Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung M. Prasetyo menilai vonis yang dijatuhkan hakim kepada terdakwa kasus ujaran kebencian, Asma Dewi, terlalu ringan. "Putusannya yang lemah. Banyak kasus seperti itu," katanya di Kejaksaan Agung, Jumat, 16 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Atas putusan itu, Prasetyo mengatakan jaksa penuntut umum (JPU) akan mengajukan banding. Dia mengatakan, sesuai dengan ketentuan, bila vonis kurang dari separuh tuntutan, jaksa wajib menuntut banding. "JPU wajib mengajukan banding ke pengadilan tinggi," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asma Dewi divonis 5 bulan 15 hari oleh ketua majelis hakim, Aris Bawono, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena terbukti melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Vonis tersebut jauh lebih ringan dari tuntutan JPU, yang meminta hakim menghukum Asma dua tahun penjara dan denda Rp 300 juta.
JPU menganggap Asma terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana. JPU Herlangga mengatakan terdakwa dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Pada 22 Juli 2016 di akun Facebook, Asma menyebarkan video Primetime News tayangan Metro TV dengan judul “Mentan Yakin Impor Jeroan Stabilkan Harga” serta komentar "Edun". Ditambah, Asma mengunggah ulang dan menanggapi dengan komentar, “Rezim koplak. Di luar negeri dibuang, di sini disuruh makan rakyatnya.”
Lewat unggahan tersebut, terdakwa dianggap terbukti melanggar Pasal 28 Ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016, sebagaimana dalam dakwaan ke satu.
Lewat vonisnya, hakim Aris menyampaikan sejumlah pertimbangan untuk tetap menyatakan Asma bersalah. Salah satunya terkait dengan penggunaan kata "koplak", yang dalam bahasa Jawa berarti bodoh. Hakim menilai penggunaan kata tersebut bukanlah kritik, tapi sudah masuk penghinaan alat kelengkapan negara.
Saat dimintai tanggapan oleh hakim, kuasa hukum dan JPU sama-sama mengajukan sikap pikir-pikir. Namun vonis yang jauh berkurang dari tuntutan JPU ini membuat kubu Asma Dewi lega. "Ini buah dari perjuangan kami semua," kata anggota kuasa hukum Asma, Akhmad Leksono.