Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada (PT TEP) Donald Sihombing mengungkapkan eksepsi atau nota keberatannya atas dakwaan jaksa dalam kasus korupsi pengadaan lahan proyek rumah DP Nol rupiah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mantan orang terkaya di RI ke-14 versi Majalah Forbes pada 2109 itu membantah dakwaan bahwa ia memberikan uang miliaran rupiah kepada eks Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) Yoory Corneles.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penasihat hukum Donald Sihombing mulanya mengatakan, dakwaan jaksa sengaja menyudutkan kliennya. Selain itu, dia menyebut dakwaan jaksa penuntut umum Korupsi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tidak relevan dan tak cermat.
"Dalam dakwaan jaksa penuntut umum, terdakwa Donald Sihombing dikaitkan dengan perbuatan Yoory Corneles—yang hingga sekarang belum jelas statusnya dalam perkara ini, baik sebagai tersangka maupun sebagai terdakwa," kata pengacara Donald dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 19 Februari 2025.
Yoory Corneles Pinontoan memang belum menjadi tersangka dalam perkara ini. Namun, dia sudah menjadi terpidana dalam tiga kasus korupsi pengadaan lahan rumah DP Rp 0 di wilayah yang berbeda-beda.
Yoory divonis 5 tahun penjara, serta membayar denda Rp 300 juta dan uang pengganti Rp 1.742.290.000 (Rp 1,7 miliar) dalam perkara korupsi pengadaan lahan proyek rumah DP Rp 0 Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Dia juga dihukum 6,5 tahun penjara untuk kasus serupa di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. Selain itu, Yoory juga 5 tahun penjara pada tingkat banding untuk kasus yang sama di Ujung Menteng, Jakarta Timur.
Pengacara Donald melanjutkan, dalam surat dakwaan, kliennya disebut memerintahkan Irwanto selaku Staf Finance PT TEP untuk menarik uang secara tunai pada 30 April 2019. Duit yang diminta diambil adalah sebanyak Rp 3 miliar, yang kemudian ditukar dengan valuta asing dolar Amerika Serikat (US$).
Irwanto lalu disebut menyerahkan uang itu langsung kepada Donald Sihombing. Terdakwa lain, Eko Wardoyo, disebut mendapatkan telepon dari Donald. Eko lalu meminta lrwanto menemui Yadi Robby untuk menyerahkan sebuah amplop berkelir cokelat berisi uang dolar senilai Rp 3 miliar.
Di sisi lain, Yadi Robby disebut mendapat perintah dari Yoory untuk menemui utusan PT TEP. Singkat cerita, Irwanto menemui Yadi di lobby lantai tiga Gedung PPSJ. Yadi lalu menerima amplop berisi uang itu dan menitipkannya ke brankas Sri Lestari selaku mantan Senior Manajer Divisi Umum & SDM Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
Keesokan harinya, Yadi disebut mengambil amplop itu. Dia pun menyerahkan amplop tersebut kepada Yoory Corneles.
"Peristiwa penyerahan amplop berwarna cokelat berisi uang dolar senilai Rp 3 miliar yang disampaikan jaksa penuntut umum dalam dakwaannya tersebut tidak sesuai dgn fakta kejadian sebenarnya dan sangat mengada-ada," kata pengacara Donald Sihombing.
Sebab, JPU KPK tidak mendetailkan peristiwa Irwanto menarik uang hingga menukarkannya ke valuta asing. Jaksa juga tak menjelaskan kapan dan dimana Irwanto mengambil amplop tersebut. Padahal, kata dia, waktunya sangat singkat sejak kejadian pengambilan uang hingga mendapat perintah dari terdakwa Eko Wardoyo.
Dia menuturkan, Irwanto juga sudah menyatakan tidak pernah menyerahkan amplop cokelat berisi uang dalam mata uang asing yang setara Rp 3 miliar. "Melainkan hanya menyerahkan amplop cokelat, yang menurut pengakuannya berisi dokumen," ujar pengacara Donald.
Dia juga merujuk keterangan Sri Lestari yang menyatakan, tidak mungkin amplop berukuran 11 x 20 centimeter dengan ketebalan 1 centimeter itu memuat uang dolar senilai Rp 3 miliar. Selain itu, lanjutnya, tidak mungkin amplop itu disimpan dalam kurun waktu satu bulan dan tidak ditanyakan oleh Yoory Corneles.
Oleh karena itu, Donald Sihombing meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan seluruh nota keberatan atau eksepsinya. Dia juga meminta, surat dakwaan jaksa penuntut umum dinyatakan batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima.
Ketiga, Donald meminta majelis hakim menyatakan perkaranya tidak dilanjutkan pemeriksaannya. Dia juga meminta majelis hakim memulihkan haknya dalam kedudukan, kemampuan, dan harkat martabat.
Selain itu, dia meminta majelis hakim memerintahkan jaksa penuntut umum untuk membebaskannya dalam waktu paling lambat 24 jam. Donald juga meminta hakim memerintahkan seluruh barang bukti yang disita untuk dikembalikan. Terakhir, dia meminta beban perkara dibebankan kepada negara.