Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Berita Tempo Plus

Gara-gara lupa "kala hitam"

Mahkamah militer ii-09 bandung menyidangkan koptu sujana & memvonis 14 bulan penjara. sujana naik banding. sujana menembak mati serda beny rubiyandi di pos penjagaan di dili. ia tak sengaja menembak.

2 September 1989 | 00.00 WIB

Gara-gara lupa "kala hitam"
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
DI suatu malam, di sebuah pos penD jagaan di perbukitan Lacur Los Palos, Dili, Timor Timur, suasana sepi. Kecuali petugas piket, para prajurit, yang bertugas di situ, telah terlelap di sebuah barak sementara (bivak). Sebuah lampu minyak tak cukup untuk menerangi barak itu. Suasana terasa mencekam karena daerah pinggir Kota Dili ini memang belun sepenuhnya aman dari gerombolan Fretilin. "Brak", tiba-tiba sebuah buntalan terjatuh mengenai kepala Kopral Satu Sujana, yang baru beberapa menit pulas sehabis berjaga bersama Sersan Dua Beny Rubiyandi. Dengan gugup, Sujana segera bangkit sambil menyambar senapan M-16. Samar-samar, ia melihat sesosok tubuh melompat ke pintu bivak. Tanpa dikomando lagi, dari atas dipannya, Sujana mengokang senjata, dan memuntahkan pelurunya. "Dor, Dor". Hanya dengan dua tembakan sosok itu terjungkal. Maklum, jarak tembak sasaran itu cuma sekitar tiga meter. Tembakan beruntun itu tentu saja mengagetkan dua petugas jaga malam, Sersan Dua Wahyudin dan Prajurit Satu Rendiyanto. Mereka langsung menghambur ke dalam bivak. Betapa kagetnya mereka menjumpai Serda Beny terkapar. "Koptu Sujana, yang kau tembak itu teman sendiri. Ia Serda Benny," teriak Serda Wahyudin. Mendengar bahwa korban adalah rekan sendiri, Sujana kontan lemas. "Saya gemetaran begitu tahu bahwa yang saya tembak Sersan Beny," kata Sujana, bekas komandan Pucuk II senjata mesin ringan Yonif 312/Kala Hitam Subang, Jawa Barat, itu. Beny segera dilarikan ke Rumah Sakit Wira Husada, Dili. Tapi karena kehabisan darah, ia meninggal keesokan harinya. Sebuah peluru ternyata merobek pinggang kanan menembus perut bagian kanan atas, dan sebuah lainnya menghajar panggulnya. Peristiwa naas, pada 24 Desember 198, itu baru-baru ini disidangkan Mahkamah Militer II-09 Bandung. Di sidang, Kopral Satu Sujana, 30 tahun, mengaku tak sengaja menembak atasannya. "Saya tak punya dendam pada Sersan Beny. Saya tak punya masalah apa-apa sebelumnya dengan Almarhum," katanya di persidangan. Tapi Oditur Mayor CHK Supardi tetap menyalahkan Sujana dan menuntutnya 5 bulan penjara. Sebab, bila memang Sujana, pada malam itu, mencurigai Benny sebagai "musuh", mestinya, sebelum menembak, ia meneriakkan kata sandi: "kala." Bila teguran itu mendapat jawaban "hitam", itu berarti teman. Sujana memang mengaku tak menyebut "kala" ketika itu. "Sebab, saya memang sering gugup dan gemetaran bila menghadapi musuh," kata bujangan, yang bertubuh kecil dan berkulit kehitaman ini. Bekas komandannya di pos Lacur Los Palos, Wahyudin, yang kini berpangkat Sertu., membenarkan Sujana suka gugup. "Dia memang sering gemetaran," kata Wahyudin. Majelis hakim, yang diketuai Kolonel CHK M.M. Ginting, meragukan penyesalan Sujana. Sebab, Sujana tak ikut membantu menggotong tubuh Beny setelah mengetahui korban adalah rekannya sendiri. Selain itu, ia tak pernah meminta maaf kepada keluarga korban. Karena itu, di akhir persidangan, Jumat pertengahan bulan lalu, menjelis menaikkan hukuman Sujana menjadi 14 bulan penjara. Sujana, pekan lalu, lewat penasihat hukumnya, N. Pandjaitan, menyatakan banding atas vonis itu. "Hukuman itu terlalu berat," kata N. Pandjaitan. Sebab, katanya, prajurit yang bertugas sejak 1978, dan pernah mendapat penghargaan Satya Lencana Seroja -- karena keberaniannya bertempur di Timor Timur -- itu. selain tak sengaja sudah mengemukakan penyesalannya. "Saya malu, kalau keluarga saya menuduh saya pembunuh," kata Sujana kepada TEMPO.Widi Yarmanto & Hedy Yarmanto (Biro Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum