Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dokumen rahasia Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia periode 1964-1968 mengungkap sejumlah fakta tentang tragedi pembantaian ratusan ribu anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dalam dokumen tersebut, antara lain, disebutkan bahwa tentara Angkatan Darat terlibat dalam rencana penggulingan Presiden Sukarno setelah Gerakan 30 September 1965.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Misalnya, Angkatan Darat disebut mempersenjatai anggota Hansip di kampung-kampung untuk mengawasi pergerakan pendukung PKI dan memperluas rantai komando hingga pelosok desa. Mereka melibatkan organisasi keagamaan dalam pembantaian massal pada 1965-1966.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Sidarto Danusubroto, mengatakan dokumen yang dipublikasikan pemerintah Amerika itu mengungkap banyak fakta baru. Namun, dalam upaya rekonsiliasi dengan korban pembantaian 1965, pemerintah tidak bisa mengandalkan satu versi cerita. "Masih banyak tahapannya," kata mantan ajudan Sukarno ini, Rabu, 18 Oktober 2017.
Sebanyak 39 dokumen tersebut dipublikasikan secara terbuka atas permintaan lembaga nirlaba National Security Archive di The George Washington University, Amerika Serikat pada Selasa lalu. Kebanyakan di antaranya adalah surat kawat (telegram), laporan mingguan Kedutaan kepada Kementerian Luar Negeri AS, serta sebuah laporan situasi terbaru dari Direktur Intelijen Angkatan Udara RI.
Sebuah telegram tertanggal 22 Desember 1965 dari Konsulat AS di Surabaya kepada Kedutaan Besar AS di Jakarta, misalnya, menyatakan bahwa Angkatan Darat kerap menyerahkan tahanan PKI ke organisasi massa Islam untuk dibunuh. Setiap malam di Pasuruan, Jawa Timur, 10-15 orang dibantai. Para korban pembantaian ini menjadi bagian dari sekitar 500 ribu orang lainnya yang dibunuh selama periode itu.
Ada pula sebuah telegram tertanggal 9 Januari 1967 yang mengungkapkan keinginan tentara untuk menggulingkan Sukarno yang dituding membela PKI. Mayor Jenderal Sjarif Thayeb- saat itu menjadi konsultan politik untuk Soeharto- sempat mendatangi Kedubes Amerika. Sjarif mengatakan Soeharto yang saat itu menjabat Menteri Panglima Angkatan Darat, bertekad menggulingkan Sukarno.
Saat itu Sjarif meyakinkan Kedutaan Besar AS bahwa Soeharto akan menjadi presiden setidaknya pada Maret 1967. Sjarif dan rekan-rekannya di Angkatan Darat merancang sebuah situasi agar reputasi Sukarno buruk di mata parlemen.
Pernyataan Sjarif itu terbukti. Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat digelar pada Maret tahun itu. MPR menolak pertanggungjawaban Sukarno dan selanjutnya menetapkan Soeharto sebagai presiden. Beberapa tahun kemudian, Sjarif Thayeb menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat.
Simak: Dokumen 1965 Diungkap, Amerika Terlibat dalam Pembantaian PKI
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto tidak mau berkomentar tentang dokumen tersebut. "Saya tidak tahu," kata dia di Kementerian Dalam Negeri, kemarin. Sedangkan Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Wuryanto belum merespons telepon dan menjawab pesan pendek Tempo untuk dimintai komentar.