Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Bayi Rombiya

Kartareja, 45, menghamili gadisnya sendiri Rombiya, 15, sampai melahirkan bayi laki-laki di desa Mangunegara, Ja-Teng, keluarga ini mengungsi menghindari kemarahan pemduduk. (krim)

27 Juli 1985 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUATU siang, dari sebuah rumah di Desa Mangunegara, Purbalingga, Jawa Tengah, terdengar suara tangis bayi. Para tetangga kaget. Setahu mereka, di rumah Kartareja, 45, tidak ada bayi atau wanita yang hamil tua. Mereka mendekat, dan terkejut sewaktu menyaksikan Rombiya, 15 anak kandung Kartareja, melahirkan orok laki-laki. Anak gadis berkulit kuning itu memang belum bersuami. Sartini, ibu Rombiya, juga mengaku baru tahu bahwa anaknya hamil saat melahirkan itu. Rombiya segera ditanyai, dan semua yang hadir seperti disambar geledek mendengar pengakuannya: ia dihamili ayah kandungnya sendiri. "Saya terpaksa melayani karena diancam akan dibunuh," tutur Rombiya memelas. Malam harinya, awal Juli lalu, kemarahan penduduk tak bisa dibendung. Beramai-ramai mereka mendatangi rumah Kartareja sambii membawa batu dan pemukul. "Bunuh Kartareja. Dia binatang, bukan manusia. Usir dia dari desa ini," begitu mereka berteriak. Melihat gelagat tak baik itu, Kartareja menyelinap lewat pintu belakang, dan kabur. Sartini, Rombiya, oroknya, serta dua orang adiknya ikut mengungsi. Hujan batu di rumah berdinding gedek itu pun tak terhindarkan. Malah, ada yang berniat membongkar dan membakarnya. Untung, bisa dicegah pamong desa. Ngudiharjo, kepala desa, mengambil langkah pengamanan dengan mengungsikan semua keluarga Kartareja ke tempat familinya. Kini Kartareja dicari polisi karena pengaduan istrinya. "Dia memang brengsek. Lagi pula, galak. Kalau marah, saya dan anak-anak pasti dipukul," kata Sartini menangis. Kartareja bukan sekali ini saja merusak anaknya sendiri. Tiga tahun lalu, Rombiya pernah pula diperkosa sampai melahirkan anak wanita. "Waktu itu saya sampai pingsan," tutur Rombiya dengan wajah murung. Ia takut bercerita kepada siapa pun karena ayahnya mengancam akan membunuhnya. Akibatnya, Rombiya diam saja, dan terus pergi ke sekolah seperti biasa. Ketika itu, ia duduk di kelas VI SD. Temannya tak ada yang tahu kalau dia hamil. Sebab, di sekolah ia tetap saja lari-lari atau main lompat-lompatan. Malah, ia ikut ujian, padahal ketika itu kandungannya sudah delapan bulan. Perutnya memang kecil saja, tak menampakkan seperti sedang hamil. Setelah kejadian dulu itu, Rombiya dianjurkan ikut orang lain agar bisa melupakan kejadian yang menimpa dirinya. Tetapi, ayahnya mencarinya, dan menyuruhnya pulang. Dan kejadian tiga tahun lalu itu pun terjadi lagi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus