Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Proses gelar perkara kematian Afif Maulana, bocah 13 tahun yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji pada Juni 2024, menuai kritik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang selaku kuasa hukum keluarga korban.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka menilai gelar perkara yang dilakukan Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) tidak transparan dan minim akuntabilitas. Namun, Kabid Humas Polda Sumbar Komisaris Besar Dwi Sulistyawan menegaskan bahwa mekanisme tersebut sudah sesuai prosedur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Memang mekanisme seperti itu, di termin pertama pelapor diminta untuk memberikan informasi selengkap-lengkapnya terkait dengan kejadian yang dilaporkan, sedangkan untuk termin kedua pelapor tidak dilibatkan," kata Dwi kepada Tempo saat dihubungi Kamis, 2 Januari 2025.
Gelar perkara khusus kasus ini berlangsung pada Selasa, 31 Desember 2024. Dalam termin pertama, penyidik memaparkan langkah-langkah penyelidikan, termasuk olah tempat kejadian perkara (TKP), pemeriksaan saksi, dan hasil autopsi. Sementara pada termin kedua, proses berlangsung secara internal tanpa melibatkan keluarga korban maupun kuasa hukum.
Dwi menjelaskan, sesi kedua gelar perkara khusus itu merupakan ranah internal kepolisian yang kegiatannya diawasi oleh pengawas dari Inspektorat Pengawasan Daerah (Itwasda) serta Divisi Profesi dan Pengamanan atau Propam Polda Sumbar. Polda Sumbar mengklaim bahwa hal tersebut telah sesuai dengan aturan dari kepolisian.
Di sisi lain, LBH Padang menyebut mekanisme ini tidak mencerminkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. “Proses gelar perkara termin pertama tidak transparan. Penyidik tidak menjelaskan hasil temuan CCTV, pemeriksaan ahli forensik, dan dugaan penyiksaan terhadap korban,” kata Adrizal, pengacara publik LBH Padang, dalam keterangan tertulisnya, Rabu.
Selain itu, LBH Padang menyoroti penghentian penyelidikan kasus ini yang dinilai tidak mendalami dugaan penyiksaan terhadap Afif Maulana. “Proses BAP hanya berfokus pada dugaan tawuran dan ajakan melompat. Dugaan penyiksaan tidak diselidiki lebih dalam,” ujar Adrizal.
Polda Sumbar menjelaskan bahwa penghentian penyelidikan dilakukan karena tidak terpenuhinya unsur-unsur pidana dalam kasus ini. Namun, keluarga korban dan kuasa hukum mempertanyakan keputusan tersebut. “Seharusnya temuan dan alat bukti menjadi substansi pembahasan dalam gelar perkara,” ujar Alfi Syukri, kuasa hukum korban.
LBH Padang bersama keluarga korban kini mengajukan sengketa informasi untuk mendapatkan dokumen autopsi dan ekshumasi yang dianggap penting untuk mengungkap fakta kematian Afif Maulana. Mereka berharap dokumen tersebut dapat memberikan kejelasan lebih lanjut atas kasus yang dianggap penuh kejanggalan ini.