentikan KPK atau diberhentikan sementara dari Kejaksaan.)
Rancangan Pengampunan Pajak
Pasal 2 ayat 2
Dikecualikan dari pengampunan pajak, yaitu wajib pajak yang berkas penyidikannya telah dilimpahkan kepada kejaksaan, sedang dalam proses peradilan, atau sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana perpajakan.
Pasal 4 ayat 1
Tarif uang tebusan untuk periode pengajuan surat permohonan pengampunan pajak sejak Januari 2016 hingga Maret 2016 adalah 2 persen. (Draf sebelumnya: 3 persen.)
Pasal 4 ayat 2
Tarif uang tebusan untuk periode pengajuan surat permohonan pengampunan pajak sejak April 2016 hingga Juni 2016 adalah 4 persen. (Draf sebelumnya: 5 persen.)
Pasal 4 ayat 3
Tarif uang tebusan untuk periode pengajuan surat permohonan pengampunan pajak sejak Juli 2016 hingga Desember 2016 adalah 6 persen. (Draf sebelumnya: 8 persen.)
Pasal 10
Data dan informasi yang terdapat dalam surat permohonan pengampunan pajak tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyidikan dan/atau penuntutan pidana dalam bentuk apa pun terhadap wajib pajak kecuali sebagai dasar penyidikan tindak pidana narkotika, terorisme, dan perdagangan manusia.
(Tindak pidana korupsi tidak termasuk yang dikecualikan, sehingga koruptor yang meminta pengampunan pajak bisa lolos dari jerat hukum karena data perpajakan dia tak bisa dipakai dalam penyidikan.)
Istman M.P.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo