Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hukum

PN Surabaya menyatakan polda Ja-Tim bersalah karena menahan kembali mobil-mobil bukti perkara pencurian, padahal sudah diputuskan hakim, mobil-mobil itu harus kembali kepada pemiliknya. Polda Ja-Tim banding.

10 Desember 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN Negeri Surabaya, Selasa pekan lalu, menyatakan Polda Ja-Tim bersalah karena menahan kembali mobil-mobil bukti perkara pencurian, padahal sudah diputuskan hakim, mobil-mobil itu harus kembali kepada pemiliknya. Berdasarkan itu, majelis hakim, diketuai Abner Hutagaol, memerintahkan Polda agar menyerahkan kembali mobil tersebut dalam waktu 8 hari sejak putusan dibacakan. "Disertai pemutihan surat-suratnya," kata Abner. Selain itu, majelis menghukum Polda untuk membayar ganti rugi Rp 25 ribu per hari, per mobil, sejak penahanan itu dilakukan, 25 Mei lalu -- sampai vonis dibacakan, sekitar Rp 4,5 juta untuk setiap mobil. Perkara menarik ini bermula dari putusan pengadilan dalam perkara pencurian mobil. Seorang pemilik show room Elang Perkasa Motor, Daryanto Domo Sarono, 30 Maret lalu, dianggap hakim terbukti "menadah mobil-mobil curian, dan menjualnya dengan surat-surat palsu". Sebab itu, Daryanto divonis 10 bulan penjara. Selain itu, pengadilan memerintahkan agar 13 mobil barang bukti -- ketika itu cuma tinggal 9 buah -- dikembalikan ke pemilik terakhir. Kejaksaan, 25 Mei 1988, mengeksekusi vonis tersebut, dan menjemput mobil-mobil itu dari tahanan Polwiltabes Surabaya. Tapi baru saja mobil itu menyentuh jalan raya -- ditarik mobil derek -- polisi kembali menangkap dan menahan mobil-mobil tersebut. Sebab, menurut polisi, mobil itu tak dilengkapi surat yang sah ketika berada di jalan raya -- surat palsunya pun masih ditahan polisi. Usaha kesembilan pemilik mobil -- di antaranya, Nyonya Kadarwati Baginda, kebetulan, adik ketua MA Ali Said -- untuk memperoleh kembali mobil tersebut, gagal total. Padahal, Mahkamah Agung (MA), melalui surat bertanggal 21 Juni 1988, telah menyatakan mobil-mobil itu sah milik para penggugat. Bahkan, menurut MA, seharusnya Polda melakukan pemutihan surat-surat mobil itu, sesuai vonis hakim pidana. Akhirnya, melalui Pengacara Wijono Subagyo, para pemilik mobil menggugat Polda agar mengembalikan mobil tersebut. Selain itu, mereka menuntut ganti rugi Rp 25 ribu per mobil, per hari sejak mobil ditahan kembali, dan Rp 1 juta per orang untuk pencemaran nama baik. Persidangan perkara itu pun tak kalah menariknya. Sebab, secara mendadak, lima dari sembilan penggugat mencabut gugatannya. "Polisi meneror dan menekan penggugat, sehingga mereka ketakutan," kata Pengacara Wijono. Empat orang pengugat yang masih bertahan, termasuk Kadarwati, ketika itu, memang diusut polisi, dengan tuduhan melakukan penadahan -- bahkan diancam akan ditahan. Ketua MA Ali Said, terpaksa turun tangan. Dengan nota pribadi, 30 September lalu, Ali Said membantah adiknya melakukan penadahan. Menurut Ali Said, Kadarwati mendapat mobil Toyota Starlet -- barang bukti tersebut -- dari sebuah show room melalui proses tukar tambah dengan mobil Suzuki Carry-nya plus uang Rp 2 juta. Sebab itu, Ali Said meminta Polda tak menahan adiknya, dengan jaminan dirinya sendiri. (TEMPO, 15 Oktober 1988). Majelis hakim, ternyata, menganggap tindakan Polda menahan mobil-mobil itu sebagai perbuatan melawan hukum. Sebab, penahanan itu dilakukan Polda tanpa disertai surat penahanan ataupun surat tilang. Seharusnya, pihak Polda mengembalikan mobil-mobil itu, dan memutihkan suratnya sesuai vonis pengadilan pidana sebelumnya. "Pemutihan surat itu bisa pula dilakukan Polda dengan merujuk pada fatwa Mahkamah Agung, 21 Juni 1988 itu," kata majelis. Keempat pemilik mobil, tentu saja, puas atas putusan hakim tersebut. "Kini ada kepastian mobil saya bisa kembali," ujar Nyonya Kadarwati. Sebaliknya Polda, agaknya, menjadi "serba salahi". Vonis itu harus dilaksanakan dalam waktu 8 hari -- kalau tak ingin dendanya lebih membengkak. Padahal, untuk melakukan pemutihan surat itu, menurut sumber di Polda, pihaknya harus berkonsultasi lebih dulu dengan Kapolri. Mungkin, karena itu Kapolda Mayjen. Pol. Slamet Sidhik Perrnana tak banyak komentar. "Pokoknya, kami banding," ujarnya singkat. Hp.S. dan Jalil Hakim (Surabaya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus