Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Pelaksana Tugas Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Joko Driyono batal diperiksa oleh tim Satuan Tugas Antimafia Bola di Polda Metro Jaya hari ini terkait kasus perusakan barang bukti pengaturan skor bola.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Tim Media Satgas Antimafia Bola Komisaris Besar Argo Yuwono mengatakan Jokdri, sapaan Joko Driyono, tengah ada kegiatan. “Karena alasan pekerjaan, yang bersangkutan akan datang pada hari Senin besok,” kata dia pada Kamis, 21 Maret 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokdri seharusnya diperiksa kelima kalinya sebagai tersangka perusakan barang bukti kasus mafia bola hari ini pukul 10.00 WIB. Menurut Argo, pemeriksaan Jokdri yang kelima ini masih seputar pendalaman ihwal barang bukti yang didapat penyidik dalam kasus perusakan sejumlah dokumen.
Menurut Argo, panggilan pemeriksaan hari ini merupakan yang kedua. Jokdri seharusnya diperiksa pada Senin, 18 Maret 2019. Namun Jokdri tak hadir dengan alasan tengah ada kegiatan yang tak bisa ditinggal.
Pada tanggal 6 Maret 2019, penyidik telah memeriksa Jokdri selama 14 jam. Sebelumnya penyidik sudah memeriksa Joko pada Senin 18 Februari 2019 dan Kamis 21 Februari 2019. Kedua pemeriksaan masing-masing berlangsung sekitar 21 jam.
Joko Driyono kemudian kembali diperiksa pada 27 Februari 2019. Namun hanya berlangsung selama 4 jam lantaran terpotong. Semua merujuk kepada sangkaan bahwa Joko memerintahkan tiga anak buahnya untuk mencuri dan merusak barang bukti di kantor Komisi Disiplin PSSI pada 14 Februari 2019.
Polisi menggunakan sejumlah pasal yang dapat disangkakan kepada Joko Driyono. Di antaranya Pasal 363 Kitab Undang-undang Hukum Pidana terkait pencurian dan pemberatan. Pelaksana tugas Ketua Umum PSSI ini juga akan dijerat Pasal 232 KUHP tentang perusakan pemberitahuan dan penyegelan. Ada pula jerat Pasal 233 KUHP tentang perusakan barang bukti. Lalu, Pasal 235 KUHP tentang perintah palsu untuk melakukan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 232 KUHP dan 233 KUHP.