Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong, menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, mulai pukul 15.00 sore ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam sidang tersebut, jaksa penuntut umum KPK mengatakan Andi Narogong terbukti memperkaya dirinya sendiri dalam proyek e-KTP. Selain itu, tindakan yang dilakukan Andi dalam proyek tersebut turut memperkaya orang lain.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Selain menguntungkan diri sendiri, perbuatan terdakwa juga menguntungkan pihak lain baik perorangan maupun korporasi," kata jaksa Abdul Basir, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Kamis, 7 Desember 2017.
Beberapa nama yang juga diuntungkan adalah Gamawan Fauzi berupa ruko di Grand Wijaya; Diah Anggraini US$ 500 ribu; Drajat Wisnu Setiawan US$ 400 ribu; Tri Sampurno US$ 20 ribu, Husni Fahmi US$ 20 ribu; Miriam Haryani US$ 1.200 ribu; Ade Komaruddin US$ 100 ribu, Setya Novanto US$ 7 juta dan jam tangan merek Richard Mile senilai US$ 135 ribu, dan pihak lainnya.
Dalam persidangan sebelumnya, 30 November 2017, Andi membeberkan peran sejumlah nama yang terlibat dalam proyek e-KTP, seperti Setya Novanto, Paulus Tannos, Johannes Marliem, Anang Sugiana Sudihardjo, Made Oka Masagung, Irman, Asmin Aulia dan lainnya. Andi juga membeberkan sejumlah pertemuan ihwal pembahasan proyek e-KTP yang bernilai Rp 5,84 triliun itu.
Selain aktor dan pertemuan kunci proyek e-KTP, Andi turut membeberkan bagaimana pemberian fee oleh konsorsium untuk pemenangan tender e-KTP. Dia mengaku diminta menyiapkan fee 5 persen dari nilai kontrak proyek e-KTP untuk Dewan Perwakilan Rakyat dan 5 persen untuk pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Kepada majelis hakim, Andi juga telah mengaku bersalah dan menyesal terlibat dalam megakorupsi yang telah merugikan negara Rp 2,3 triliun tersebut. Dia berjanji akan mengembalikan uang yang diterimanya dalam proyek e-KTP. Andi mengaku mengeluarkan uang US$ 2,2 juta dan kemudian mendapat US$ 2,5 juta dari proyek tersebut.
Andi Narogong ditetapkan sebagai tersangka ketiga dalam kasus e-KTP oleh KPK pada Kamis, 23 Maret 2017. Dia menjalani sidang perdana pada Senin, 14 Agustus 2017. KPK menduga Andi berperan aktif dalam proses penganggaran serta pelaksanaan pengadaan barang dan jasa proyek e-KTP. Dia juga diduga berkoordinasi dengan tim Fatmawati untuk mengatur pemenangan tender proyek e-KTP.