Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PDIP Bantah Duit Suap Bupati Halmahera Timur untuk Rapimnas

Ketua DPP PDIP Trimedya Panjaitan membantah Bupati Halmahera Timur memberikan duitnya untuk Rakernas PDIP.

7 Juni 2018 | 16.05 WIB

Tersangka suap di PN Tangerang Pengacara, H.M. Saipudin (kiri) dan tersangka Bupati Halmahera Timur, Rudi Erawan, seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, 11 Mei 2018. Berkas perkara H.M. Saipudin telah lengkap (P21), sementara untuk Rudi Erawan dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Tersangka suap di PN Tangerang Pengacara, H.M. Saipudin (kiri) dan tersangka Bupati Halmahera Timur, Rudi Erawan, seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, 11 Mei 2018. Berkas perkara H.M. Saipudin telah lengkap (P21), sementara untuk Rudi Erawan dilakukan perpanjangan penahanan selama 30 hari. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Trimedya Panjaitan membantah partainya menerima uang hasil suap Bupati Halmahera Timur nonaktif, Rudy Erawan, untuk membiayai Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PDIP di Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bantahan tersebut menyusul dugaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa Rudy menerima uang suap sebesar Rp 6,3 miliar, dengan Rp 200 juta di antaranya dikucurkan ke Rapimnas PDIP. “Tidak benar itu. Dana kegiatan partai diambil dari kas partai,” ujar Trimedya saat dihubungi Tempo pada Kamis, 7 Juni 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Trimedya juga mengatakan pihaknya siap memberikan penjelasan jika dimintai keterangan oleh KPK terkait dengan hal tersebut. “Kami siap memberikan keterangan,” katanya.

Jaksa KPK mendakwa Bupati Halmahera Timur nonaktif, Rudy Erawan, menerima suap Rp 6,3 miliar. Rudy menerima suap dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BJPN) IX dan Maluku Utara Amran Hi Mustary. Jaksa menduga Rudy menerima uang tersebut agar Amran menjadi Kepala BJPN IX Maluku dan Maluku Utara. Menurut jaksa, pencalonan Amran dilakukan dengan cara kolusi dan nepotisme dengan pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Setelah menghubungi Imran untuk keperluan Rapimnas, Rudy kemudian memberi tahu Amran. Imran kemudian menghubungi rekanan BPJN IX, yakni Abdul Khoir dan Hong Artha John Alfred. Imran meminta dana masing-masing sebesar Rp 100 juta pada Januari 2016.

Menanggapi permintaan Amran, pada 11 Januari 2016, Abdul Khoir menyerahkan uang sebesar Rp 200 juta di kantin belakang Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Jaksa mengatakan Amran diduga meminta Imran menyerahkan uang itu ke Rudy melalui Mohammad Arnes Solilin Mei.

"Terdakwa pada awal Januari 2016 menghubungi mantan anggota DPRD Maluku Utara, Imran S. Djumadil, menyampaikan kebutuhan dana untuk kegiatannya pada Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) PDIP di Jakarta,” kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabum 6 Juni 2018.

Selain untuk keperluan Rapimnas, pada November 2015, Rudy diduga pernah meminta dana dari Amran sebesar Rp 500 juta untuk keperluan kampanye selaku calon bupati dalam pilkada Halmahera Timur periode 2016-2021.

 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus