Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pembantu Letnan Dua (purn) Dwi Singgih Hartono akan mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa terhadapnya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 13 Februari 2025. Pensiunan TNI AD itu didakwa telah memalsukan data calon debitur untuk pengajuan permohonan kredit BRIguna selama rentang 2016 hingga 2023, yang merugikan negara kurang lebih Rp 64,74 miliar.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Praktik tersebut dia lakukan ketika bertugas sebagai Juru Bayar dan Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai di Bekang Kostrad Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Kredit fiktif ini terjadi dalam dua perkara dan disidang pada hari yang sama. Perkara pertama terjadi di BRI Unit Menteng Kecil dengan empat orang terdakwa dan perkara kedua di BRI Cabang Cut Mutiah dengan tiga orang terdakwa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Apakah akan mengajukan keberatan atau eksepsi?" kata hakim ketua Suparman kepada para terdakwa usai pembacaan surat dakwaan.
Mulanya dalam sidang perkara pertama, seluruh terdakwa menyatakan tidak akan mengajukan eksepsi. Akan tetapi, dalam sidang perkara yang kedua, pengacara Singgih menyatakan akan mengajukan eksepsi atas dakwaan tersebut.
Alasannya karena pengacara Singgih tidak hadir pada sidang pertama. Oleh karena itu, pengacara mengajukan eksepsi atas kedua dakwaan, baik yang di Cabang Menteng Kecil maupun Cut Mutiah.
"Apakah kami bisa mengajukan (eksepsi atas dakwaan pertama) dalam majelis yang sama?" kata penasihat hukum Singgih.
Permintaan itu disetujui, sehingga agenda sidang pada Kamis pekan depan adalah pembacaan eksepsi atas dakwaan. Sebelumnya pada sidang perkara pertama, telah disepakati bahwa jaksa akan menghadirkan lima sampai delapan orang saksi dalam sidang pekan depan.
Pada sidang hari ini, jaksa koneksitas membacakan surat dakwaan terhadap Singgih dan enam terdakwa lainnya secara bergantian. Pada perkara pertama, terdakwanya antara lain Singgih dan tiga orang pegawai BRI.
Ada Nadia Sukmarina yang merupakan karyawan BRI Cabang Menteng Kecil periode Januari 2022 sampai 2023. Kemudian, Rudi Hotma yang merupakan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode Desember 2019 sampai Januari 2022. Lalu, ada Heru Susanto yang merupakan Kepala Unit BRI Cabang Menteng Kecil periode Januari 2022 sampai 2023.
Jaksa menuturkan, kredit fiktif itu telah memperkaya Singgih sebear Rp 56,79 miliar, Nadia Sukmarina sebesar Rp 29,8 juta, Rudi sebesar Rp 65,5 juta, serta Heru Rp 26,5 juta. Lalu, kredit fiktif itu juga menguntungkan almarhum Antonius HPP sebesar Rp 20 juta, Muyasir Rp 4 juta, saksi Wiwin Tinni Rp 1 juta, serta Maman dan Sutrisno masing-masing sebesar Rp 53,5 juta.
"Telah mengakibatkan kerugian negara cq PT BRI (Persero) Unit Menteng Kecil setidak-tidaknya sejumlah Rp 57.048.784.586, sesuai dengan LHAPKKN dari BPKP Nomor PE.03.03/SR/SP-1158/D5/02//2024 tanggal 24 Oktober 2024," ujar jaksa.
Dalam kasus ini, Singgih memberikan imbalan kepada Maman dan Sutrisno berupa uang Rp 500 ribu untuk satu dokumen pengajuan kredit. Pengajuan kredit disetujui tanpa proses verifikasi kebenaran data calon kreditur yang diajukan oleh Singgih.
Perkara kedua di BRI Cabang Cut Mutiah terjadi dengan alur praktik yang sama. Selain Dwi Singgih Hartono, ada terdakwa Oki Harrie Purwoko dan M. Kusmayadi.
Keduanya menjabat sebagai Relationship Manager di BRI Kantor Cabang Cut Mutiah ada perioe yang berbeda. Oki menjabat periode 2010-2019, Kusmayadi periode 2018-2023.
Kasus ini telah memperkaya Singgih sebesar Rp 7,98 miliar. Tak hanya itu, praktik ini juga memperkaya Oki sebesar Rp 4,8 juta dan Kusmayadi Rp 7,2 juta.
Di samping itu, ada pihak-pihak lain yang turut diuntungkan seperti saksi Casmana sebesar Rp 13,5 juta, saksi Heryanto Tambunan Rp 5,5 juta, dan almarhum Kunt. Suhardo Rp 20 juta. Kemudian, Maman dan Sutrisno juga diuntungkan masing-masing sebesar Rp 11 juta.
"Telah mengakibatkan kerugian negara cq PT BRI (Persero) Cabang Cut Mutiah setidak-tidaknya sejumlah Rp 7,95 miliar sesuai dengan LHAPKKN dari BPKP Nomor PE.03.03/SR/SP-1158/D5/02//2024 tanggal 24 Oktober 2024," kata jaksa.
Mereka seluruhnya didakwa telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.