Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Empat jam lebih terdakwa ujaran kebencian Asma Dewi menunggu di dalam Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya Nomor 133, Ragunan. Sidang vonis yang sedianya digelar pukul setengah 1 siang tak kunjung mulai. Ia duduk saja di kursi tunggu, ditemani oleh beberapa teman yang hadir menemani.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Itu kakak saya ikut datang," kata dia kepada Tempo, seraya menunjuk seorang wanita yang duduk tak jauh darinya, Kamis, 15 Maret 2018. "Anak saya tidak datang, karena lagi UAS (Ujian Akhir Sekolah), nanti konsentrasinya terganggu."
Asma Dewi masih terus bercerita panjang lebar. Sesekali ia mengunyah coklat, minum air mineral, dan menengok ke handphone di ganggaman tangannya.
Baca: Kasus Ujaran Kebencian, Asma Dewi: Tak Menyinggung Hanya Bercanda
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sidang akhirnya dimulai pukul 4.22 sore. Hanya butuh 20 menit bagi Ketua Majelis Hakim Aris Bawono Langgeng untuk membacakan putusan.
Asma Dewi dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus ujaran kebencian. Sejumlah postingannya di media sosial dinilai kelewat batas dan dianggap melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Asma Dewi dinyatakan melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE.
Meski menyatakan Asma Dewi bersalah, vonis majelis hakim ternyata jauh lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum. Asma hanya divonis 5 bulan 15 hari bui, bandingkan dengan tuntutan jaksa yaitu 2 tahun bui dan denda Rp 300 juta. Tidak perintah penahanan oleh hakim untuk Asma. Ia bahkan berpeluang bebas karena masa penahanan selama proses hukum diperkirakan telah telah lebih dari lima bulan.
Baca: Terdakwa Hate Speech, Asma Dewi, Terisak Saat Baca Nota Pembelaan
Vonis hakim yang jauh lebih rendah ketimbang tuntutan jaksa membuat Asma Dewi bersyukur. "Hakim masih punya hati nurani," kata dia dengan mata berkaca-kaca saat ditemui selepas sidang.
Kendati telah melewati proses hukum hampir 6 bulan lamanya, Asma tak kecil suara. Ia masih bersedia menceritakan perjalanan kasusnya sampai di hari sidang vonis. Sampai hari ini, kata dia, ia masih heran dengan cara polisi menangkapnya pada awal September 2017 lalu. "15 orang naik ke pagar rumah, ngapain ? saya hanya seorang ibu rumah tangga," kata dia.
Beberapa saat sebelum menjalani persidangan, Ia teringat akan sosok bapaknya yang merupakan seorang perwira polisi. "Bapak saya selalu bilang, tak usah takut kalau memang benar," tuturnya. Meski berharap divonis bebas, Ia menyerahkan seluruh putusan ke tangan hakim. Menurut dia, kalau pun tidak memperoleh keadilan di dunia, masih ada keadilan di akhirat.
Di tengah keriuhan gedung pengadilan, Asma Dewi bersyukur pernah dipenjara. Sebab, ia menjadi banyak belajar dan mengetahui kondisi para tahanan lain di dalamnya. "Bahwa ternyata tidak semua orang yang dipenjara itu bersalah, banyak yang dikriminalisasi," kata Asma.