Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

DPR RI: Tak Seharusnya Guru Honorer Supriyani Dipidana

DPR RI, Rudianto Lallo, berpendapat bahwa kasus Supriyani, guru honorer dari Konawe bisa selesai melalui restorative justice

28 Oktober 2024 | 16.16 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Massa pekerja honorer K2 DKI Jakarta melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur DKI, Rabu, 26 September 2018. Tuntutan utama yang disuarakan para pekerja K2 adalah meminta surat keputusan Gubernur. Selama ini, status mereka tidak jelas, apakah termasuk kategori pegawai tidak tetap (PTT) atau bukan. Honorer K2 Jakarta hanya dijadikan pekerja harian lepas (PHL). Padahal beban kerja honorer K2 sama seperti PTT, bahkan setara PNS. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus Supriyani, seorang guru honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, menjadi sorotan publik setelah laporan dugaan penganiayaan terhadap muridnya. Kontroversi ini menarik perhatian berbagai pihak,

Dilansir Antara, anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo, berpendapat bahwa penerapan keadilan restoratif (restorative justice) patut dipertimbangkan untuk Supriyani.

Rudianto Lallo menekankan bahwa dengan berkas perkara sudah berada di Pengadilan Negeri Andoolo, konsep restorative justice dapat diterapkan.

"Ketika berkas perkara atas nama Ibu Supriyani sudah sampai di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo dan akan dilakukan pemeriksaan di tingkat pengadilan, maka di sinilah menurut saya konsep restorative justice atau keadilan restoratif bisa diluruskan dan diterapkan oleh majelis hakim PN Andoolo yang menangani dan mengadili perkara Ibu Supriyani," kata Rudi, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Rudianto menyatakan bahwa Supriyani tidak seharusnya ditangani di ranah pidana, terlebih mengingat bahwa kasus ini berkaitan dengan dugaan penganiayaan ringan.

"Karena muaranya kasus Ibu Supriyani itu di pengadilan maka di sinilah paling tepat langkah restorative justice diterapkan oleh majelis hakim PN Andoolo untuk Ibu Supriyani," ucapnya.Dia mengapresiasi penangguhan penahanan yang telah diberikan oleh PN Andoolo dan Kejari Andoolo, menilai bahwa keterlibatan negara dalam kasus seperti ini seharusnya tidak berlebihan.

Dukungan terhadap pendekatan restorative justice juga datang dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas). Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, menyatakan bahwa penyelesaian melalui jalan damai masih menjadi opsi terbaik. Dia menegaskan bahwa upaya mediasi telah dilakukan sebanyak tiga kali, namun tidak berhasil mencapai kesepakatan. “Kami berharap komunikasi yang konstruktif dapat dilakukan agar tidak ada konflik berkepanjangan,” katanya.

Poengky juga menanggapi isu-isu yang beredar mengenai dugaan kriminalisasi Supriyani dan mengonfirmasi bahwa penahanan dilakukan oleh jaksa, bukan penyidik kepolisian. Dia menepis tuduhan bahwa keluarga korban meminta uang damai dan menegaskan bahwa informasi tersebut tidak terbukti.

Supriyani adalah seorang gunur honorer yang dilaporkan ke Polsek Baito pada tanggal 26 April 2024. Guru di SDN 4 Baito, Desa Wonua Raya, Kecamatan Baito, Kabupaten Konawe Selatan itu menghukum muridnya.

Upaya mediasi tidak mencapai kesepakatan sehingga penanganan laporan tersebut ditingkatkan ke tahap penyidikan. Polisi menetapkan Supriani menjadi tersangka pada 3 Juni 2024. Setelah penyidikan rampung, penyidik menyerahkan berkas perkara dan tersangka ke kejaksaan pada 16 Oktober 2024. Kejaksaan menahan Supriyani dengan alasan untuk mempercepat proses pelimpahan ke pengadilan.

Dilansir dari Teras.id, peristiwa itu bermula saat orang tua siswa menemukan luka di bagian tubuh anaknya yang masih duduk di kelas satu SD. Orang tua korban yang merupakan seorang polisi berpangkat AIPDA menduga luka itu diakibatkan oleh seorang guru bernama Supriyani. 

Kepala SDN 4 Baito, Sanali, menyampaikan, salah satunya stafnya, Supriyani menghukum seorang siswa kelas satu, namun menurut pengakuan para guru lainnya dan teman-teman korban Supriyani tidak melakukan penganiayaan. “Tidak pernah ada kejadian Ibu Supriyani menganiaya siswa. Guru-guru lain juga sudah memberikan kesaksian, kenapa tiba-tiba ditangkap,” sebut Sanali seperti dilansir dari Antara.

Selain itu, sanali juga mengatakan ada informasi bahwa siswa bersangkutan sempat mengalami jatuh saat di sekolah. “Informasi awal yang kami dapat, anak itu jatuh di selokan. Namun tiba-tiba saja mengaku dipukul sama ibu guru (Supriyani), luka di paha bagian dalam,” ucapnya.

Setelah Supriyani dilaporkan ke polisi, jalan damai sebelumnya sempat ditempuh dengan mendatangkan sejumlah pihak termasuk pemerintah setempat untuk mediasi. Pada saat mediasi pihak Suryani diminta untuk membayar denda  Rp 50 juta. Namun, pihak sekolah hanya menyanggupi Rp 10 juta, karena tidak menemui jalan damai akhirnya kasus hukum Supriyani dilanjutkan dan ia langsung ditahan. Pihak kepolisian juga meningkatkan status ke penyidikan, serta melimpahkan kasus tersebut kepada pihak kejaksaan atau P21.

Melansir dari Antara, Kepolisian Resor (Polres) Konawe Selatan menyebut bahwa penanganan kasus dugaan penganiayaan yang dilakukan oleh guru Supriyani terhadap siswa SDN 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel) berinisial D, telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur atau SOP.

ELLYA SYAFRIANI | ANTARA | TIARA JUWITA | TERAS.ID

Pilihan Editor: Mendikdasmen Sebut Tidak Semua Guru Akan Terima Kenaikan Gaji 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus