Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

KPK Dakwa Bos PT Dua Putera Perkasa Suap Edhy Prabowo Rp 2,1 M

KPK mendakwa bos PT Putera Perkasa, Suharjito, menyuap Edhy Prabowo untuk mendapatkan izin ekspor benih lobster

11 Februari 2021 | 14.38 WIB

Sejumlah penyidik KPK meninggalkan lokasi penggeledahan di Perusahaan Dua Putra Perkasa Pratama, Bekasi, Selasa, 1 Desember 2020. Penggeledahan terkait dugaan suap perizinan ekspor benih lobster oleh Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama Suharjito kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. ANTARA/Fakhri Hermansyah
Perbesar
Sejumlah penyidik KPK meninggalkan lokasi penggeledahan di Perusahaan Dua Putra Perkasa Pratama, Bekasi, Selasa, 1 Desember 2020. Penggeledahan terkait dugaan suap perizinan ekspor benih lobster oleh Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama Suharjito kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. ANTARA/Fakhri Hermansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa pemilik PT Dua Putera Perkasa, Suharjito, menyuap eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebanyak US$ 103 ribu dan Rp 706 juta atau senilai Rp 2,1 miliar. Suap itu diberikan agar Edhy memberi izin ekspor benih lobster kepada perusahaan Suharjito.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

“Memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberi sesuatu berupa uang yang seluruhnya US$ 103.000 dan Rp 706.055.440,” seperti dikutip dari berkas dakwaan yang sudah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 11 Februari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

KPK menyatakan suap bermula ketika Edhy menerbitkan Peraturan Menteri KP tanggal 4 Mei 2020 yang mengizinkan ekspor benur. Suharjito, pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor makanan kemudian menemui Edhy di kediamannya menyatakan tertarik untuk mendapatkan izin tersebut. Pengurusan izin kemudian dilakukan antara bawahan Suharjito dan tim due diligence yang dibentuk oleh Edhy. Anggota tim due diligence itu di antaranya dua staf Edhy, Andreu Pribadi Misanta dan Safri.

Karena izin tersebut tak kunjung turun, Suharjito pada pertengahan memerintahkan bawahannya untuk menanyakan ihwal perkembangan izin. Safri lantas mengatakan bahwa untuk mendapatkan izin, perusahaan Suharjito mesti membayar uang komitmen sebanyak Rp 5 miliar.

Bawahan Suharjito menyerahkan uang kepada Safri pada 16 Juni 2020 di kantor KKP sebanyak US$ 77 ribu. “Ini titipan buat Menteri,” kata bawahan Suharjito kepada Safri. Setelah pemberian itu, izin untuk perusahaan terbit.

KPK menyebut penerimaan lain yang diperoleh Edhy didapatkan secara tidak langsung, yaitu melalui PT Aero Citra Kargo. PT ACK merupakan satu-satunya perusahaan yang diperbolehkan mengangkut benur para eksportir ke luar negeri. PT ACK bekerja sama dengan PT Perishable Logistic Indonesia. PT ACK bertugas mengurus administrasi dan penghubung dengan calon eksportir.

Sementara, PT PLI yang mendapatkan tugas dalam pengangkutan. Dalam perjanjian, PT PLI memasang tarif Rp 350 per ekor benur, sementara PT ACK memasang tarif Rp 1.450. Tarif gabungan dari perusahaan inilah yang kemudian dibebankan kepada para eksportir, yaitu Rp 1.800 per ekor.

KPK mendakwa bahwa PT ACK sebenarnya milik Edhy Prabowo. Dia menempatkan dua orang kepercayaannya di perusahaan itu. Pembagian untung dari ekspor benur dilakukan tiap bulan dengan yang seolah-olah pembagian dividen.

Sejak September hingga November 2020, PT Dua Putera Perkasa, yang mendapat izin dari Edhy Prabowo telah melakukan ekspor benih lobster ke Vietnam sebanyak 642.684 ekor dengan keuntungan sebanyak Rp 940.404.888. Dari jumlah itu, PT PLI mendapatkan Rp 224,9 juta, sementara PT ACK mendapatkan Rp 706 juta.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus