Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyarankan orang tua mendampingi anak ketika berkomunikasi dengan orang asing di dunia maya, termasuk game online Free Fire.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Anak-anak harus dibekali pengetahuan ketika menggunakan internet, media sosial, termasuk aplikasi game online,” kata Komisioner KPAI Retno Listyarti dalam keterangannya, Rabu, 1 Desember 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Retno mengaku prihatin atas kasus kejahatan siber yang menimpa anak-anak usia 9-11 tahun dari aktivitas menggunakan game online. Sebab, game tersebut memungkinkan pelaku dapat mengakses nomor ponsel atau WhatsApp anak korban.
Menurut Retno, kekerasan seksual pada anak terjadi karena anak adalah pihak yang tidak berdaya, rentan menjadi korban manipulasi oleh iming-iming pelaku. Anak juga masih membutuhkan orang dewasa untuk mengarahkan dan mengambil keputusan.
Dalam kasus game Free Fire, Retno mengatakan bahwa pelaku mengiming-imingi korban dengan 500-600 diamond yang nilainya sekitar Rp 100 ribu jika korban bersedia foto telanjang. Diamond adalah alat transaksi dalam game untuk meningkatkan performa permainan.
Korban, kata Retno, sempat menolak ketika diminta foto telanjang. Namun, pelaku mengancam akan menghilangkan akun game korban, sehingga korban tidak akan bisa main aplikasi tersebut. “Ini adalah modus pelaku, jika tidak bisa dibujuk maka anak-anak usia 12 tahun ke bawah biasanya akan diancam,” ujarnya.
Karena korban tidak menceritakan ancaman itu kepada orang dewasa di rumahnya, Retno menilai ancaman itu pun berhasil dijadikan alat bagi pelaku. “Di sini lah pentingnya mengedukasi dan mebiasakan anak berani berbicara,” kata dia.
Badan Reserse Kriminal Polri sebelumnya menangkap pria 21 tahun berinisial S yang diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak. Pelecahan dilakukan dengan modus memberikan diamond game Free Fire.
Polisi menduga ada 11 anak perempuan berumur 9-17 tahun yang menjadi korban S. Para korban berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Empat anak sudah diketahui identitasnya dan sudah diperiksa. Masih ada 7 korban anak yang belum diketahui.