Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Laode Muhammad Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi: Undang-Undang Ini Menyulitkan KPK

BERBAGAI persoalan muncul setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi pada Kamis, 17 Oktober lalu.

26 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Laode Muhammad Syarif, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi: Undang-Undang Ini Menyulitkan KPK/TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SALAH satunya soal status Dewan Penasihat KPK, yang hingga kini masih menggantung. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan persoalan muncul akibat Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah tak menghiraukan kritik terhadap pasal-pasal krusial saat pembahasan masih berlangsung. “Undang-undang ini dibikin secara tertutup, terburu-buru, seperti rahasia. Akhirnya banyak ketidakjelasan di dalamnya,” kata Syarif kepada Linda Trianita, Mustafa Silalahi, dan Riky Ferdianto pada Rabu, 23 Oktober lalu.

Setelah diberlakukan, Undang-Undang KPK hasil revisi disebut memuat pasal yang bertentangan satu sama lain. Bagaimana tanggapan Anda?

Ada beberapa yang memang tidak jelas. Pasal 69-D undang-undang yang baru, misalnya, mengatakan, sebelum ada dewan pengawas, kami tetap melaksanakan tugas sesuai dengan undang-undang lama. Tapi pasal 70-C menyebutkan, setelah diundang-kan, KPK harus mengacu pada undang-undang baru.

 

Bagaimana dengan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan?

Kami mengikuti pasal 69-D. Tim bekerja seperti biasa.

 

Kami mendapatkan informasi bahwa bagian penindakan KPK gamang melakukan pekerjaan mereka karena belum mendapat arahan dari pemimpin terkait dengan penerap-an undang-undang baru....

Kami sudah mengirimkan surat edaran sejak berlakunya undang-undang ini. Belum secara resmi, tapi sudah kami bicarakan. Para deputi dan direktur sudah diinformasikan.

 

Undang-undang ini juga mengeliminasi fungsi Dewan Penasihat. Apa yang sudah dilakukan KPK dengan organ tersebut?

Undang-undang terbaru menghapus fungsi Dewan Penasihat. Masalahnya, apakah kami harus memberhentikan Dewan Penasihat atau tidak? Apa harus menunggu pembentukan dewan pengawas? Kami takut jika menggunakan aturan lama, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002. Kalau jadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan, bisa ramai lagi.

 

Bagaimana dengan dewan pengawas?

Nah, itu. Dewan pengawas ini penegak hukum atau bukan? Kalau pengawas berarti bukan penegak hukum? Tapi kenapa punya kewenangan pro justicia? Ini juga bisa dipersoalkan di praperadilan. Dewan pengawas bukan penegak hukum tapi bisa memerintahkan untuk mencegah orang bepergian ke luar negeri, penggeledahan, penyadapan, dan lainnya. Elu siape? Lu polisi, jaksa? Karena itu kan tindakan pro justicia, yang hanya bisa diperintahkan oleh penegak hukum.

 

Benarkah kewenangan dewan pengawas akan lebih besar ketimbang pemimpin KPK?

Itulah, kalau pemerintah dan DPR seharusnya ahli hukum karena mereka itu lembaga legislasi. Hasilnya, ada dewan pengawas tapi pekerjaannya bukan mengawasi, malah mengeksekusi. Kami tidak alergi diawasi. Tapi dewan pengawas itu hanya cukup mengawasi, bukan malah mengeluarkan surat izin sadap dan lain-lain.

 

Undang-undang baru menyebutkan kasus harus dihentikan setelah dua tahun penyidikan. Apakah ini artinya kasus-kasus lama dihentikan?

Bisa saja. Tapi, menurut saya, itu salah satu kebodohan undang-undang ini. KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) saja, misalnya, tidak mencantumkan kedaluwarsa penyidikan di polisi dan kejaksaan. Kenapa di KPK harus di-batasi dua tahun? Berarti kan tidak adil. Kalau kasusnya internasional, kayak kartu tanda penduduk elektronik, belum tentu penyidikan selesai enam bulan. Pasti tim pemerintah dan DPR tidak paham tentang penyelidikan dan penyidikan korupsi.

 

Soal masa dua tahun ini bukannya berpotensi multitafsir?

Tersangkanya tentu akan mempersulit KPK. Kalau sudah dua tahun ditetapkan sebagai tersangka belum dilimpahkan ke pengadilan, tentu mereka akan gugat praperadilan. Isi undang-undang ini mempersulit dan menjebak KPK. Itu omong kosong memperkuat KPK. Undang-undang ini menyulitkan KPK.

 

Ihwal status pegawai KPK yang menjadi aparat sipil negara, bagaimana proses peralihannya?

Kami sudah membentuk tim transisi. Dua hal utama yang dibicarakan mengenai bagian penindakan dan sumber daya manusia. Soal sumber daya manusia, kami berkonsultasi dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Komisi Aparatur Sipil Negara, serta beberapa lembaga lain. Kami berharap ada independensinya rekrutmen, promosi mutasi, dan demosi di KPK.

 

Apakah KPK sudah pernah berkonsultasi dengan pemerintah setelah pemberlakuan undang-undang ini?

Belum, karena kami baru mendapat salinan undang-undang ini. Lagi pula baru pelantikan menteri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus