Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Peduli Perempuan menggelar unjuk rasa pada kegiatan 16 Hari Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan (HAKTP) saat Car Free Day di Kota Padang pada Minggu, 8 Desember 2024. Para aktivis memulai kegiatan 16 HAKTP dengan melakukan long march dan menyampaikan orasi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka membawa sejumlah poster tentang hak-hak perempuan dan kekerasan terhadap perempuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Nurani Perempuan Women’s Crisis Center, Rahmi Meri Yenti, mengatakan ada sebanyak 547 kasus kekerasan seksual dilaporkan sejak 2015 hingga November 2024. Jenis kekerasan yang terjadi meliputi pemerkosaan, pelecehan seksual, kekerasan berbasis elektronik, dan eksploitasi seksual.
Data ini menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku kekerasan seksual adalah orang yang dikenal oleh korban, termasuk dari lingkungan terdekat seperti rumah, yang seharusnya menjadi tempat aman.
"Situasi ini bertentangan dengan nilai-nilai adat Minangkabau yang menjunjung tinggi perempuan dalam sistem matrilineal dan filosofi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), " kata Meri saat diwawancarai Tempo pada Minggu, 8 Desember 2024.
Kenyataan ini menunjukkan krisis kekerasan seksual di Sumatera Barat. Korban tidak hanya perempuan dewasa, tetapi juga anak-anak perempuan dan laki-laki. Selain itu, penanganan dan pemulihan korban masih jauh dari optimal.
Menurutnya, setelah Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) disahkan pada April 2022, Nurani mencatat belum ada kasus kekerasan seksual di Sumatera Barat yang diproses menggunakan UU tersebut.
"Aparat penegak hukum masih cenderung menggunakan UU Perlindungan Anak atau UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," katanya.
Kendala utamanya, kata Meri, adalah belum tersosialisasikannya UU TPKS secara masif dan minimnya regulasi turunan yang menjadi acuan implementasi. Hingga kini, dari tujuh aturan turunan yang diamanatkan, baru tiga yang disahkan, yakni Perpres Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Terpadu, Perpres Nomor 55 Tahun 2024 tentang Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), serta PP Nomor 27 Tahun 2024 tentang Koordinasi dan Pemantauan Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan Seksual.
Dia berharap, dengan disahkannya Perpres Nomor 9 Tahun 2024, kapasitas aparat penegak hukum dan tenaga layanan dapat meningkat, sehingga penanganan kasus kekerasan seksual menjadi lebih optimal dan komprehensif. "Kami juga mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan aturan turunan lainnya agar implementasi UU TPKS berjalan efektif dan memberikan keadilan serta perlindungan bagi korban," ujarnya.