Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jalur Pintas Aturan Ormas

Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan diwarnai lobi panas dan janji revisi. Mengancam kebebasan berserikat.

29 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jalur Pintas Aturan Ormas

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARIA Bima berkali-kali menekan tombol pelantang suara di meja ruang sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa pekan lalu. Dia berusaha berteriak, tapi suaranya tertelan keriuhan sidang pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Suaranya tidak bisa didengar pemimpin sidang, Fadli Zon.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu gusar. Dia pun memilih mendatangi dan langsung berbicara dengan pemimpin sidang lain, Fahri Hamzah. "Ketua, saya belum dapat giliran bicara," kata Aria, berteriak.

Setelah dilewati beberapa orang, Aria pun berkesempatan mengajukan interupsi. Dia mengingatkan adanya organisasi kemasyarakatan yang terang-terangan ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara. Karena alasan itu, ia meminta perpu tersebut segera disahkan menjadi undang-undang.

Sejak dibuka Fadli Zon, sidang paripurna itu gaduh dengan hujan interupsi. Fraksi pendukung pemerintah, seperti PDI Perjuangan, gusar karena interupsi dipenuhi politikus yang menentang perpu.

Politikus Partai Gerindra, Sodik Mudjahid, menentang dengan lantang karena menganggap aturan itu bakal membuat Indonesia kembali ke rezim otoriter Orde Baru. "Kami khawatir DPR disebut menghambat cita-cita reformasi," ujar Sodik.

Interupsi Sodik disambut politikus Partai Keadilan Sejahtera, Sutriyono. Menurut Sodik, partainya menolak Perpu Ormas karena mengandung pasal karet. Sutriyono menambahkan, penolakan partainya seharusnya tidak dikaitkan dengan ormas radikal yang anti-Pancasila.

Karena dua kubu berkeras dengan pendapatnya, Fadli Zon memutuskan agar pimpinan fraksi menggelar lobi di belakang ruang sidang. Perwakilan pemerintah, yakni Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly, serta Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, turun tangan langsung melobi fraksi-fraksi yang tidak sepakat. Forum lobi yang seharusnya dijadwalkan berlangsung 15 menit pun molor hingga dua jam.

Forum ini juga gagal mencapai musyawarah mufakat. Fadli Zon memutuskan dilakukan pemungutan suara per fraksi sesuai dengan kesepakatan lobi. Hasilnya, tiga fraksi, yakni Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan PKS, menolak perpu disahkan. Karena mayoritas fraksi mendukung, perpu akhirnya disahkan sebagai undang-undang.

Alotnya pembahasan perpu ini sudah tampak dalam rapat pada Jumat dua pekan lalu. Pada hari itu, Komisi Pemerintahan sebenarnya merencanakan untuk mengambil keputusan tingkat pertama. Namun rapat itu ditunda hingga Senin pekan lalu karena ingin memberikan kesempatan kepada pemerintah dan fraksi-fraksi melakukan lobi. "Ada beberapa fraksi yang ingin berkonsultasi dengan pimpinan fraksi," tutur Ketua Komisi Pemerintahan Zainudin Amali.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan pemerintah bersedia melobi fraksi-fraksi. Namun, hingga rapat kembali dibuka pada Senin pekan lalu, kesepakatan tak kunjung ditemukan. Tiga fraksi, Gerindra, PKS, dan PAN, berkukuh menolak. Di sisi lain, pemerintah tetap tak bersedia mengubah dua hal prinsip, yakni mengenai mekanisme pembubaran ormas dan larangan penyebaran ideologi selain Pancasila.

Fraksi Gerindra ingin menghapus mekanisme pembubaran ormas tanpa melalui pengadilan. Politikus partai ini, Azikin Solthan, menilai model pembubaran seperti itu menunjukkan pemerintah berpotensi bertindak sewenang-wenang. Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional Yandri Susanto menilai penghilangan mekanisme peradilan bakal menimbulkan dampak serius. Ketentuan ini dianggap jalur pintas pemerintah membubarkan ormas.

Menteri Yasonna mengatakan pemerintah terus mendekati fraksi-fraksi yang menolak pengesahan aturan ini. Menurut dia, pemerintah terbuka dengan masukan-masukan yang muncul dalam rapat di Komisi Pemerintahan. Namun Menteri Tjahjo mengatakan ada beberapa hal yang tak bisa dinegosiasikan. Misalnya, kata dia, pemerintah tak mau menunggu putusan pengadilan untuk ormas yang bertentangan dengan Pancasila. "Yang prinsip jangan diotak-atik," ujar Tjahjo.

Perpu Ormas lahir dipicu unjuk rasa besar pada 4 November dan 2 Desember 2016 yang menuntut Gubernur DKI Jakarta kala itu, Basuki Tjahaja Purnama, diadili atas tuduhan penistaan agama. Setelah demo besar itu, Presiden Joko Widodo menugasi Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto untuk membuat kajian hukum menangani ormas yang dianggap radikal. Presiden mengirimkan perpu ini ke Senayan pada Juli lalu.

Hizbut Tahrir Indonesia menjadi organisasi pertama yang termakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan. Karena aktivitasnya, organisasi itu dianggap anti-Pancasila. "Karena sudah menjadi gerakan, ia melanggar perpu itu," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Tertahan hampir tiga bulan, pembahasan Perpu Ormas baru dikebut pada awal Oktober ini. Sembari menunggu persetujuan parlemen, pemerintah bukannya berdiam diri. Pada awal Oktober, Wiranto mengumpulkan pimpinan fraksi pendukung pemerintah di rumah dinasnya di kawasan Kuningan. Seorang politikus Senayan menuturkan, pemerintah meminta fraksi-fraksi pendukung pemerintah tak berubah sikap.

Bendahara Fraksi PDI Perjuangan Alex Indra Lukman membenarkan adanya pertemuan dengan Wiranto. Adapun politikus Golkar yang juga Ketua Komisi Pemerintahan, Zainudin Amali, mengaku mendengar pertemuan itu meskipun tak menghadirinya. Dia menegaskan, pemerintah ingin memastikan agar Perpu Ormas bisa disahkan di masa sidang ini. "Sebab, DPR akan memasuki masa reses," kata Zainudin.

Dengan pengesahan ini, tujuh gugatan uji materi Perpu Ormas di Mahkamah Konstitusi tidak bisa dilanjutkan karena obyek permohonannya tidak ada. Uji materi bisa digelar lagi jika ada pihak yang menggugat Undang-Undang Ormas ini. "Dengan ditetapkannya undang-undang itu, Perpu Ormas sudah almarhum, sudah tidak ada," ujar juru bicara Mahkamah Konstitusi, Fajar Laksono.

Baru beberapa jam disahkan, perpu yang sudah menjadi undang-undang ini langsung dipersoalkan. Bukan hanya Fraksi Gerindra dan PAN yang akan mengajukan usul revisi ini di Dewan tahun depan, pelbagai kalangan juga bakal mengajukan uji materi aturan ini di Mahkamah Konstitusi karena berpotensi mengancam kebebasan masyarakat sipil.

Menurut Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid, aturan baru ini rentan menjadi alat represi pemerintah. Usman akan mengajak organisasi kemasyarakatan memohon uji materi ke Mahkamah agar pasal-pasal yang mengancam kebebasan berekspresi dibatalkan. "Pembubaran suatu organisasi tanpa pengadilan bentuk kesewenang-wenangan terhadap kebebasan berserikat dan berkumpul yang dilindungi konstitusi dan hukum internasional," katanya.

Adapun Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meyakini pemerintah sendiri yang akan merevisi undang-undang itu karena sudah berjanji saat partai mendukung pengesahan. Revisi ini, menurut dia, merupakan syarat persetujuan Demokrat dalam sidang paripurna pada Selasa pekan lalu. Dia mengancam akan mengeluarkan petisi jika kesepakatan itu diingkari. "Petisi ini isinya tidak lagi percaya kepada pemerintah karena sudah ingkar janji," ujar Yudhoyono.

Yudhoyono pun melobi langsung Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka pada Jumat pekan lalu, Keduanya berbincang empat mata selama hampir satu jam. Wakil Ketua Umum Demokrat Sjarifuddin Hasan mengatakan revisi Undang-Undang tentang Ormas menjadi salah satu topik yang dibicarakan Yudhoyono dengan Jokowi. "Pemerintah sudah berjanji melakukan revisi, kan?" kata Sjarifuddin.

Wayan Agus Purnomo, Ahmad Faiz, Budiarti Utami Putri


Pasal yang Mengancam

Pasal 60
Organisasi kemasyarakatan yang melanggar ketentuan dijatuhi sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

Pasal 61
Ayat 1: Sanksi administratif terdiri atas peringatan tertulis, penghentian kegiatan, dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Ayat 3: Sanksi administratif berupa pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
Ayat 4: Dalam melakukan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat 3, menteri dapat meminta pertimbangan dari instansi terkait.

Pasal 62
Ayat 1: Peringatan tertulis diberikan hanya satu kali dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak tanggal diterbitkan peringatan.
Ayat 2: Dalam hal ormas tidak mematuhi peringatan tertulis, menteri menjatuhkan sanksi penghentian kegiatan.
Ayat 3: Dalam hal ormas tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan, menteri melakukan pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.

Pasal 82 A
Ayat 1: Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial, dan/atau melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum dipidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 1 tahun.
Ayat 2: Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus ormas yang melakukan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan serta menistakan atau menodai agama, melakukan kegiatan separatis, menggunakan simbol yang sama dengan gerakan separatis, serta menyebarkan atau menganut dan mengembangkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus