ISTRI mengkhianati suami soal biasa. Tapi yang dilakukan Cicilia Yulianti atau I Mie Kien, 29 tahun, lebih dari itu. Ia juga terbukti mendalangi pembantaian suaminya, Hoo Toaw Ting atau In Teng, 34 tahun, untuk menutupi hubungan gelapnya dengan ayah tirinya sendiri. Sabtu dua pekan lalu, perempuan berwajah bulat, berkulit kuning, dengan rambut lurus sebahu itu divonis Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur, 15 tahun penjara. Menurut majelis hakim, Mie Kien terbukti, dengan imbalan uang, menyuruh dukun langganannya, Djais Trisnomulyono, 50 tahun -- juga divonis 15 tahun penjara -- menyudahi In Teng, seorang pedagang palawija yang sukses. Wanita itu pula yang merancang skenario dan ikut menyaksikan jalannya pembantaian. Setelah itu, lihainya, selama dua tahun ia berhasil merahasiakan bau busuknya itu. Semua itu dilakukannya, konon, karena ia takut suaminya akan mencium hubungan gelapnya dengan Tan Bing Hien -- bukan nama sebenarnya -- yang terhitung "ayah tirinya" sendiri (teman kumpul kebo ibunya). Sejak menikah 1982, pasangan In Teng dan Mie Kien selalu cekcok. Keluarga In Teng dari semula tak setuju pernikahan itu. Sebab, ketika itu Mie Kien sudah hamil 5 bulan -- dan diduga keras itu bukan buah Toaw Ting. Sampai dua anak lahir, ribut-ribut pasangan itu tak kunjung selesai. Mie Kien punya dalih sendiri tentang sumber percekcokan itu. "Saya sering dipukuli, disiksa. Uang belanja pun saya tak diberi, jadi saya sakit hati," tuturnya. Tapi, menurut keluarga mendiang, sumber percekcokan itu adalah terciumnya hubungan gelap antara Mie Kien dan Tan Bing Hien, oleh In Teng. Padahal, hubungan gelap itu, konon, sudah berlangsung sejak Mie Kien belum kawin dan masih tinggal di rumah ibunya, Juliati. Puncak ribut-ribut itu adalah keputusan Mie Kien menghabisi suaminya. Untuk itu, ia mengontak Djais Trisnomulyono di Dukuh Jambon, Pakis Kembar, sekitar 20 km dari Malang. Pada TEMPO, Djais mengaku mulanya ia menolak rencana keji itu. Tapi akhirnya ia luntur karena tergiur imingiming bonus Rp 4,5 juta. Pada 11 Februari 1986, Mie Kien mengajak suaminya ke Batu -- 18 km dari Malang -- untuk menjenguk len Tan Lan, istri Djais yang tak lain adalah kakak Mie Kien. Mereka menumpang minibus yang dikemudikan Suparlan, dengan kenek Sukri Laksana. Bersama Tan Lan, mereka melanjutkan perjalanan ke Karangploso antara Batu dan Malang. Di perjalanan itu, Mie Kien, yang semula duduk di jok tengah bersama suaminya, tiba-tiba minta pindah ke depan. Rupanya, itulah isyarat agar eksekusi dilaksanakan. Mendadak Sukri menjerat leher In Teng dengan tali plastik. "Lalu saya kepruk bagian belakang kepalanya dengan dongkrak," ujar Budiarto pada TEMPO. Disaksikan istrinya, pedagang palawija itu langsung tewas di mobil itu. Begitu suaminya tewas, Mie Kien langsung memberi Djais uang kontan Rp 4,5 juta, Suparlan dan Sukri kebagian Rp 1,5 juta, dan si tukang kepruk Budiarto Rp 1,3 juta. Setelah itu, Mie Ken turun dari kendaraan dan naik bis balik ke Surabaya. Djais dan komplotannya kemudian membuang mayat In Teng di sebuah sumur tua dekat rumahnya di Dukuh Jambon. Agar tak berbau, mereka memasukkan sekuintal kapur dan minyak tanah ke dalam sumur kering itu. Hebatnya, selama dua tahun Mie Kien berhasil merahasiakan "kepergian" suaminya. Kepada kenalannya, ia mengaku suaminya pulang ke Cina. Tapi, kepada polisi yang mengusut hilangnya In Teng. Mie Kien malah menawarkan hadiah motor dan kulkas bila polisi berhasil menemukan suaminya. Tapi, serapi apa pun Mie Kien menyimpan kejahatan, toh bau busuk itu tercium juga. Masyarakat Pakis Kembar, Oktober 1988, mengusut Djais, karena dukun itu dianggap penduduk menggelapkan uang pendaftaran pemasangan listrik warga. Ketika itulah seorang warga, Wori, melapor ke balai desa bahwa anaknya pernah disuruh Djais mencuci mobil minibus berlumur darah. Ketika itu, Djais membayar uang tutup mulut sampai Rp 200 ribu. Dari sanalah kasus yang hampir dilupakan orang itu terbongkar. Benarkah Mie Kien sekejam itu? Wanita itu membantah. "Djais yang merencanakan. Saya dimintai Rp 9 juta. Kalau saya tidak memberi, suami saya akan dibunuhnya dan saya akan diperkosanya. Sebenarnya, saya mau lari ke luar negeri menghindari ancaman Djais, tapi tak punya uang," ujar Mie Kien setelah vonis jatuh. Sebaliknya Djais menyerang balik Mie Kien. "Otak pembunuhan itu Mie Kien, karena suaminya punya simpanan uang di bank. Saya hanya diminta menyediakan sopir dan lainnya. Saya benar nggak tahu rencana keji itu. Ini musibah bagi saya," ujar Djais Trisnomulyono, yang punya istri tiga ini .Toriq Hadad dan Wahyu Muryadi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini