Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KARIER Tito Karnavian selama tiga puluh dua tahun sebagai polisi berakhir di kantor Kementerian Dalam Negeri. Menjelang tengah malam pada Selasa, 22 Oktober lalu, jenderal 55 tahun itu menanggalkan seragam Korps Bhayangkara disaksikan orang-orang terdekatnya. Presiden Joko Widodo menunjuk Kepala Kepolisian RI itu sebagai Menteri Dalam Negeri dalam kabinet periode keduanya. “Itu adalah momentum mengharukan yang tidak terlupakan,” ujar Tito seusai serah-terima jabatan Menteri Dalam Negeri, Rabu, 23 Oktober lalu.
Pagi hari sebelum acara serah-terima itu, tak seperti biasanya ketika masih memimpin kepolisian, Tito datang ke Istana Negara menggunakan batik berpola trumtum yang berpadu dengan bunga kecubung. Hari itu ia diundang ke Istana untuk menghadiri pengumuman dan pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju—sebutan untuk kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Pada saat bersamaan, Presiden Jokowi melayangkan surat penunjukan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Idham Azis sebagai pengganti Tito. Pekan ini, bekas Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya itu akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Dewan Perwakilan Rakyat. Sampai Idham dilantik sebagai Tri Brata-1—istilah untuk Kepala Polri—Presiden menunjuk Wakil Kapolri Ari Dono Sukmanto sebagai pelaksana tugas Kapolri.
Nama Idham diusulkan kepada Presiden oleh Komisi Kepolisian Nasional dan Tito Karnavian saat masih menjadi Kepala Polri. Komisi Kepolisian mengajukan sejumlah nama calon Kapolri ketika menerima kabar Tito dipanggil ke Istana sebagai calon menteri pada Senin, 21 Oktober lalu. “Saat pemanggilan ke Istana itu kami langsung merekomendasikan pemberhentian Tito dan mempersiapkan nama-nama calon penggantinya,” ujar anggota Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, Jumat, 25 Oktober lalu.
Seorang pejabat di lembaga itu mengatakan ada empat nama yang disorongkan kepada Presiden untuk menggantikan Tito Karnavian. Selain Idham Azis, nama yang disorongkan Komisi Kepolisian adalah Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto, Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri Komisaris Jenderal Agung Budi Mar-yoto, serta Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Komisaris Jenderal Dharma Pongrekun. “Tapi tiga nama yang menguat di Istana. Dharma dicoret karena masih muda,” ucapnya.
Arief Sulistyanto adalah lulusan Akademi Kepolisian 1987 dan akan pensiun pada Maret 2023. Agung Budi Maryoto lulusan Akademi Kepolisian 1987 dan akan pensiun pada Februari 2023. Adapun Idham Azis lulusan Akademi Kepolisian 1988 dan akan pensiun pada Januari 2021. Seperti lazimnya penunjukan calon Kepala Polri, perwira tinggi yang terpilih adalah mereka yang usia pensiunnya di atas dua tahun. Tak banyak jenderal bintang tiga yang ditunjuk sebagai Kapolri dengan usia pensiun di bawah dua tahun. Dalam kurun sepuluh tahun terakhir, baru Idham Azis dan Badrodin Haiti yang mengalaminya. Badrodin ditunjuk sebagai Kepala Polri karena saat itu calon yang diusulkan Jokowi, Budi Gunawan, menjadi tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi.
Poengky Indarti tidak membantah kabar bahwa Idham Azis bukanlah satu-satunya kandidat yang disorongkan kepada Presiden untuk menjadi Tri Brata-1. Sesuai dengan aturan Undang-Undang Kepolisian, kata dia, perwira calon pengganti Tito Karnavian dinilai dengan mempertimbangkan jenjang kepangkatan dan masa pensiun. Calon Kapolri baru juga memiliki prestasi, pengalaman, dan kemampuan memimpin berbagai macam jabatan kepolisian. “Hanya penyandang pangkat tertinggi yang dicalonkan,” ujar Poengky.
Seorang pengajar di lembaga pendidikan kepolisian mengatakan nama Idham Azis sudah beredar untuk menggantikan Tito Karnavian jauh sebelum kabinet diumumkan. Ia mengaku mengetahui nama Idham sebagai calon Kepala Polri sudah satu bulan lalu. Pengajar ini mengatakan, selain masuk melalui jalur Komisi Kepolisian Nasional, Idham disorongkan langsung oleh Tito Karnavian kepada Presiden Jokowi. “Idham sudah lama digadang-gadang Tito,” katanya. Ditanyai soal pencalonan Idham yang sudah dilakukan jauh-jauh hari, Tito memberi jawaban singkat, “Saya dengar sih begitu.”
Tito menyorongkan Idham sebagai calon Kepala Polri karena keduanya sering bekerja sama. Idham kerap menjadi sekondan Tito. Salah satunya dalam operasi teroris di Poso, Sulawesi Tengah. Mereka memang satu ”klik” di Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Meski usianya lebih tua setahun, Idham adalah adik angkatan Tito di Akademi Kepolisian. Tito lulusan 1987, sedangkan Idham setahun kemudian. Idham juga pernah menjadi Wakil Kepala Detasemen Khusus Antiteror.
Nama Idham juga sempat masuk bursa calon Wakil Kepala Polri. Posisi itu ditinggalkan Syafruddin, yang ditunjuk sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Masuknya Idham ke bursa calon Wakil Kepala Polri diungkapkan pertama kali ke publik oleh Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo saat pelantikan Syafruddin sebagai menteri. Tapi Istana mencoret namanya. Presiden ketika itu memilih Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto sebagai Wakil Kepala Polri.
Tito menyorongkan Idham sebagai calon Kepala Polri karena keduanya sering bekerja sama. Idham kerap menjadi sekondan Tito. /Humas Polri
Tito menyorongkan Idham sebagai calon Kepala Polri karena keduanya sering bekerja sama. Idham kerap menjadi sekondan Tito. Salah satunya dalam operasi teroris di Poso, Sulawesi Tengah. Mereka memang satu ”klik” di Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
Nama Idham masuk Istana lagi ketika terjadi pergantian di pucuk pemimpin Badan Reserse Kriminal Polri. Ia menjadi Kepala Bareskrim menggantikan Komisaris Jenderal Arief Sulistyanto. Pekerjaan rumah yang harus ditangani secara cepat oleh -Idham ketika menjadi Kepala Bareskrim adalah penuntasan kasus penyiraman air keras ke wajah penyidik KPK, Novel Baswedan. Hingga tenggat tiga bulan yang dikasih Presiden, tim teknis yang dipimpin Idham tak kunjung menemukan pelaku penyiraman. Dimintai konfirmasi soal ini, -Idham menjawab, “Sudah disampaikan Kapolri ke Presiden.”
Seorang pejabat yang mengetahui pemilihan ini mengatakan Idham menjadi calon Kapolri karena memiliki latar belakang karier yang sejalan dengan fokus pemerintahan Jokowi dalam setahun terakhir di bidang politik, hukum, dan keamanan, yaitu memberantas radikalisme. Poengky Indarti mengaku mendengar informasi soal ini. “Dia berpengalaman menangani kelompok-kelompok radikal,” ujar Poengky.
Menurut Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi, sosok Idham memiliki nilai lebih lantaran sepak terjangnya bersama Detasemen Khusus Antiteror. Presiden Jokowi kini tengah memprioritaskan perlawanan terhadap ideologi radikalisme. Jokowi turut memilih Tito Karnavian sebagai Menteri Dalam Negeri dalam skenario perlawanan itu. “Ini mereka memang punya hubungan erat untuk menangani radikalisme,” katanya.
Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menyayangkan terpilihnya Idham Azis sebagai calon Kepala Polri. Ketika menjadi Kepala Badan Reserse Kriminal, menurut dia, Idham tidak memiliki prestasi yang apik. Termasuk, kata Usman, belum mengusut tuntas kasus teror terhadap Novel Baswedan. Padahal Presiden sudah memberi tambahan waktu tiga bulan. “Ini tantangan pertama yang harus ia selesaikan,” ujar Usman.
Idham Azis enggan menanggapi pencalonannya sebagai Kepala Polri. Ia menye-rahkan penilaian pekerjaannya kepada Presiden dan mekanisme uji kepatutan kepada anggota DPR. Idham berjanji memberi pernyataan selepas uji kelayakan dan kepatutan. “Mohon doanya biar saya bisa melalui semua rangkaian fit and proper test,” katanya. Idham pun membantah soal pembicaraan bersama Tito Karnavian sebelum pencalonan Kepala Polri. “Tidak ada itu,” ujarnya.
RIKY FERDIANTO, DEWI NURITA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bintang Tiga Pilihan Istana/Tempo
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo