Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Belasan polisi memenuhi halaman rumah Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo, Rabu pagi pekan lalu. Portal di kedua ujung Perumahan Graha Indah, Jatimekar, Jatiasih, Bekasi Selatan, Jawa Barat, itu ditutup. “Warga disuruh masuk ke rumah masing-masing. Katanya ada bom di rumah Pak Agus,” ujar Melki Muchtar, tetangga Agus Rahardjo, menceritakan kejadian itu, Kamis pekan lalu.
Dari dalam rumahnya yang persis di depan kediaman Agus, Melki menyaksikan dua polisi berpakaian seperti robot mendekat. Dua petugas penjinak bom itu mengangkat ransel hitam yang tergantung di pagar putih kediaman Agus. Bungkusan itu kemudian dibawa ke garasi.
Melki belakangan mengetahui isi ransel hitam itu pipa paralon yang terbungkus kresek putih. Ia menyaksikan, tak sampai 30 menit, dua polisi tersebut berhasil membongkar satu per satu isi pipa yang diduga bom. Setelah dibedah, isinya berupa semen putih, rangkaian kabel warna-warni, paku ukuran 7 sentimeter, dan baterai Panasonic Neo 9 volt bentuk kotak. “Polri menyimpulkan bahwa yang ditemukan itu adalah bom palsu, fake bomb,” kata Kepala Divisi Humas Kepolisian RI Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal.
Benda yang awalnya diduga bom berdaya ledak tinggi itu pertama kali ditemukan Sulaeman, polisi yang berjaga di kediaman Agus, pada pukul 05.30. Saat itu Agus dan keluarganya kebetulan tak ada di rumah. “Setelah kami periksa, benda itu bukan bom,” ucap Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono.
Setelah memastikan bungkusan itu bukan bom, polisi langsung menyisir rumah dan area sekitar tempat kejadian perkara. Mereka mengumpulkan rekaman kamera pengintai (CCTV) untuk melacak jejak pelaku yang menaruh bungkusan kresek tersebut. Tapi empat kamera pengintai yang terpasang di rumah Agus tak ada yang berfungsi. “CCTV-nya sedang tidak berfungsi karena ada renovasi rumah,” ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah.
Polisi lantas mengecek kamera pengintai tetangga Agus. Dari beberapa CCTV rumah terdekat, tidak ada satu pun yang sampai menjangkau rumah Agus. Semua hanya sampai jalan di depan rumah. Bahkan Kepala Kepolisian Resor Kota Bekasi Komisaris Besar Indarto sempat bertanya kepada Melki Muchtar apakah ada CCTV di rumahnya. “Pak Kapolres juga menanyakan CCTV, tapi saya tidak punya,” kata Melki. Saat dimintai konfirmasi, Indarto enggan menjawab. “Silakan langsung ke Polda saja,” ujarnya.
Rumah Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif setelah diserang dengan bom molotov di Jalan Kalibata Selatan, Jakarta, 9 Januari 2019./TEMPO/Muhammad H.
Dari kesaksian tetangga Agus, polisi juga tidak mendapat petunjuk yang benar-benar kuat mengarah ke pelaku. Menurut Komisaris Besar Argo Yuwono, hanya ada keterangan saksi yang sedikit memberi petunjuk tentang orang yang mencurigakan. Menurut Argo, dari keterangan saksi ini, ia mengatakan pernah diberi tahu tukang bubur di kompleks perumahannya bahwa ada orang yang bertanya tentang alamat Agus Rahardjo beberapa hari sebelum kejadian. “Dia juga menanyakan rumah Pak RT,” kata Argo.
Hingga Jumat pekan lalu, polisi sudah memeriksa enam orang terkait dengan teror di kediaman Agus Rahardjo. Saat ditanyai soal teror ini, Agus enggan menjelaskannya. “Nanti saja.” Ia mengaku ingin berfokus pada perbaikan sistem pengamanan terhadap pimpinan dan pegawai KPK. “Langkah-langkah perbaikan keamanan KPK, baik di penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan, memang harus ditingkatkan,” ujarnya.
Pada pagi yang sama, keluarga Laode Muhammad Syarif dikejutkan oleh temuan botol bersumbu yang berisi cairan berwarna biru keunguan masih menyala di dekat pintu garasi rumah Wakil Ketua KPK itu. Adalah sopir Syarif, Bambang, yang menemukan botol bersumbu itu pada pukul 05.00 di rumah sang bos di Jalan Kalibata Selatan Nomor 42C, Jakarta Selatan.
Bambang juga melihat jelaga di tembok dekat garasi dan botol pecah di balkon lantai dua. Menurut tetangga Syarif, Anita, terdengar suara pecahan kaca disertai bunyi “buuuk” pada pukul 00.55. Tak lama berselang, terdengar suara sepeda motor yang digas kencang dan suara sember. Syarif sedang berada di rumah saat itu. Namun ia tak mendengar suara gaduh tersebut. Begitu juga sepupu Syarif, yang tidur di lantai dua dekat balkon, tak mendengar suara apa pun. “Alhamdulillah kami masih dilindungi,” katanya.
Menurut Syarif, dari hasil pengecekan kamera pengintai di kediamannya, terekam dua orang datang dari arah kiri. Dua pria yang menunggang sepeda motor matic itu menggunakan helm full face. Salah seorang yang membonceng turun dari motor untuk melemparkan botol bom molotov. Setelah itu, dua orang tersebut bergegas pergi ke arah kiri lagi.
Seorang polisi yang memeriksa kejadian tersebut mengatakan CCTV di kediaman Syarif kurang begitu jelas sehingga tidak bisa melihat pelat nomor kendaraan pelaku. Satu kamera pengintai yang menghadap ke jalan juga mati. Namun polisi menyisir CCTV milik tetangga Syarif. “Yang di rumah besar sudah diambil. Ada kemungkinan pelakunya lewat situ. Masih dicek lagi,” ujar polisi yang tak mau menyebutkan nama itu.
Polisi sudah memeriksa 12 saksi dalam teror di rumah Syarif. Salah seorang di antaranya mengaku sempat ditanyai seorang pria mengenai alamat rumah Syarif beberapa hari sebelumnya. Namun saksi yang merupakan penjual bensin eceran, Sulaiman, enggan menjelaskan ciri-ciri orang yang bertanya soal alamat itu. “Saya tidak berani ngomong,” kata Sulaiman.
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap meyakini peristiwa di rumah Agus Rahardjo dan Laode Muhammad Syarif memiliki korelasi dengan kasus teror terhadap pegawai KPK lain. “Teror ke pimpinan hari ini adalah satu kesatuan utuh rangkaian teror terhadap pejabat dan pegawai KPK yang sampai saat ini tak kunjung terungkap,” ucapnya.
Menurut dia, teror terhadap dua pemimpin dan pegawai KPK diduga terkait lantaran kemiripan jumlah pelaku. Teror ke rumah Agus dan Syarif dilakukan dua orang. Hal yang sama terjadi saat penyiraman air keras terhadap penyidik senior Novel Baswedan pada April 2017 dan teror ke rumah penyidik Afief Julian Miftach pada pertengahan 2015.
Yudi mengatakan kemiripan dalam tiga kasus itu juga dapat dilihat dari modus teror, yakni menggunakan bom dan air keras. Rumah Afief di Jakamulya, Bekasi, pernah disatroni dua pria tak dikenal. Sebelum mengalami teror bom, KPK sempat menemukan “serangan” di dunia maya terhadap Agus dan Syarif di media sosial. Serangan itu berupa tuduhan terhadap Agus yang terlibat sejumlah skandal kasus. Beberapa situs blog dan website itu kini sudah dihapus. “Servernya di Amerika,” ujar seorang penegak hukum.
Laode Muhammad Syarif tak mau berspekulasi mengenai motif teror terkait dengan kasus yang ditangani KPK. “Kami juga enggak tahu, ya,” katanya. Hal yang sama disampaikan Agus Rahardjo. “Kita tunggu polisi saja,” tuturnya.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, juga belum mau mengaitkan motif teror dengan kasus yang sedang ditangani lembaga antirasuah. Menurut dia, kasus-kasus yang sedang ditangani berjalan dengan baik, di antaranya dugaan suap dan gratifikasi dari pejabat Komite Olahraga Nasional Indonesia untuk pejabat Kementerian Pemuda dan Olahraga, kasus suap dan gratifikasi untuk pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, kasus suap megaproyek Meikarta oleh pengembang Grup Lippo, serta suap untuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah terkait dengan bidang lingkungan dari anak usaha Grup Sinarmas. “Kami serahkan ke polisi yang sedang menangani kasus teror ini,” ujar Febri.
Atas peristiwa teror terhadap dua pemimpin KPK ini, Presiden Joko Widodo memerintahkan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian segera mengungkap pelakunya secara tuntas. “Ini menyangkut intimidasi terhadap penegak hukum kita,” kata Jokowi. Menurut dia, segala bentuk intimidasi terhadap penegak hukum tak ada toleransi. Adapun Jenderal Tito ingin membentuk tim gabungan antara Polri dan KPK dalam menuntaskan kasus teror tersebut.
Dari Bom hingga Air Keras
LINDA TRIANITA, AJI NUGROHO
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo