Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat segera mengundurkan diri. Arief dinilai telah gagal menjaga kewibawaan MK terkait dengan lobi-lobi politik yang dilakukannya dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait dengan pemilihan hakim MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalau dalam permainan sepak bola, dua kali pelanggaran itu sudah kartu merah," kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo di kantornya, Jalan Kalibata Timur IV, Jakarta Selatan, Kamis, 25 Januari 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun mantan anggota Bawaslu, yang juga pelapor dugaan pelanggaran kode etik Arief Hidayat, Wahidah Suwaid, menyampaikan kekecewaannya terkait dengan putusan Dewan Etik MK, yang memutuskan Arief terbukti melakukan pelanggaran ringan. "Putusan Dewan Etik ini membuktikan MK tidak membuat standar yang tinggi terhadap etik," ujarnya di lokasi yang sama.
Menurut Wahidah, pelanggaran yang dilakukan Arief bukanlah pelanggaran ringan, melainkan pelanggaran berat. "Ada empat prinsip yang dilanggar, yakni independensi, ketidakberpihakan, integritas, dan kepantasan. Ini pelanggaran berat," ucapnya.
Sebelumnya, ICW pernah mendesak Arief segera mengundurkan diri terkait dengan operasi tangkap tangan terhadap hakim konstitusi, Patrialis Akbar.
Pada 2015, Arief juga telah berurusan dengan Dewan Etik ketika terlibat dalam kasus katabelece jaksa. Dewan Etik, yang saat itu dipimpin Abdul Mukthie Fadjar, menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Arief.
Arief terbukti memberikan katabelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono. Katabelece itu terkait dengan permintaan Arief kepada Widyo untuk memberikan perlakuan khusus kepada kerabatnya, yang menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri Trenggalek.
Arief Hidayat diduga melakukan lobi politik kepada anggota DPR terkait dengan pencalonan kembali dirinya menjadi hakim MK. Dalam laporan majalah Tempo, Arief diduga melobi pemimpin Komisi Hukum hingga pemimpin fraksi agar mendukungnya sebagai calon tunggal hakim konstitusi. Belakangan, Arief kembali diangkat menjadi hakim konstitusi.