Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Terdakwa perkara korupsi timah Suwito Gunawan alias Awi buka suara atas kasus yang menimpanya hingga divonis delapan tahun penjara dan diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar dan uang pengganti Rp 2,2 triliun. Melalui pesan video yang diunggah kuasa hukumnya, Andi Kusuma, di aplikasi Tiktok, Selasa, 14 Januari 2024, Awi memberi pesan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan memberi keadilan dengan alasan dia tidak melakukan semua hal yang dituduhkan oleh Kejaksaan Agung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tempo sudah menghubungi Andi Kusuma dan diizinkan mengutip keterangan Awi dari akun Tiktok miliknya DR. ANDI KUSUMA, SH.,M.Kn.,CTL. Andi Kusuma merupakan advokat yang melaporkan saksi ahli perkara korupsi timah, Bambang Hero, ke Polda Bangka Belitung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam video tersebut, Awi mengatakan kerja sama dengan PT Timah Tbk sudah dijalankan sesuai mekanisme dan aturan yang termuat didalam kontrak kerja sama sehingga dia tidak terima jika dihukum atas hal yang tidak dilakukan.
"Saya dijatuhkan hukuman delapan tahun ditambah dengan uang pengganti untuk hal yang tidak saya lakukan. Tidak ada sama sekali saya mengambil atau mengkorupsi uang seperti yang dituduhkan," ujar dia
Awi menuturkan kerja sama dengan PT Timah hanya untuk peleburan dan bukan kerja sama pertambangan. Pasir timah yang dikirim ke smelter PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), kata dia, berasal dari hasil tambang masyarakat dan mitra kerja PT Timah.
"Saya tidak pernah melakukan penambangan dalam kerja sama tersebut. Semua hasil penglogaman sudah dikembalikan ke PT Timah dan dijual atau diekspor sendiri oleh PT Timah," ujar dia.
Menurut Awi, keberadaan perusahaan berbentuk CV yang terkait dengan PT SIP adalah untuk memenuhi kewajiban yang diminta oleh PT Timah dalam rangka membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPH). Dia mengklaim semua kewajiban negara seperti pajak air, jaminan reklamasi, iuran tetap (landrent) hingga Pajak Bumi Bangunan (PBB) sudah dibayar.
"Semua harus dibayar kalau kami melakukan penambangan dan seharusnya PT Timah ada juga. Kenapa saya yang harus dibebankan ganti rugi ke negara dari pembelian pasir timah dan penglogaman yang itu sudah jelas-jelas ada di PT Timah? Pasir timah yang sudah dilebur jadi logam sudah diambil dan dijual lagi oleh PT Timah. Hasil audit yang saya lihat PT Timah justru mendapat keuntungan dari itu," ujar dia.
Awi juga membantah adanya info mengenai eks Kapolda Bangka Belitung almarhum Brigadir Jenderal Syaiful Zachri terkait menginisiasi dan mengelola dana Corporate Social Responsibility (CSR) sebesar USD 500 per ton balok timah. "Sepengetahuan saya itu merupakan inisiatif dari Harvey Moeis dan eks Gubernur Bangka Belitung (Erzaldi Rosman). Bukan Kapolda. Tuduhan itu fitnah karena Kapolda tidak pernah membicarakan hal itu. Apalagi soal keuangan. Beliau orang baik dan tidak pernah lupa menjalankan ibadahnya," ujar dia.
Awi meminta Presiden Prabowo Subianto turun tangan memberikan keadilan dan membuka titik terang perkara tersebut. "Semua orang hanya bicara soal Rp 300 triliun. Tetapi mereka tidak tahu bahwa itu adalah perhitungan prank, ujar dia.