Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dua laporan polisi terhadap Pendeta Gilbert Lumoindong telah masuk di Polda Metro Jaya. Gilbert dilaporkan atas tuduhan peninstaaan agama atas ceramahnya yang menyinggung ibadah umat Muslim.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan menyebut seharusnya polisi mengabaikan dan tidak menindaklanjuti laporan tersebut. Dia nengatakan laporan polisi menggunakan pasal penodaan agama dalam KUHP selama ini menjadi instrumen untuk mengkriminalisasi kelompok minoritas secara jumlah, sosiokultural, dan lemah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, dia juga menganggap pasal penodaan agama tidak relevan di Indonesia yang menerapkan tata kebhinekaan. “Penerapannya tidak adil, dan alat gebuk bagi siapa pun yang berani menyinggung atau sekadar berbeda dengan selera yang mayor atau banyak,” kata Halili Halili saat dihubungi, Selasa, 23 April 2024.
Meski demikian dia menyebut dalam KUHP baru sebenarnya tidak lagi mengenal pidana atas penodaan agama yang cenderung karet dan melayani selera pemeluk agama mayoritas. Halili menyarankan agar polisi memfasilitasi penyelesaian masalah tersebut dengan pendekatan di luar pengadilan atau jalur hukum.
“Kalau polisi akan memfasilitasi penyelesaian yang dikenal dengan restorative justice, apalagi pendeta Gilbert sudah minta maaf,” kata Halili. Dia menyebut langkah ini lebih tepat daripada menjadi alat kelompok konservatif agama untuk mengkriminalisasi Gilbert.
Halili mengatakan pelaporan soal penistaan agama sebagian besar akan bebas bila tak ada tekanan massa. Namun, dia menilai dalam jamak kasus pelaporan penodaan agama selalu disertai tekanan massa.
“Termasuk massa digital atau netizen. Ada kecenderungan trial by mob, pengadilan oleh kerumunan,” kata Halili.
Gilbert dilaporkan oleh Ketua Kongres Pemuda Indonesia atau KPI Jakarta ke Polda Metro Jaya pada 19 April 2024. Kemudian ada juga laporan dari pengacara Farhat Abbas.
Gilbert Minta Maaf dan Kunjungi Beberapa Tokoh Agama
Pendeta Gilbert Lumoindong mengklaim video berdurasi 42 detik itu telah dipotong dan mengaburkan penjelasan lengkapnya di gereja.
Gilbert dalam video yang beredar menyinggung ibadah umat Islam, salah satunya soal zakat. Dia membandingkan umat kristen harus membayar 10 persen, sedangkan umat Islam hanya membayar 2,5 persen. Selain itu, dia juga menyinggung cara salat umat Islam.
“Saya tidak ada niat, saya mencintai umat Muslim. Saya minta maaf atas segala yang dianggap kesalahan dan kegaduhan,” kata Gilbert usai menemui Majelis Ulama Indonesia, seperti yang Tempo pantau dalam Youtube MUI pada Ahad, 21 April 2024.
Gilbert juga menemui Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla alias JK pada Senin, 15 April kemarin. Usai dari JK, esok harinya Gilbert juga menyambangi Kantor Majelis Ulama Indonesia untuk meminta maaf dan mengklarifikasi videonya yang viral itu.
Sementara itu, Ketua MUI Bidang Kerukunan Umat Beragama Yusnar Yusuf mengatakan Gilbert telah meminta maaf atas ceramah yang telah menyulut kemarahan masyarakat itu. Dia menyebut, Gilbert telah berjanji tak akan mengulangi kesalahan tersebut.
"Dia telah berjani tidak akan membandingkan ibadah yang dilakukan umat Islam dengan ibadah lainnya," kata Yusnar.