Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi sempat memberi harapan kepada publik akan peningkatan pemberantasan korupsi di masa awal ia menjabat saat melibatkan KPK menelusuri rekam jejak calon menteri. Namun, semua itu berubah. “Dia diduga berubah sejak banyak pemimpin partai koalisi pemerintah menjadi incaran KPK,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo, bercerita Jokowi pernah memintanya menghentikan penyidikan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik yang menjerat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto pada Agustus 2017. Setya juga menjabat Ketua Umum Partai Golkar yang masuk koalisi pemerintahan Jokowi. “Intervensi itu merusak muruah KPK sebagai lembaga independen,” ucap Agus.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di periode kedua Jokowi, KPK kian melemah. Mulai dari terpilihnya Firli Bahuri sebagai ketua dan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mantan Ketua Wadah Pegawai KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai pelemahan KPK sudah mulai terasa saat isu kelompok Taliban menyeruak. Puncaknya adalah pemecatan 52 pegawai KPK lewat tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dimotori Firli Bahuri. TWK dituding merupakan cara sejumlah pihak menendang pegawai KPK yang kritis. “Bagaimanapun, Jokowi ikut mendukung revisi Undang-Undang KPK dan menyetujui proses TWK,” tuturnya.
Belakangan, Mohammad Mahfud Md. mengakui adanya patgulipat di balik revisi Undang-Undang KPK. Selain itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan kekhawatirannya mengenai masalah loyalitas di tubuh KPK.
Simak selengkapnya di Majalah Tempo Edisi Khusus 10 Tahun Jokowi yang terbit pekan ini.
Baca Laporan Eksklusif Majalah Tempo Edisi 10 Tahun Jokowi: Pemberantasan Korupsi Era Jokowi