Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jemput Bola Mencari yang Siap Mati

Panitia Seleksi Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi bergerilya mencari calon kompeten. Nama-nama tenar bermunculan, tapi mereka enggan mendaftar. Justru para pengacara yang dikenal kerap membela tersangka korupsi berduyun mendaftar.

7 Juni 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN kruk menyangga kedua tangannya Jahja Christian Suhandi tertatih menuju meja pendaftaran pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi. Rabu sore pekan lalu itu, laki-laki 60 tahun tersebut langsung terlibat tanya-jawab serius dengan panitia. ”Apa yang dimaksud dengan sehat jasmani dalam persyaratan ini? Apa termasuk cacat fisik?” kata warga Jakarta Barat ini. Suaranya mantap, penuh tenaga.

Sekretaris Panitia Seleksi Achmad Ubbe tak kalah sigap. Ia menjelaskan, klausul sehat jasmani bukan berarti cacat fisik. ”Cacat fisik bukan syarat,” katanya. Penjelasan Ubbe kian memantapkan Jahja mendaftarkan diri. Ia yakin memenuhi syarat untuk mengisi kursi kosong Ketua Komisi yang ditinggalkan Antasari Azhar lantaran terlibat kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen.

Jahja tak kosong modal. Ia sarjana hukum lulusan Universitas Tarumanagara, Jakarta. Virus polio yang menggerogoti dua tungkainya sejak usia tujuh tahun tak menghalangi laki-laki Tionghoa ini beraktivitas. Sejak mahasiswa Jahja aktif di Lembaga Bantuan Hukum dan kerap membela warga korban penggusuran tanpa dibayar.

Lulus kuliah ia mendirikan firma hukum Jahja & Associates. Selama menjadi pengacara ia mengaku pantang menangani tiga kasus: narkotik, pemerkosaan, dan korupsi. ”Tiga kasus ini sama-sama menyusahkan orang banyak,” katanya. Pada Pemilihan Umum 2009 ia mencalonkan diri jadi legislator dari Partai Keadilan dan Persatuan, tapi gagal. Kini ia bersemangat mendaftar jadi pemimpin Komisi. ”Saya terpanggil berbuat sesuatu untuk bangsa ini.”

Jahja adalah satu dari ratusan orang yang antusias menyorongkan diri menjadi pengganti Antasari. Dibuka sejak Senin dua pekan lalu di kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, sampai Jumat pekan lalu sudah 200 formulir yang dikembalikan ke panitia. ”Tapi hanya 29 formulir yang berkasnya lengkap,” kata Achmad Ubbe.

Pendaftaran dibuka hingga 14 Juni. Calon yang memenuhi syarat akan diseleksi oleh tiga belas anggota panitia yang dipimpin Menteri Hukum Patrialis Akbar. Anggota tim seleksi itu, antara lain, bekas Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafi’i Ma’arif, pakar manajemen Rhenald Kasali, pengacara Todung Mulya Lubis, Inspektur Jenderal Polisi M.H. Ritonga, bekas Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, dan mantan Ketua Dewan Pers Ichlasul Amal.

Disokong dana Rp 6 miliar, mereka akan mencari dua nama yang lantas akan disodorkan ke Dewan Perwakilan Rakyat akhir Agustus nanti. Seleksi meliputi, antara lain, wawancara dan—ini yang penting—verifikasi rekam jejak calon serta menelisik kesehariannya. ”Untuk mengetahui gaya hidupnya,” kata Rhenald.

Menurut Rhenald, faktor penting lain yang akan dinilai adalah motivasi. Dengan gaji Rp 40 juta per bulan sebagai Ketua Komisi, menurut dia, pekerjaan ini tak bisa diharapkan sebagai ”penghimpun” kekayaan.

l l l

SEJAK dibentuk Presiden sebulan lalu, panitia seleksi sudah berniat proaktif meminta mereka yang punya kompetensi memberantas korupsi, bersih, dan berintegritas tinggi untuk mendaftar. Menurut Patrialis, pihaknya akan memburu orang-orang yang memiliki syarat seperti itu. ”Kami akan jemput bola, karena ini jabatan spesial untuk orang spesial,” kata Patrialis.

Rhenald Kasali sendiri sempat pesimistis di hari-hari pertama pendaftaran dibuka. Hingga hari keempat pembukaan, pendaftar baru tiga orang. Untuk menjadi pemimpin KPK, panitia mensyaratkan sejumlah ketentuan, antara lain, umur 40-65 tahun, berpengalaman di bidang hukum 15 tahun, dan melampirkan sejumlah surat keterangan, termasuk surat pernyataan mengundurkan diri dari jabatan sekarang.

Meski terbilang mudah, nyatanya banyak calon pelamar yang mesti kembali karena berkas kurang lengkap. Sejumlah pengacara juga ”mengadu nasib” ikut melamar. Mereka, antara lain, Bonaran Situmeang, pengacara Anggodo Widjojo, terdakwa rekayasa kriminalisasi KPK; Partahi Sihombing, pengacara Nunun Nurbaetie, saksi kunci suap cek pelawat ke DPR; dan Alamsjah Hanafiah, pengacara mendiang Hendra Rahardja, pemilik Bank Harapan Sentosa yang mengemplang dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia.

Ada pula Otto Cornelis Kaligis dan Farhat Abbas. Tapi keduanya terganjal usia. Kaligis sudah 68 tahun dan Farhat baru 34 tahun. Lantaran tereliminasi oleh ketentuan usia, Farhat kini mengajukan judicial review soal batasan umur ini ke Mahkamah Konstitusi.

Munculnya para pengacara yang dikenal kerap membela para tersangka korupsi ini membuat cemas sejumlah aktivis antikorupsi. Emerson Yuntho, aktivis Indonesia Corruption Watch, mengingatkan panitia agar membuat kriteria yang ketat. Ia setuju panitia aktif mencari kandidat untuk mendapat calon bagus yang kompeten dan bersih. ”Jangan kalah oleh head hunter, dong,” katanya.

Rhenald mengakui, begitu panitia menyatakan akan melakukan jemput bola, telepon selulernya langsung dihubungi banyak orang. Mereka memberikan daftar orang yang pantas menduduki kursi panas Ketua KPK. ”Kami akan menghubungi dan membujuk mereka untuk mendaftar,” kata Rhenald.

Menurut Patrialis, meski panitia mendekati orang-orang yang dianggap mumpuni memberantas korupsi, para kandidat itu tetap harus menempuh cara dan standar yang sama dengan calon lain yang aktif mendaftar. Hingga akhir pekan lalu, sejumlah nama tokoh terkenal sudah beredar.

Mereka, antara lain, ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri; Ketua Komite Pengawas Pajak Anwar Suprijadi; bekas Wakil Ketua KPK Amin Sunaryadi; Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas; anggota Satuan Tugas Antimafia Hukum, Yunus Husein; dan bankir Cyrillus Harinowo.

Anwar Suprijadi, misalnya, dinilai sukses mereformasi Bea dan Cukai serta membongkar patgulipat impor mobil mewah melalui jalur diplomatik. Sementara itu, Amin Sunaryadi dianggap berhasil meletakkan dasar-dasar kelembagaan KPK sewaktu ia menjabat di sana pada 2003-2007. Sebagai auditor, Amin berpengalaman dalam audit forensik keuangan yang bermanfaat membongkar korupsi dengan teknik-teknik canggih.

Meski namanya pernah mencuat dalam pemilihan pemimpin KPK periode 2007-2011, di DPR nama Amin terpental. Kegagalan Amin inilah yang membuat aktivis antikorupsi pesimistis calon bagus yang muncul dalam pemilihan kali ini pun bakal mental di DPR. ”Dulu kami menolak Antasari, tapi malah dia yang terpilih,” kata Emerson Yuntho.

Dihubungi Tempo, hampir semua nama yang disebutkan itu menyatakan tak mau mendaftar. Anwar Suprijadi, misalnya. Ia menyatakan tak berminat meski sejumlah pihak mendesaknya untuk maju. ”Jabatan itu amanah,” katanya. ”Jadi, menyalahi amanah jika minta-minta jabatan dengan mendaftarkan diri.” Faisal Basri juga menyatakan sama sekali tak tertarik. ”Banyak alasannya.”

Busyro Muqoddas mengaku sudah ditelepon panitia yang memintanya segera mengirimkan berkas lamaran. Kepada Tempo ia menyebut dirinya kini masih berkonsentrasi pada lembaga yang dipimpinnya, Komisi Yudisial. ”Agenda saya merampungkan pekerjaan sampai Agustus nanti,” kata Busyro.

l l l

MESKI sejumlah nama sudah dimunculkan, para aktivis antikorupsi belum secara terbuka mengusung satu-dua nama yang akan mereka jagokan memimpin KPK. Emerson memiliki alasan untuk ini: belum jelasnya masa jabatan orang yang terpilih kelak. Kendati panitia seleksi sudah sepakat memilih orang untuk masa kerja empat tahun, tidak demikian dengan suara di DPR. Tidak semuanya sepakat pemilihan ini untuk masa empat tahun.

Pangkalnya soal penafsiran pemimpin kolektif seperti yang disebut dalam Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002. Ada yang menyebut, karena pemimpin sekarang sampai 2011, pengganti Antasari yang akan ditentukan DPR nanti pun hanya sampai 2011. Lalu ada pula suara yang menginginkan kursi Antasari itu tetap kosong sehingga kelak, pada 2011, langsung dilakukan pemilihan untuk lima pemimpin KPK.

Fraksi Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan termasuk pendukung tafsir terakhir. ”Kalau memilih satu orang sekarang, buang waktu dan uang,” kata Pramono Anung, Wakil Ketua DPR dari PDI Perjuangan. Menurut dia, menyelipkan satu orang sekarang dan memilih empat lagi tahun depan justru akan melemahkan koordinasi pemimpin KPK sendiri karena tak terpilih dari mekanisme seleksi yang sama.

Tapi panitia berpendapat lain. Pemilihan satu orang ini bagus karena dinilai akan menyambungkan kerja KPK dengan pemimpin baru nanti. ”Ada kesinambungan program,” kata Rhenald. Jika tak ada titik temu sampai masa seleksi habis, menurut Rhenald, panitia akan meminta fatwa Mahkamah Agung untuk memutuskan masa jabatan tersebut.

Yang jelas, kata Rhenald, panitia kini sedang berfokus menyiapkan mekanisme seleksi agar bisa meloloskan dua kandidat terbaik. ”Sehingga apa pun pilihan DPR, hasilnya tetap yang terbaik,” ujarnya. Adapun jika tak berhasil, panitia menyiapkan langkah selanjutnya: membuka ulang pendaftaran.

Bagja Hidayat, Anton Septian

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus