Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jokowi Diminta Izinkan Polisi Periksa Hakim MK Usai Guntur Hamzah Langgar Etik

Setelah Guntur Hamzah dijatuhi sanksi MKMK, Zico Leonard meminta Jokowi mengizinkan polisi memeriksa hakim MK dalam perkara pengubahan putusan.

20 Maret 2023 | 22.42 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar sidang pleno pengucapan putusan atas kasus pengubahan putusan MK di Gedung MK, Senin, 20 Maret 2023. Tempo/Fajar Pebrianto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Advokat Zico Leonard, meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengizinkan polisi memeriksa hakim Mahkamah Konstitusi atau MK dalam kasus pengubahan putusan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Musababnya, hakim yang dilantik Jokowi sendiri yaitu Guntur Hamzah telah dijatuhi sanksi teguran tertulis oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi alias MKMK karena melanggar etik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau presiden berlapang dada, harusnya beri izin pemeriksaan polisi," kata Zico usai sidang pleno pembacaan putusan MKMK di Gedung MK, Jakarta, Senin, 20 Maret 2023.

Kasus pengubahan Putusan MK Nomor 103/PUU-XX/2022 itu berasal dari gugatan Zico pada uji materi Pasal 23 ayat 1 dan 2 serta Pasal 27 UU MK. Uji materi ini diajukan sebagai respons atas pencopotan Aswanto sebagai hakim konstitusi pada 29 September 2022.

Zico menemukan kejanggalan pada putusan MK atas uji materi tersebut. Sebab, putusan yang dibacakan berbeda dengan salinan yang ia terima. Pada putusan yang dibacakan terdapat frasa "dengan demikian", sedangkan dalam salinan, frasa itu berubah menjadi "ke depan".

Dia menduga perubahan itu memang sengaja sehingga patut diduga telah melanggar Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.

Kepada MKMK, Guntur mengakui dirinya yang mengubah frasa tersebut. Tapi dalam kesimpulannya, MKMK menyatakan Guntur memang berhak mengubah frasa dengan alasan aksi tersebut dilakukan sebagai usulan perubahan dan perbaikan putusan dalam ruang lingkup kekuasaan kehakiman. Tapi Guntur tetap dinilai melanggar etik karena berbagai pertimbangan.

Salah satunya karena usulan perubahan frasa itu dilakukan ketika masih ada kontroversi atas pengangkatannya sebagai hakim MK menggantikan Aswanto. Selain itu, Guntur juga tidak ikut memutus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 103/PUU-XX/2022.

Akan tetapi, Zico kecewa dengan putusan MK yang hanya menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada Guntur. Putusan MKMK ini, kata dia, belum menjawab siapa yang sebenarnya bersalah mengubah frasa "dengan demikian" menjadi "ke depan". 

"Apakah hakim atau panitera, mereka lempar-lemparan," kata Zico. Sehingga, ujar dia, perlu diusut tuntas apakah dari pelanggaran etik yang dilakukan Guntur, terdapat pelanggaran pidana juga.

CCTV Tak Bisa Ungkap Percakapan Guntur dan Muhidin

Dalam kasus ini, rekaman Closed Circuit Television alias CCTV jadi salah satu bukti bagi  MKMK dalam memberi sanksi teguran tertulis kepada Guntur.

Selanjutnya MKMK tak tahu percakapan Muhidin dan Guntur...

Akan tetapi, dalam sidang terungkap fakta bahwa MKMK tidak mengetahui apa yang dibicarakan antara Panitera bernama Muhidin dengan Guntur. Padahal, keduanya saling memberikan keterangan yang bertolak belakang terkait pengubahan putusan MK.

"Rekaman CCTV juga tidak membantu dalam hal ini, sebab tidak ada rekaman suara," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna saat membacakan pertimbangan hukum dan etika yang menjadi dasar pengambilan putusan dalam sidang.

CCTV tersebut, ujar dia, hanya berupa rekaman gambar yang  memperlihatkan pergerakan Panitera Muhidin ke arah Guntur setelah dipanggil melalui kode lambaian tangan. Lalu, Guntur berbicara sejenak kepada Muhidin. Muhidin langsung menuju Hakim Arief Hidayat, berbicara sejenak, dan kembali menuju Guntur.

Dalam pertimbangan hukumnya, MKMK menyatakan bahwa Guntur sebenarnya berhak mengusulkan perubahan frasa tersebut. Meskipun Guntur tidak ikut memutuskan Perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 tersebut, namun sepanjang mendapatkan persetujuan dari hakim lainnya dia boleh melakukannya.

Sebab, Guntur baru dilantik menjadi Hakim MK oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi pukul 9 pagi, Rabu, 23 November, atau beberapa jam sebelum pembacaan putusan. Lagipula, frasa "dengan demikian" diubah ketika  putusan sedang dibacakan. Ini telah menjadi praktik bertahun-tahun di MK.

Persoalan muncul karena tidak ada SOP untuk mengubah putusan yang sedang dibacakan itu. Selama ini jika perubahan bersifat substantif, maka hakim yang mengusulkan perubahan akan meminta persetujuan hakim lainnya, setidak-tidaknya hakim drafter putusan. 

Jika usul perubahan itu disetujui, maka saat itu juga akan dilakukan perbaikan naskah putusan oleh petugas sidang. Ada kalanya disertai pula dengan pengulangan pembacaan atau pengucapan bagian putusan yang diubah itu, terutama butuh mengganti satu kalimat atau lebih.

"Namun, hal ini pun tidak selalu merupakan praktik yang ajeg," kata Palguna. Adapun dalam kasus pengubahan putusan ini, hakim drafter yang ditunjuk yaitu Saldi Isra justru tidak mengetahui Guntur mengusulkan frasa "dengan demikian" diubah menjadi "ke depan".

Persoalan lain muncul karena belum ada fakta yang bersifat konklusif alias final, apakah perubahan frasa yang diusulkan Guntur telah mendapat persetujuan hakim konstitusi lainnya atau tidak. 

"Hal ini karena ada perbedaan antara keterangan Hakim Terduga (Guntur) dan keterangan Panitera Muhidin perihal apa persisnya kata-kata yang diucapkan oleh Guntur kepada Muhidin saat mengusulkan perubahan frasa," kata Palguna.

Menurut Guntur, ia mengatakan kepada Muhidin untuk meminta persetujuan hakim konstitusi lainnya, termasuk ke Hakim Arief Hidayat, perihal usul perubahan frasa "dengan demikian" menjadi "ke depan". 

Selanjutnya, percakapan tidak terungkap di CCTV...

Sedangkan menurut Muhidin, ia diminta Guntur untuk meminta persetujuan terhadap usul perubahan frasa ke Arief Hidayat saja. Percakapan sebenarnya antara Guntur dan Muhidin inilah yang tidak terungkap di CCTV.

Perbedaan lain muncul antara keterangan Arief dan Muhidin. Arief menyatakan bahwa saat dimintai persetujuan, ia mengatakan kepada Muhidin, "Terserah. Saya kan tidak ikut memutus." Sedangkan menurut Muhidin, Arief berkata, "Ok, tidak masalah. Silakan." 

Selanjutnya menurut Guntur, Muhidin masuk ke ruangannya tak lama setelah Putusan 103/PUU-XX/2022 selesai dibacakan. Muhidin, kata Guntur, memberitahukan bahwa perubahan sudah disetujui oleh semua hakim.

Guntur menggunakan rekaman CCTV tanggal 23 November 2022 pukul 16.41 WIB sebagai bukti. Bahwa, Muhidin masuk ke ruangannya selama satu menit. Namun kepada MKMK, Muhidin mengaku lupa terhadap keterangan Guntur di sana.

Oleh sebab itu MKMK menilai tidak ada kesimpulan final soal ada atau tidak adanya persetujuan hakim konstitusi lainnya terhadap usul perubahan frasa "dengan demikian" menjadi "ke depan" yang dilakukan Guntur. Sehingga, MKMK berpendapat persetujuan ke hakim konstitusi lainnya itu tidak pernah terjadi.

Zico pun kecewa atas putusan MKMK yang hanya menjatuhkan sanksi teguran tertulis ini. MKMK memilih teguran tertulis dari tiga jenis sanksi yang tersedia yaitu sanksi lisan, teguran tertulis, dan pemberhentian. Padahal, kata Zico, Guntur terbukti terlibat mengubah putusan MK bersama Panitera bernama Muhidin. 

Namun menurut Zico dalam putusan MKMK, yang terjadi hanya saling lempar kesalahan antara Guntur dan Muhidin. Situasi ini sudah dikhawatirkan dia sedari awal. "(Pengubahan putusan) dilakukan sengaja, tapi (MKMK) tak berani memutuskan pemberhentian, ini mengecewakan," kata Zico.

Masalahnya, ujar dia, MKMK hanya bisa memberikan sanksi kepada Guntur saja. MKMK tidak berwenang sampai ke Muhidin. Sehingga, kata Zico, MKMK sebatas memberikan rekomendasi untuk menindaklanjuti tindakan Muhidin.

"Perlu pembinaan lebih lanjut kepada Panitera MK oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dengan tetap mempertimbangkan aspek kepatuhan dan proporsionalitasnya," demikian bunyi satu dan tujuh poin rekomendasi dalam putusan MKMK.

Jokowi Tidak Izinkan Polisi

Sementara itu, Jokowi diketahui memang belum bersedia untuk mengizinkan polisi untuk memeriksa hakim MK terkait kasus pengubahan putusan. Hal itu tertuang dalam surat Menteri Sekretaris Negara Pratikno yang merespons surat permohonan agar Jokowi bertindak dalam kasus ini.

"Permohonan saudara tidak dapat ditindaklanjuti," demikian bunyi salinan surat Pratikno yang diterima Tempo, Minggu, 19 Maret 2023.

Alasannya karena MKMK sedang melakukan pemeriksaan internal terhadap hakim konstitusi dan panitera yang berkaitan dengan perkara tersebut.

Fajar Pebrianto

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus