Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mutasi yang dilakukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di akhir tahun 2024 tidak cukup untuk menyelesaikan masalah pelanggaran berat yang melibatkan sejumlah anggota kepolisian. Hal itu disampaikan Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Menurut Fickar, bagi pelanggaran serius seperti penembakan atau pemerasan, langkah yang tepat adalah pemecatan dan proses pidana, bukan sekadar mutasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Bagi pelanggaran yang berat seperti menembak atau memeras Warga Negara Asing (WNA), ini sudah membuat malu dan merusak citra kepolisian. Menurut saya, lebih bagus dihukum diberhentikan dan diproses pidana,” kata dia saat dihubungi, Selasa, 31 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fickar menilai mutasi tidak efektif dalam menanggulangi pelanggaran yang mencoreng citra Polri. Ia menekankan pemberhentian dan tindakan hukum lebih menunjukkan keseriusan Polri dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik.
Sejumlah mutasi yang dilakukan oleh Kapolri akhir tahun ini memang berkaitan dengan upaya memperbaiki kinerja institusi kepolisian. Dari 734 personel yang dimutasi, beberapa di antaranya adalah anggota yang terlibat dalam kasus hukum yang cukup mencolok. Namun, bagi para pengamat hukum, mutasi bukanlah langkah yang cukup memadai untuk memberikan efek jera, apalagi jika pelanggaran yang dilakukan tergolong berat.
Fickar mengingatkan selain mutasi, Polri perlu melakukan evaluasi internal yang lebih mendalam dan menyeluruh terhadap anggota yang terlibat dalam pelanggaran berat. Apabila Polri tidak tegas dalam penegakan hukum terhadap anggotanya yang melanggar, menurutnya publik akan semakin kehilangan kepercayaan terhadap institusi ini.
Mutasi yang dilakukan Polri ini, meski sebagian bertujuan untuk memperbaiki kinerja dan pengawasan internal, tetap menuai kritik dari berbagai kalangan yang mengharapkan sanksi yang lebih tegas bagi pelaku pelanggaran berat. Ke depannya, penegakan hukum yang adil dan transparan akan menjadi kunci bagi Polri untuk mempertahankan integritas dan citra positif di mata publik.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memutasi 734 anggota Polri pada Ahad, 29 Desember 2024. Keputusan mutasi polisi tersebut tertuang dalam empat surat telegram (TR) Kapolri. "Terdapat 4 ST mutasi pada tanggal 29 Desember 2024," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko dalam keterangan tertulis pada Senin, 30 Desember 2024.
Secara rinci, ada 78 personel yang dimutasi berdasarkan Surat Telegram Polri Nomor ST/2775/XII/KEP./2024. Berikutnya, 352 personel dimutasi berdasarkan nomor ST/2776/XII/KEP./2024, sebanyak 244 personel berdasarkan ST/2777/XII/KEP./2024, dan mutasi 60 personel tercantum dalam ST/2778/XII/KEP./2024.
Dari 734 personel tersebut, beberapa di antaranya merupakan pejabat Kepolisian yang tengah menghadapi polemik. Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Donald Parlaungan Simanjuntak yang diduga terseret kasus pemerasan penonton Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 dimutasi menjadi Analis Kebijakan Madya di Satuan Pembinaan Masyarakat (Binmas) Badan Pemelihara Kemanan (Baharkam) Polri. Sedangkan Wadirresnarkoba Polda Metro Jaya AKB Faisal Febrianto dimutasi menjadi Penyidik Madya Bareskrim Polri.
Keduanya dimutasi di tengah pengusutan dugaan pemerasan penonton DWP 2024 asal Malaysia. Selain itu, ada Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar dimutasi menjadi Kalemkonprofpol waketbidkermadianmas STIK Lemdiklat Polri. Ia dimutasi usai terjadi kasus penembakan siswa SMK 4 Semarang oleh anak buahnya, Aipda Robig Zaenudin.
Pilihan Editor: Akhir Tahun, Kapolri Mutasi 734 Personel