BERKELIT di antara pasal-pasal hukum ternyata tidak sulit. Fournier Hercule Robert, 61 tahun, direktur PT Dusun Aro Forest Plywood, Jambi, membuktikannya. Lelaki kelahiran Beirut, warga negara Prancis itu diketahui kabur dua minggu sebelum perkaranya disidangkan. Jaksa P. Ginting, dari Kejaksaan Tinggi Jambi, berkali-kali memanggilnya lewat koran tanpa hasil. Pihak Kedutaan Prancis pun, yang dimintai bantuannya, tak mengetahui di mana kini Robert itu berada. Setelah tiga kali jaksa gagal menghadirkan terdakwa, akhirnya Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jambi, Soeharso, menetapkan bahwa persidangan berlangsung secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa). Untuk kasus tindak pidana khusus (penyelundupan dan korupsi) memang diperbolehkan menyidangkan sebuah perkara tanpa kehadiran tertuduh. Pada kasus ini, Robert memang terkena tuduhan penyelundupan. Ia, yang dikenal sebagai pemasok alat-alat industri kayu di Sumatera, dituduh memasukkan suku cadang mesin industri seharga Rp 200 juta dari Singapura, tanpa dilindungi dokumen yang sah, lewat pelabuhan Jambi. Pada pertengahan Mei 1992, pedagang yang sering tinggal di hotel itu ditahan Kejaksaan Jambi. Penahanan hanya berlangsung dua hari, lantas ia dilepas. Pada persidangan Senin pekan lalu, terungkap bahwa dilepasnya Robert dari tahanan kejaksaan bukannya tanpa alasan. Menurut Hakim Soeharso, selain dengan jaminan seorang pejabat militer di Jambi, ia dilepas dengan uang jaminan Rp 10 juta. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), dimungkinkan seseorang untuk ditahan di luar, asal ada orang yang menjamin, atau dengan jaminan sejumlah uang. Syarat itu sudah dipenuhi oleh Robert. "Maka, tak ada alasan untuk tidak meluluskan permohonannya," kata seorang pejabat kejaksaan. Namun, peluang untuk tidak ditahan itu rupanya dimanfaatkan warga negara asing yang sudah sering melakukan aktivitas bisnis di wilayah Sumatera ini untuk kabur entah ke mana. Hanya beberapa hari menjelang sidang, Robert menghilang. Kejaksaan, dengan segala upaya agar tertuduh hadir di pengadilan, tak berhasil melacaknya. Hakim dan jaksa merasa dipecundangi terdakwa. Berdasarkan pasal yang ada, bila terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu tiga bulan, uang jaminan itu akan menjadi milik negara. Barangkali itu bukan masalah. Tapi yang menjadi soal, siapa yang harus bertanggung jawab atas larinya tertuduh. Bisakah tanggung jawab itu dilimpahkan kepada si pemberi jaminan? Sejak KUHAP diberlakukan pada 1981, paling tidak TEMPO mencatat ada dua kasus serupa: tersangka kabur setelah dilepas dengan jaminan. Pada Maret 1989, misalnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kecolongan. Si "Raja komputer" Yusuf Randy -- tersangka pemalsuan paspor dan kartu tanda penduduk -- raib dari Indonesia. Yusuf Randy, yang semula ditahan atas jaminan pengacaranya, Hindarsih, berhasil memperoleh status tahanan luar. Namun, ia tak sempat masuk pengadilan, karena sudah keburu kabur. Kemudian, Mei 1992, tersangka kasus penipuan, penduduk Bandung Barat, Yo Toeng Moy, juga kabur menjelang vonis. Kejaksaan sulit melacak karena ia kabur bersama istri, yang memberi jaminan tahanan luar itu. Pada kasus Yusuf Randy, Pengacara Hindarsih tak terkena sanksi apa-apa. Demikian pula dalam perkara Robert, sang pejabat militer yang bertindak sebagai penjamin itu pun (kini ia pindah di Bandung dan membantah telah memberi jaminan), menurut Hakim Soeharso, tak bisa dimintai pertanggungjawaban apa-apa. Sebab, sampai sekarang aturannya memang belum jelas. "Penjamin tak punya kaitan dengan pokok perkara, jadi tak bisa dituntut. Lagi pula, KUHAP kita memang tak mengatur jelas soal itu," tambah Soeharso. Menurut Hakim Agung Yahya Harahap -- dalam kapasitasnya sebagai pengamat hukum -- KUHAP memang belum mengatur kewajiban apa pun bagi para penjamin bila tahanan kabur. "Si penjamin praktis cuma bisa dituntut tanggung jawab moralnya, tak bisa dikenai sanksi hukuman," ujar Yahya. Hakim Agung itu berpendapat, mestinya si penjaminlah yang dituntut. Namun, tak ada satu pasal pun dalam KUHAP yang mengatur soal itu. Sehingga bukan tak mungkin kasus-kasus serupa masih akan terjadi di masa datang. Aries Margono, Aina Rumiyati Aziz, dan Ida Farida
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini