Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Ini 2 Kasus yang Menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Ada dua kasus yang menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, apa saja?

22 Juli 2024 | 10.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kembali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat lalu, 19 Juli 2024. Kali ini, Hasto menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi di Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan atau DJKA Kemenhub Wilayah Jawa Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih atas nama Hasto Kristiyanto,” kata juru bicara (jubir) KPK Tessa Mahardhika dalam keterangan resmi pada Jumat, 19 Juli 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Tessa, pemeriksaan Hasto dilakukan dalam kapasitasnya sebagai konsultan. Hal tersebut sesuai dengan data administrasi kependudukan yang menyebutkan bahwa pekerjaan Hasto adalah seorang konsultan. Karena itu, Sekjen PDIP itu pun dipanggil KPK sebagai saksi atas kasus korupsi DJKA Kemenhub.

Hasto tak memenuhi panggilan penyidik KPK untuk menjalani pemeriksaan. Di kesempatan berbeda, Hasto menyatakan tak tahu dan tak terlibat dalam kasus korupsi itu. "Saya pribadi tidak ada sangkut pautnya dengan hal tersebut," kata Hasto di DPP PDIP Jakarta, Sabtu, 20 Juli 2024.,

Dengan dipanggilnya Hasto Kristiyanto dalam kasus rasuah itu, kini ada dua kasus korupsi yang menyeret politikus partai banteng tersebut. Sebelumnya, Hasto Kristiyanto juga dipanggil KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap Harun Masiku. 

Pada pemeriksaan itu, Hasto bahkan sempat bersitegang dengan para penyidik setelah ponsel dan buku catatannya disita. Berikut dua kasus yang menyeret Hasto Kristiyanto.

Kasus Korupsi DJKA Kemenhub

Kasus korupsi DJKA Kemenhub bermula dari operasi tangkap tangan KPK pada April 2023. KPK awalnya menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan pemberian suap proyek pembangunan dan pemeliharaan rel di Sumatera, Jawa dan Sulawesi. Enam dari 10 tersangka itu berperan sebagai pemberi suap. Sedangkan empat lainnya adalah penerima suap. 

Belakangan, jumlah tersangka bertambah menjadi 17 orang dan satu perusahaan. Salah satunya adalah Yofi Oktarisza yang pernah menjadi PPK BTP Semarang pada 2017 hingga 2021.

Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul “Siapa Saja Penikmat Duit Korupsi Proyek Rel Kereta Api”, sejumlah nama diduga menerima aliran dana dari duit haram tersebut. Salah satunya adalah seseorang yang diklaim sebagai kerabat dekat Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Dia adalah Wahyu Purwanto yang diduga turut menikmati uang suap itu.

Hal ini berdasarkan sejumlah fakta penting yang terungkap dalam persidangan dan salinan putusan Harno Trimadi, mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian. Dia adalah salah satu tersangka dalam kasus korupsi tersebut.

Dalam persidangan, Harno mengungkapkan mengenal Wahyu Purwanto setelah dikenalkan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Harno menuturkan, Menteri Budi kerap menitipkan kenalannya untuk menggarap proyek kereta api.

“Wahyu berpartisipasi memberikan Rp 100 juta,” kata Harno seperti tertulis dalam putusannya.

Adapun Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memeriksa Wahyu sebagai saksi pada Kamis, 30 November 2023 lalu. Nama Wahyu juga disebut Dion Renato, terdakwa kasus korupsi rel kereta api, dalam persidangannya pada 16 November 2023.

Saat itu, Dion menyebut tujuh nama yang disebut bisa membantu mendapatkan proyek di Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kemenhub. Mereka merupakan makelar yang disebut dengan istilah langitan. Salah satunya adalah Wahyu Purwanto.

Kasus Suap Harun Masiku

Sebelumnya, KPK memeriksa Hasto Kristiyanto pada Senin, 10 Juni 2024 lalu. Pemanggilan Hasto sebagai saksi ini dilakukan untuk menelusuri dugaan keterlibatan Sekjen PDIP itu dalam perkara dugaan suap yang menjerat kader partai Banteng, Harun Masiku, pada 2019 silam.

Majalah Tempo edisi 11 Januari 2020 pernah menelusuri dugaan keterlibatan Hasto Kristiyanto dalam perkara Harun Masiku. Dalam laporan berjudul Di Bawah Lindungan Tirtayasa, KPK disebut urung menangkap Hasto dalam kasus suap kepada bekas Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan meski telah memiliki bukti-bukti keterlibatan Politikus PDIP itu.  

Harun yang juga calon legislatif dari PDIP asal daerah pemilihan Sumatera Selatan I pada pemilihan umum 2019 nekat ingin lolos ke parlemen hanya memperoleh suara di urutan kelima. Ketika itu, PDIP ingin Harun menggantikan Nazarudin Kiemas, calon legislator peraih suara terbanyak, yang meninggal tiga pekan sebelum pencoblosan. Tapi sesuai aturan, KPU menetapkan Rizky Aprilia, peraih suara terbanyak kedua, sebagai calon anggota DPR.

Bekas Komisioner KPU Wahyu Setiawan ketika itu disebut diminta untuk meloloskan Harun ke parlemen dengan permintaan sejumlah uang. Wahyu disebut meminta uang Rp 50 juta kepada orang kepercayaannya di PDIP Agustiani Tio Fridelina. 

Uang ini bagian dari suap untuk Wahyu yang dititipkan Saeful Bahri kepada Agustiani pada 26 Desember 2019. Saeful menyerahkan Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura. Ia juga memberikan Rp 50 juta untuk Agustiani. 

Sumber fulus itu ternyata dari Harun. Ia menyerahkan sejumlah duit itu kepada anggota staf kantor PDIP, Riri, di kantor Hasto di Sutan Syahrir 12A. Duit kemudian berpindah tangan hingga ke Saeful. Setelah menerima duit Rp 850 juta itu, Saeful disebut melapor kepada Hasto. 

Wakil Ketua KPK saat itu, Lili Pintauli Siregar, mengatakan setelah dipotong untuk biaya kesekretariatan, uang di tangan Saeful tinggal Rp 450 juta yang kemudian diteruskan kepada Agustiani. 

Masih dalam laporan Majalah Tempo, sesungguhnya ini pembayaran kedua kepada Wahyu. Pada 16 Desember, Hasto diduga memberikan Rp 400 juta kepada Saeful lewat Donny Tri Istiqomah. Keesokan harinya, Saeful menukarkan sekitar Rp 200 juta menjadi Sin$ 20 ribu, lalu diberikan kepada Agustiani di Plaza Indonesia, Jakarta Pusat. 

Sorenya, Wahyu hanya mengambil Sin$ 15 ribu dari Agustiani saat mereka bertemu di Pejaten Village. Setelah diperiksa KPK, Saeful membenarkan bahwa sumber duit itu dari Hasto. “Iya, iya,” kata Saeful. 

 RADEN PUTRI

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus