Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Korban kekerasan seksual oleh dekan Universitas Islam Riau (UIR), W, mengaku ia tak menerima pelaku yang telah menyebabkan ia trauma secara psikis hanya dipecat. W mengatakan hal itu tak sepadan dengan dampak yang ia terima.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
W juga menyesalkan tindakan tegas dari kampus untuk memberhentikan SAL dari profesinya sebagai dosen UIR harus memakan waktu yang lama. “Saya menginginkan kampus dari awal bergerak dan bantu saya,” kata W kepada Tempo, Senin, 2 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga mengatakan seharusnya Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual UIR bisa memproses laporan kekerasan seksual yang ia alami itu ke ranah hukum. “Satgas PPKS sudah melaksanakan amanat Permendikbud. Namun, sanksi hukum yang tertulis di UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) harus tetap ditegakkan,” kata dia.
W membeberkan pengalamannya saat ditangani oleh Satgas PPKS UIR. Dia mengatakan keadaannya yang telah menjadi korban kekerasan seksual, justru menjadi korban berulang. Terutama saat para saksi yang dipanggil untuk bersaksi terkait kasusnya, W malah mendapat stigma karena pertanyaan-pertanyaan dari para satgas tersebut.
“Para saksi itu bercerita pada saya, ternyata mereka ditanyai, ‘apakah korban anak malam? Apakah korban sering gonta-ganti pacar? Apakah korban di luar berpakaian seksi? Apakah korban keluar memakai jilbab?’,” ujar W.
Bagi dia, pertanyaan-pertanyaan itu sama sekali tak membantu korban dalam mencari keadilan. Apa yang digali oleh satgas, menurut W, juga ternyata malah mengaburkan kasus yang tengah ia alami.
Diketahui, W merupakan mantan mahasiswa UIR. Ia mengalami kekerasan seksual oleh dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) inisial SAL saat ia masih menjadi mahasiswa. W mengaku dilecehkan dan dipaksa melakukan oral seks oleh dekan FISIP Universitas Islam Riau inisial SAL.
W sempat membuat laporan ke Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Riau. Dia menceritakan peristiwa yang dialaminya itu terjadi pada Maret 2024 lalu. Dia juga sempat meminta bantuan kepada Satgas PPKS Universitas Islam Riau, namun hingga kini tak ada hasil apa pun.
“Saya sudah tidak berharap dengan kampus. Terakhir saya tahu satgas PPKS melakukan investigasi, tetapi hasilnya tidak diberitahu kepada saya. Lalu pelaku sudah dinonaktifkan sebagai dekan FISIP. Tetapi statusnya sebagai dosen masih tidak berubah. Terakhir saya dapat kabar pelaku masih bisa jalan-jalan ke luar negeri,” ujar W.
Kejadian bermula saat W baru lulus kuliah S2 dan hendak melamar jadi dosen kriminologi di kampus tersebut. Ia disarankan untuk menemui dekan berinisial SAL. W pun berkomunikasi dengan SAL dengan menemui pelaku secara langsung. Keduanya bertemu di ruang dekan.
Dalam pertemuan itu, W bertanya soal syarat-syarat menjadi dosen kriminologi di Universitas Islam Riau. Namun, bukan penjelasan soal syarat-syarat yang W dapat. W malah diajak untuk menginap di hotel bersama SAL.
Pilihan Editor: Pecat Eks Dekan, Kampus Universitas Islam Riau Tak Bawa Kasus Kekerasan Seksual ke Ranah Hukum