Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi menangkap TJC, warga negara Amerika Serikat yang menjadi buron U.S. Marshals untuk kasus eksploitasi seksual, upaya eksploitasi anak, dan kepemilikan pornografi anak. Penangkapan dilakukan pada 30 Desember 2024 setelah upaya penyelidikan mendalam oleh tim penyidikan Ditjen Imigrasi, serta koordinasi intensif dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Penangkapan dilakukan di Kantor Imigrasi Kelas I Non-TPI Tangerang saat TJC mengajukan perpanjangan izin tinggal kunjungan," kata Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Yuldi Yusman di kantornya, pada Kamis, 9 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan bahwa lokasi pelaku terdeteksi melalui sistem perpanjangan izin tinggal daring. Tim gabungan langsung melakukan penangkapan tanpa kendala.
Pada kesempatan ini, Yuldi menyebut TJC menghadapi tuduhan atas beberapa tindak pidana serius, yaitu eksploitasi seksual dan percobaan eksploitasi seksual terhadap anak di bawah umur, yang melanggar Pasal 18 United States Code (USC), Bab 2251(a) dan 2251(e). Tindakan ini mencakup produksi materi eksploitasi seksual anak. Selain itu, TJC didakwa atas kepemilikan pornografi anak yang melanggar Pasal 18 USC, Bab 2252A(a)(5)(B) dan 2252A(b)(2), yang melibatkan penyimpanan atau memiliki gambar-gambar eksplisit anak dengan maksud untuk didistribusikan atau konsumsi pribadi.
Tindakan-tindakan ini, ucap dia, menempatkan TJC dalam proses hukum di bawah yurisdiksi Pengadilan Distrik Selatan Lowa, Amerika Serikat. Pelaku memasuki wilayah Indonesia pada 4 Desember 2024. Pada 18 Desember 2024, Ditjen Imigrasi menerima informasi dari Kedutaan Besar Amerika Serikat bahwa paspor TJC telah dicabut sehingga statusnya tidak sah. Hal tersebut dikonfirmasi melalui surat Kedutaan Besar Amerika Serikat No. JAK.OCI.24.075, yang menjadi dasar Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perintah pencegahan dan pra penyidikan.
Yuldi berujar akan terus meningkatkan pengawasan terhadap orang asing di Indonesia, khususnya yang terindikasi terlibat dalam kejahatan internasional. “Kami memastikan bahwa Indonesia tidak menjadi tempat berlindung bagi pelaku kejahatan lintas negara," tuturnya.