Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Berita Tempo Plus

Beraksi kembali aktor persidangan

Adnan buyung nasution, walau belum memutuskan membuka kantor pengacaranya, sudah tampil di sidang atas nama pembela lbh. pekan lalu ia membela dua mahasiswa di pn semarang.

7 Agustus 1993 | 00.00 WIB

Beraksi kembali aktor persidangan
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ADNAN Buyung Nasution, 59 tahun, bukan seorang aktor. Tapi ia mampu mengubah sidang pengadilan menjadi panggung teater. ''Panggung'' itu ia ciptakan Selasa pekan lalu di Pengadilan Negeri Semarang. Buyung pentas atas nama LBH, bersama dengan pembela dari Universitas Diponegoro dan Universitas Sultan Agung Semarang, membela dua mahasiswa Semarang yang kampanye golput. Kemunculan Buyung tampak sekali pengaruhnya. Ruang utama pengadilan, yang biasanya terasa longgar, kali ini penuh sesak. Sekitar 400 pengunjung berjubel, jauh di atas kapasitas ruang utama yang hanya menampung 100 orang. Banyak yang terpaksa mengintip lewat lubang jendela. Maklum, inilah untuk pertama kalinya Buyung tampil di pengadilan setelah absen selama tujuh tahun. Dua terdakwa yang dibela Buyung adalah Lukas Luwarso dan Poltak Ike Wibowo. Jaksa menuduh keduanya menyebarkan kebencian terhadap Pemerintah lewat kampanye golput pada apel Kebangkitan Nasional di Kampus Universitas Diponegoro, 20 Mei 1992. Itu sebabnya mereka dikenai tuntutan berdasar pasal yang jarang dipakai: Pasal 154 KUHP, yang lebih populer disebut haatzaai artikelen. Buyung beranggapan dakwaan jaksa itu tidak beralasan. Katanya, setiap warga negara mempunyai kebebasan untuk memilih atau tidak. ''Jadi orang pun punya hak untuk masuk golput,'' katanya kepada TEMPO. Karena alasan ini pula Buyung mau turun panggung lagi. ''Sidangnya sih biasa, tapi materinya menyangkut hak warga negara,'' kata Buyung. Sidang pekan lalu menampilkan saksi Basabasuki, 23 tahun, mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Diponegoro. Jaksa Soewiji menyodorkan barang bukti berupa selembar kain putih sebagai bendera. Jaksa ngotot, kain itulah yang digunakan sebagai bendera. Tapi saksi Basabasuki menolak, dengan alasan kain itu hanya digunakan sebagai latar belakang. Kini giliran Buyung yang bertanya. Ia berjalan ke arah majelis hakim, lalu mengambil kain yang terlipat di depannya. ''Saudara saksi, apakah benar kain ini yang dikibarkan pada apel siaga?'' ia bertanya sambil membentangkan kain itu. Kontan saksi Basabasuki menjawab, ''Bukan.'' Ucapan ini langsung disambar oleh Buyung. ''Jelas, Pak Hakim. Barang bukti yang dijadikan materi dakwaan jaksa tidak ada di sini,'' ucap Buyung sambil ngeloyor kembali ke tempat duduknya. Pengunjung riuh menyambut Buyung. Saksi kedua Anhari Basuki. Dekan Fakultas Sastra Undip itu dihadirkan karena, menurut jaksa, penyelenggaraan apel itu tanpa izin dari pimpinan kampus. Di depan polisi, seperti yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan, Anhari mengakui apel siaga itu tanpa izin. ''Tapi waktu itu maksud saya izin tertulis yang belum ada,'' katanya. Mahasiswa sudah boleh melakukan kegiatan, sekalipun hanya mengantongi izin lisan. Masalahnya timbul ketika apel berlangsung, tiba-tiba dua truk aparat keamanan masuk kampus. Anhari, yang tahu peristiwa itu, langsung melaporkan ke pembantu rektor bidang kemahasiswaan. ''Beliau menyatakan silakan apel berjalan asal masih di dalam kampus,'' tuturnya. Intinya, Anhari ingin menyampaikan bahwa tidak ada pelanggaran izin. Maka, bisa dimaklumi kalau pernyataan Anhari yang berbeda dengan BAP ini membikin jaksa gerah. Itu sebabnya jaksa berkali-kali melontarkan pertanyaan, untuk mendapatkan kesimpulan bahwa apel itu tanpa izin. Begitu giliran Buyung sampai, ia langsung berdiri dari kursi. Katanya, ''Maunya jaksa, semua saksi mengakui BAP-nya. Saya tahu itu karena saya juga bekas jaksa.'' Lalu ia mengatakan, yang paling penting dari ucapan saksi adalah pernyataannya di muka sidang. ''Fakta di persidangan inilah yang digunakan oleh hakim. Mari kita tunggu keputusan hakim,'' katanya sambil memandang ke arah pengunjung. Terdengar gemuruh suara pengunjung. Gaya Buyung yang khas itulah yang ditunggu-tunggu. Sebagai pengacara yang banyak membela kasus subversif, Buyung sangat memukau dalam sidang. Ia pentas terakhir tahun 1987 ketika membela H.R. Dharsono yang mendapat tuduhan subversi. Bekas Pangdam Siliwangi itu, oleh jaksa didakwa ''mengipasi suasana'' sehingga terjadi peledakan BCA. Di sidang itulah Buyung kesandung. Awalnya adalah ketika pembacaan vonis. Hakim menyebut pembela tidak etis karena menuduh Pemerintah turut mematangkan suasana sehingga muncul Peristiwa Tanjungpriok. Sebagai salah satu pembela, Buyung tidak bisa terima ucapan hakim itu. Langsung dia menyambar pengeras suara. ''Saya protes Pak Hakim, siapa yang tidak etis?'' Pembicaraan hakim pun terpotong. Ruang sidang jadi hening. Peristiwa yang hanya berlangsung beberapa menit itu berbuntut panjang. Hakim menuding Buyung telah menghina atau merendahkan martabat lembaga peradilan, yang bahasa sulitnya contempt of court. Buyung pun diadukan ke Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman. Akhirnya dia diskors selama satu tahun tidak boleh berpraktek. Kantor pengacaranya pun guncang. Buyung kemudian ke Belanda untuk mencari gelar doktor. Kini Buyung sudah ''beredar'' kembali, walau belum memutuskan apakah kantor pengacaranya dibuka kembali atau tidak. Tapi, dengan jabatan barunya sebagai Ketua LBH, ia bisa bergerak bebas di pengadilan. Dan boleh jadi, sidang-sidang pengadilan tak lagi menjemukan, karena aktornya telah muncul. Iwan Q.H., Heddy Lugito (Semarang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus