Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berakhir di Ujung Bayonet

Sekelompok orang yang mengaku tentara membunuh Seorang aktivis lingkungan. Digiring pada satu pelaku.

1 Juni 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pesta di Lounge Venue, Kemang, Jakarta Selatan, selalu berakhir pukul 03.30. Tandanya lampu disko padam, diganti nyala bohlam warna kuning. Dentuman musik yang mengiringi joget muda-mudi pun berhenti. Selalu seperti itu saban hari, termasuk ketika Jopi Teguh Lasmana Peranginangin dan kawan-kawan nongkrong di sana, Sabtu dua pekan lalu.

Kala itu Jopi dan tujuh temannya mulai beranjak keluar. Satu per satu pengunjung lain pun meninggalkan lantai dansa dan ruangan bar. "Pas mau keluar, ada orang teriak, 'Finish, out, out,' ke kami," kata Mario Franklin Kossim, rekan Jopi yang ikut ke Venue, Selasa pekan lalu.

Mario masih ingat ciri-ciri kelompok itu: berbadan tegap dan berambut cepak. Namun lelaki yang berprofesi sebagai pengacara ini lupa jumlah persis kelompok tersebut. Yang dia ingat, Amar, kawan Jopi lainnya, membalas teriakan mereka dengan santai. "Iya, ini mau keluar," ujar Mario menirukan Amar.

Tak suka atas jawaban Amar, menurut Mario, rombongan itu meracau tak jelas. Salah seorang dari mereka bahkan berusaha memukul Amar, meski gagal. Saat itu Jopi, yang dikenal teman-temannya sebagai aktivis lingkungan, berhasil melerai.

Rupanya, rombongan pria tegap itu belum puas karena tak berhasil menghajar Amar. Di tempat parkir, kelompok tadi kembali mendatangi Amar dan kawan-kawan. Cekcok antara Amar dan seorang di antara mereka pun tak terhindarkan. Melihat hal itu, Jopi kembali berusaha melerai.

Upaya Jopi kali ini malah menyulut amarah kelompok itu. Awalnya hanya seorang di antara mereka yang memaki-maki Jopi. Tiba-tiba lelaki itu mengeluarkan sangkur dari tas selempang cokelatnya. "Dia teriak, 'Saya ini tentara', sambil ngeluarin pisau," kata Mario. Waktu itu Jopi menghindar dengan berjalan cepat menuju mobil.

Lelaki cepak itu mengejar Jopi yang berlari ke arah kantor Habibie Center, sekitar 10 meter dari Venue. Eh, anggota lain kelompok itu pun berhamburan memburu Jopi. Di depan kantor Habibie Center, Jopi dikeroyok.

Gerombolan itu baru pergi setelah Jopi tersungkur. Mario dan kawan-kawan kemudian membopong tubuh Jopi dan membawanya ke dalam mobil. "Baru tahu dia terluka ketika melihat baju saya basah oleh darahnya," ucap Mario. Mereka membawa Jopi ke Rumah Sakit Pusat Pertamina, Jakarta Selatan.

Begitu mereka tiba di rumah sakit, dokter menyatakan kondisi Jopi kritis karena perdarahan akibat luka pada punggung yang menembus paru-paru. Bayonet kotor pun rupanya membuat tubuh lelaki 39 tahun itu terinfeksi. Tepat pukul 06.00, tim dokter menyatakan Jopi meninggal.

Kabar tewasnya Jopi segera menjadi perbincangan khalayak ramai karena, di media sosial, saksi menyebut ada pelaku yang mengaku tentara. Tagar "Tangkap Pembunuh Jopi" pun sempat menduduki tangga teratas di forum percakapan kaum netizen—sebutan untuk pengguna Internet.

Adapun jenazah Jopi baru dimakamkan di kampung halamannya di Kisaran, Medan, Sumatera Utara, keesokan harinya.

* * * *

Sekelompok pria berbadan tegap berjalan sempoyongan memasuki halaman Venue. Waktu menunjukkan pukul 01.00. Marlah (bukan nama sebenarnya), yang malam itu berdiri dekat pintu masuk bar, membaca gelagat buruk.

Sudah sepuluh tahun menjadi pengunjung tetap Venue, Marlah tak mengenali orang-orang itu. Padahal ia hafal hampir setiap wajah pengunjung yang sering datang ke bar di Jalan Kemang Selatan tersebut.

Rombongan tujuh pria itu langsung nyelonong tanpa membayar uang masuk dan minuman pembuka sebesar Rp 75 ribu per orang. Para pria itu bahkan menolak ketika petugas keamanan memeriksa isi tas mereka—standar keamanan di Venue. "Orang-orang itu mengaku tentara dan langsung masuk," kata Marlah, Rabu pekan lalu.

Selanjutnya, Marlah tak tahu apa aktivitas mereka. Kala itu di dalam bar sedang ramai. Ratusan orang berjubel menikmati dentuman musik disko.

Seperti Marlah, pelanggan Venue yang mengenalkan diri sebagai Dinda menuturkan, tingkah laku kelompok itu memang membuat resah tamu lain. "Tiap ada yang deket-deket, langsung dibentak," ujarnya.

Dinihari itu, Jopi Peranginangin dan kawan-kawan tiba di Venue sekitar pukul 02.30. Rahung Nasution, teman Jopi lainnya, bercerita, sebelum ke Venue, mereka mengunjungi dua tempat hiburan di kawasan Kemang. Pukul 21.00, mereka menonton peluncuran album baru Navicula di Paviliun 28. Kebetulan beberapa personel band cadas asal Pulau Dewata itu dekat dengan Jopi, yang juga menolak reklamasi pantai di pesisir Bali.

Sekitar pukul 23.15, Jopi dan kawan-kawan pindah ke Les Mollucans. Kafe di Jalan Kemang Raya ini tutup sekitar pukul 02.00. Setelah itu, mereka melanjutkan acara santai di Venue. "Kami sudah melihat mereka sejak awal masuk Venue," kata Mario merujuk pada kelompok pengeroyok Jopi.

Mario merupakan saksi yang pertama kali diperiksa penyidik Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan. Sampai Sabtu siang itu, polisi sudah memeriksa empat saksi, dua orang di antaranya petugas keamanan Venue. Untuk menguatkan keterangan saksi, hari itu juga polisi memeriksa rekaman kamera pengawas (CCTV) di Venue.

Pada Ahad keesokan harinya, beredar kabar bahwa polisi sudah mengidentifikasi pembunuh Jopi. Mereka disebut-sebut berasal Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut. Bahkan sempat berembus cerita bahwa pelaku sudah tertangkap. Namun, menurut kabar itu, polisi mendapat tekanan agar tak mengumumkan penangkapan tersebut.

Juru bicara Kepolisian Daerah Metro Jaya, Komisaris Besar M. Iqbal, buru-buru menyangkal kabar tersebut. Menurut dia, Polda Metro hanya berkoordinasi dengan Polisi Militer Angkatan Laut untuk mengungkap pembunuhan ini. "Kalaupun ada penangkapan, yang melakukan polisi militer," ucap Iqbal. Faktanya, sejak Ahad itu, kasus pembunuhan Jopi diambil alih Polisi Militer Angkatan Laut.

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut Laksamana Pertama Manahan Simorangkirmengatakan kasus itu diambil alih polisi militer karena ada dugaan anggota TNI Angkatan Laut terlibat. Namun dia pun menyangkal kabar bahwa pelaku pernah ditangkap. "Kami sudah tahu identitas terduga," kata Manahan, Kamis pekan lalu.

Berbeda dengan keterangan sejumlah saksi mata, Manahan menyebut hanya satu anggota TNI Angkatan Laut yang terlibat penganiayaan Jopi, aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Orang itu berinisial JL, dengan pangkat prajurit kepala. Malam itu prajurit JL tidak sedang bertugas. Kalau bukti membunuh Jopi cukup, menurut Manahan, si prajurit bakal disidang di peradilan militer.

Deputi Sekretaris Jenderal AMAN Mina Setra menyesalkan keterangan TNI Angkatan Laut yang ia anggap menggiring pada satu pelaku. "Padahal, dari keterangan saksi, ada banyak orang terlibat," ujar Mina. Karena itu, Mina dan kawan-kawan aktivis lain mendesak Polisi Militer TNI Angkatan Laut lebih terbuka dalam mengusut kasus ini. "Tangkap, pecat, dan adili pelakunya secara terbuka," kata Mina.

Syailendra Persada, Dimas Siregar


Relawan dari Kampung Adat

Meja Jopi. Begitulah orang-orang di kantor PT Indonesia Berdikari menyebutnya. Kenap sepanjang dua meter itu sebetulnya hanya alat penumbuk padi yang ceruknya ditutup kaca. Di depan meja kecil itulah Jopi Peranginangin sering menghabiskan waktu.

Di meja itu terpasang stop kontak listrik empat lubang yang kerap dikuasai Jopi seorang diri. "Apa saja bisa dicolokin sama dia," kata Panel Barus, pemilik PT Indonesia Berdikari, Jumat pekan lalu. Menurut Panel, dalam sepekan, Jopi bisa empat kali datang ke kantornya. "Cuma numpang memakai Wi-Fi," ujar Koordinator Pusat Informasi Relawan Joko Widodo-Jusuf Kalla itu.

Kedekatan Panel dan Jopi terjalin sejak era pergerakan mahasiswa untuk menggulingkan Orde Baru. Dari sekian lama kebersamaan mereka, Panel paling mengingat Jopi sebagai penggerak massa dalam aksi yang dikenal dengan Tragedi Semanggi II pada September 1999. Kala itu terjadi unjuk rasa besar-besaran menolak Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya. Seorang mahasiswa Universitas Indonesia, Yun Hap, tewas dalam tragedi itu.

Pengurus pusat Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, menurut Panel, sengaja menarik Jopi yang masih kuliah di Universitas Tadulako, Palu, ke Jakarta. Ia diminta memperkuat gelombang aksi mengawal reformasi di Ibu Kota. Jopi, angkatan 1995 di kampusnya, sampai cuti kuliah. Ia akhirnya menyandang gelar sarjana hukum pada 2003.

Lulus kuliah, Jopi bergabung dengan berbagai organisasi, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Palu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tengah, dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Pada 2013, ia sempat bergabung dengan Greenpeace. Tahun berikutnya, Jopi memutuskan bergabung dengan Sawit Watch.

Direktur Eksekutif Sawit Watch Jefri Saragih mengatakan Jopi banyak terjun di Kalimantan Utara dan Sulawesi Tengah. Terakhir lelaki kelahiran Kisaran, Sumatera Utara, 39 tahun silam, itu meneliti dampak negatif perkebunan sawit bagi masyarakat sekitar. Bulan depan, Jopi seharusnya meluncurkan buku hasil penelitiannya.

Jopi juga terkenal aktif di media sosial. Ia memiliki akun Twitter @redjopi, yang tercatat bergabung sejak 2009. Jumlah pengikutnya mencapai 4.000-an orang. Di Twitter, Jopi tak hanya berceloteh soal isu serius. Dia pun kerap bercanda dengan follower-nya. "Kawan-kawannya tak hanya berasal dari jaringan aktivis," kata Aditya Sani, sahabat Jopi.

Pemilihan presiden terakhir kembali menarik Jopi ke pusaran politik. "Ia secara mantap mendukung pasangan Jokowi-JK," ujar Panel. Jopi pun aktif menggalang dukungan. Ia menjadi simpul relawan Jokowi di Sumatera dan Kalimantan. Ia menyasar kantong-kantong masyarakat adat di sana.

Jopi pun sering muncul di rumah pemenangan Jokowi-JK di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat. Ia biasanya mengambil perlengkapan kampanye, lalu membawanya ke daerah. "Orang militan kayak Jopi memang cocok menggarap daerah sulit," kata Aditya.

Di Jakarta, Jopi juga kerap membantu pengerahan massa untuk deklarasi relawan pasangan Jokowi-JK. Ia, misalnya, aktif menggalang massa untuk Konser Salam 2 Jari, yang menjadi konser terbesar mendukung Jokowi. Menurut Panel, Jopi memiliki basis massa di kalangan masyarakat miskin kota di kawasan Kalibata, Tebet, Pasar Minggu, dan Pancoran.

Di luar urusan politik, Jopi rupanya sedang menata masa depannya. Ia baru saja membeli rumah di kawasan Cikeas, Bogor, Jawa Barat. "Oktober nanti seharusnya selamatan rumah," ucap Panel. Kepada sohibnya ini, Jopi pernah "bisik-bisik" sedang mendekati wanita pujaannya. "Jangan lama-lama, nanti jadi bujang lapuk," kata Panel, menuturkan kembali nasihat dia kepada Jopi. Namun, sebelum "masa depan" itu datang, Jopi meninggal ditikam sangkur tentara.

Syailendra Persada

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus