Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil mengatakan peningkatan jumlah gugatan sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), menunjukkan semakin buruknya kualitas penyelenggaraan pemilu. Menurut dia, terdapat dua sisi yang bisa dicermati dari kenaikan gugatan perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU 2024 di MK.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Sisi pertama grafik kenaikkan permohonan di MK menunjukkan ada harapan bahwa warga negara sebagai peserta pemilu berupaya memulihkan kemurnian suara pemilu," kata Fadli dalam diskusi dengan tema "Pemantauan PHPU Pemilihan Legislatif tahun 2024" melalui zoom meeting, pada Rabu 19 Juni 2024. Diskusi itu digelar oleh Universitas Andalas bersama Perludem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dilansir laman resmi mkri.id tercatat adanya grafik kenaikan sejak tahun 2014, 2019, dan 2024. Pada 2014, MK memproses 297 perkara, kemudian 2019 turun menjadi 262 perkara. Lalu pada 2024 terjadi kenaikan signifikan yaitu terdapat 299 perkara yang diadukan dengan rincian 285 perkara DPR/DPRD, 12 perkara DPD, dan terakhir 2 perkara PHPU Pilpres.
Kenaikkan jumlah gugatan itu menunjukkan bahwa semakin banyak peserta pemilu yang menyadari adanya kecurangan dalam proses penyelenggaraan pemilu yang berdampak pada hasil akhir penghitungan suara. "Menggugat ke MK itu adalah upaya terakhir untuk memurnikan suara pemilih,” ujar Fadli.
Sedangkan di sisi lain, kenaikkan gugatan itu telah menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat telah meningkat dalam melihat pelanggaran pemilu. Menurut dia, masyarakat sadar bahwa terdapat kekeliruan dalam penyelenggaraan pemilu. "Sehingga semakin banyak yang mengajukan, semakin banyak juga yang tidak puas dengan proses dan hasil dari penyelenggara pemilu," ucapnya.
Di samping itu terdapat tiga isu krusial tentang proses pencalonan yang kemudian dibawa ke MK. Yang pertama adalah isu kuota 30 persen perempuan yang wajib dipenuhi oleh setiap partai politik di seluruh daerah pemilihan.
Kemudian isu kedua adalah masalah mantan terpidana yang belum selesai menjalani masa jeda 5 tahun, tapi diberikan kesempatan untuk maju pada Pemilu 2024. "Isu ketiga adalah isu permohonan Irman Gusman ke Mahkamah Konstitusi dan ia berhak ikut Pemungutan Suara Ulang (PSU) pemilu di DPD Sumbar."