Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Dibui karena Melanggar Prosedur

Daan Dimara diganjar empat tahun penjara, padahal perannya disebut tak penting. Ia melaporkan Hamid Awaludin ke polisi karena memberi kesaksian palsu.

18 September 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BERJAKET hitam, Daan Di­mara memasuki ruang sidang Peng­adilan Tindak Pidana Korupsi di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Langkah pria berkulit­ ge­lap berambut keriting itu terlihat ri­ngan. Dengan tenang ia duduk di kursi terdakwa. Sesekali ia membetulkan letak dasi merahnya, yang tak lurus jatuh ke bawah.

Jumat pekan lalu itu bukan sidang ­bia­sa seperti sebelumnya. Hari itu majelis hakim yang dipimpin Gusrizal membacakan vonis untuk Daan. Gusrizal menyatakan bekas anggota Komisi Pe­milihan Umum ini terbukti korupsi. ”Dia bersalah dalam proyek pengadaan segel surat suara,” kata Gusrizal.

Ganjaran untuk pria 61 tahun ini pun turun. Majelis menghukum Daan empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Hukuman ini lebih ringan dari tuntut­an jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, Tumpak Simanjuntak, yang menginginkan Daan dihukum enam tahun plus enam bulan penjara.

Kasus yang menyeret Daan ke bui itu terjadi pada 2004. Waktu itu, menurut jaksa, Komisi Pemilihan Umum menunjuknya sebagai ketua panitia pengadaan segel surat suara. Lantas, Daan menunjuk langsung PT Royal Standard untuk pengadaan segel. ”Ini menyalahi pro­sedur pengadaan barang dan jasa lembaga pemerintahan,” kata Tumpak.

Karena itu, jaksa menuduh Daan mem­perkaya diri sendiri dan Untung Sastrawijaya, Direktur PT Royal Standard. Menurut Tumpak, perbuatan Daan mem­buat negara rugi Rp 3,5 miliar. Nilai ini muncul dari selisih uang yang diserahkan KPU kepada Royal Rp 7,7 miliar, dibandingkan dengan perhitungan ahli yang menyebut nilai proyek itu sekitar Rp 4,1 miliar.

Menurut jaksa, kerugian itu harus ditanggung Daan bersama Untung, yang hari itu juga divonis lima tahun penjara. Kendati Daan divonis empat ta­hun, Tumpak terlihat kecewa dengan vo­nis hakim. Ia menilai hukuman untuk Daan terlalu ringan. ”Kami banding,” katanya.­

Hakim punya alasan kenapa hukum­an untuk Daan hanya empat tahun. Sa­lah satunya, kata Gusrizal, majelis tak menemukan bukti kerugian negara da­lam kasus ini. Sedangkan saksi ahli yang menghitung kerugian negara yang di­ajukan jaksa, perhitungannya dianggap tak tepat.

Saksi ahli yang dimaksud adalah Her­man Yakub, pengurus Asosiasi Perce­tak­an Indonesia, yang ternyata juga peng­usaha perusahaan percetakan. ”Secara psikologis ini mempengaruhi validitas audit,” kata Gusrizal. Karena itu, hakim­ menilai Herman tidak dalam posisi ne­tral.­ ”Sebab, di sini dia juga seorang kom­petitor.”

Gusrizal membenarkan, Daan me­laku­kan pelanggaran prosedur karena­ menunjuk langsung rekanan KPU. ”Untuk ini tak ada alasan pembenar,” ka­tanya. Itu sebabnya, kata Gusrizal, pihaknya memvonis Daan bersalah. ”Per­buatan Daan dapat merugikan ke­uangan negara,” kata Gusrizal. ”Istilah ‘dapat’ di sini tidak mesti ada akibatnya,” Gusrizal menambahkan.

Selain itu, menurut Gusrizal, peran Daan dalam perkara itu tak begitu pen­ting. Berbagai keputusan, kata Gusrizal, telah ditentukan sebelum Daan menjadi ketua panitia. Gusrizal mengatakan, beberapa saksi menyebut penentuan harga segel ditentukan dalam sebuah rapat di kantor KPU yang dipimpin Hamid Awaludin—kini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia—pada 14 Juni 2004.

Sebelumnya, Hamid berkali-kali mem­bantah memimpin rapat itu. Bantahan dilontarkan Hamid saat menjadi saksi dalam persidangan 25 Juli lalu. Daan ke­cewa dengan bantahan Hamid. ”Itu ke­saksian palsu,” kata Daan.

Kamis pekan lalu, Daan melaporkan ke­saksian Hamid yang dinilainya palsu­ itu ke Kepolisian Daerah Metro Jaya. ”Ka­­mi akan menindaklanjutinya,” kata Ko­­misaris Jenderal Adang Daradjatun, Wa­kil Kepala Polri. Daan juga tak menerima dirinya dihukum empat tahun penjara. ”Kalaulah tak bisa dibuktikan (kesalahan saya), kenapa saya mesti menerima hukuman?” katanya. ”Saya banding.”

Nurlis E. Meuko, Riky Ferdianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus