Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menghukum Bupati Halmahera Timur non aktif Rudy Erawan 4,5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. Hakim menyatakan Rudy terbukti menerima suap Rp 6,3 miliar dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
Baca juga: KPK Menahan Bupati Halmahera Timur
"Mengadili, menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar Ketua Majelis Hakim Fashal Hendri membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 26 September 2018.
Selain kurungan badan, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik Rudy selama lima tahun usai menjalani hukuman.
Dalam pertimbangannya, hakim menyatakan Rudy terbukti menerima suap Rp 6,3 miliar dari Amran. Uang itu diberikan karena Rudy telah menjembatani kepentingan Amran untuk menjadi Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara.
Uang yang diberikan kepada Rudy berasal dari para pengusaha yang sering menjadi rekanan BPJN IX Maluku dan Maluku Utara. Mereka yakni, Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, Henock Setiawan, Hong Arta John Alfred, Charles Frans alias Carlos, dan So Kok Seng alias Aseng.
Vonis yang dijatuhkan hakim itu ke Bupati Halmahera Timur tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan. Atas putusan tersebut, baik pihak Rudy maupun jaksa menyatakan pikir-pikir mengajukan banding.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini