Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim kuasa hukum Korban Tragedi Kanjuruhan telah melayangkan surat pengaduan masyarakat (dumas) yang ditujukan kepada Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo dan Kabareskrim Komisaris Jendral Agus Andrianto. Surat tersebut teregister dengan nomor 09/2.2/FK/X/2022 tanggal 8 Desember 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jendral Federasi Komisi Untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Andy Irfan mengungkapkan bahwa dumas tersebut merupakan kelanjutan dari konsultasi yang sebelumnya mereka lakukan dengan Karowassidik Bareskrim Polri Brigjen Iwan Kurniawan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Andy, pengaduan masyarakat ini berisi cukup detil mengenai puluhan fakta yang terjadi saat Tragedi Kanjuruhan. Selain itu, surat ini juga berisi permintaan rekonstruksi ulang dan menetapkan pasal yang selama ini belum dipakai oleh polisi untuk menjerat para tersangka.
"Jadi ada banyak temuan-temuan dari Federasi Kontras dan keterangan dari korban yang kita masukkan dalam pengaduan masyarakat tadi. Yang sudah diterima Karowasidik," kata Andi lobby Bareskrim Polri pada Kamis 8 Desember 2022.
Staf hukum Federasi KontraS yang juga Tim Kuasa Hukum Korban Tragedi Kanjuruhan, Anwar M Aris mengungkapkan bahwa dumas ini merupakan satu-satunya mekanisme yang bisa dilakukan setelah laporan mereka ditolak dua kali.
Tantangan untuk Kapolri dan Kabareskrim
Anwar menyatakan dumas ini berisi tantangan kepada Kabareskrim Komjen Agus Andrianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk merekonstruksi kembali Pasal 359 dan 360 KUHP yang digunakan untuk menjerat para tersangka Tragedi Kanjuruhan.
Dia mengungkapkan hal tersebut dikarenakan pada pasal 359 dan 360 itu bisa diberlakukan kepada orang-orang yang tidak memiliki rantai komando. Oleh karena itu penggunaan kedua pasal tersebut menurutnya menjadi bias.
Dalam dumas itu, para korban meminta agar polisi menerapkan pasal soal penganiayaan. Menurut Anwar, penganiayaan tersebut jelas terjadi karena ada penembakan gas air mata oleh polisi. Mereka pun menilai penembakan gas air mata itu melalui rantai komando.
"Pasalnya apa saja? Patut diduga melakukan pelanggaran pasal 351, 353 dan 354 KUHP," ucapnya.
Permasalahkan rekonstruksi ulang oleh polisi
Anwar juga mempertanyakan rekonstruksi ulang yang dilakukan oleh penyidik Polda Jawa Timur. Dia menyatakan rekonstruksi ulang itu tak tepat karena tak sesuai dengan apa yang terjadi saat Tragedi Kanjuruhan meletus pada 1 Oktober 2022.
"Kenapa tidak tepat? Karena sudah pasti tidak ada tembakan gas air mata ke tribun waktu rekonstruksi itu. Maka itu dalam dumas ini kami meminta ada rekonstruksi ulang," ujarnya.
Korban Tragedi Kanjuruhan membuat laporan ke Bareskrim Polri pada akhir November lalu. Akan tetapi laporan mereka terus mendapatkan penolakan.
Pada Selasa kemarin, 6 Desember 2022, mereka pun bertemu dengan Kepala Biro Pengawas Penyidikan Brigjen Iwan Kurniawan yang kemudian kembali menyatakan laporan tersebut ditolak. Pihak korban menilai penolakan laporan mereka tak masuk akal.
Mereka membuat laporan tersebut karena tak puas dengan penanganan kasus ini oleh Polda Jawa Timur. Pasalnya, hingga saat ini, penyidik baru menetapkan enam orang tersangka dan hanya menerapkan pasal soal kelalaian yang menyebabkan kematian.
Keenam tersangka kasus Tragedi Kanjuruhan adalah Direktur PT LIB Akhmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris, Security Officer Suko Sutrisno, Komandan Kompi III Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman, Kabag Ops Polres Malang Wahyu SS, dan Kasat Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Polisi Bambang Sidik Achmadi.