TAK jelas bagaimana sebenarnya Eddy Tansil, yang diancam hukuman seumur hidup ataupun penjara 20 tahun, menduga sikap massa terhadapnya. Menjelang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa pekan silam, ketika keluar dari mobil tahanan Kejaksaan Agung, Eddy langsung mendongak dan menebar senyum ke kerumunan massa. Tapi senyum Eddy, tertuduh pembobol Bapindo lebih dari Rp 962 miliar (di luar bunga dan dana bank sindikasi), yang seperti berusaha meraih simpati massa yang sempat memacetkan Jalan Gajah Mada itu, disambut sebaliknya. Yang diperolehnya adalah cemooh dan acungan kepalan: "Huuu..., hei maling, jangan ketawa. Gue gantung lu!" Untunglah, massa hanya bisa berteriak karena penjagaan sangat ketat. Eddy pun aman masuk ke ruang sidang. Apa yang dialami Eddy tampaknya tak dialami oleh Maman Suparman, yang dituding membantu Eddy Tansil, yang rencananya disidangkan Senin pekan ini. Sesuai dengan locus delicti atau tempat kejadian perkara, lelaki kelahiran Cianjur 48 tahun silam yang terakhir menjabat sebagai wakil kepala cabang Bapindo, Jakarta, itu diadili di PN Jakarta Selatan. Menurut Jaksa M. Yamin, antara Desember 1989 dan Mei 1992 Maman bersama Josef Sukardi, bawahannya yang menjabat Kepala Bidang Jasa Luar Negeri Bapindo, melakukan tiga kesalahan. Satu di antaranya adalah mengubah usance L/C ke red clause L/C. Akibatnya, negara kebobolan Rp 376 miliar. Jumlah ini hanya sepertiga dari duit Bapindo yang disikat Eddy Tansil. Tapi, Maman pun terancam pidana seumur hidup atau penjara selama- lamanya 20 tahun. Masalahnya, bila massa tak mencemooh Maman, bukan karena ia dituduh membocorkan hanya sepertiga jumlah yang ditilap Eddy Tansil. Orang tahu, dilihat dari peringkat para pejabat Bapindo yang kini menuggu giliran diajukan ke sidang, Maman hanya orang kecil. Sudah umum diketahui kini bahwa tanggung jawab seorang wakil kepala cabang Bapindo tak sebesar jumlah itu. Maka, dapat dimengerti bila Maman cukup terpukul dengan ancaman hukuman yang mungkin akan menimpanya. Sepekan menjelang sidang, berat badan ayah tiga anak itu susut 5 kilogram. Sebenarnya, walau sejak semula Maman diduga melakukan korupsi, tim penyidik hampir saja frustrasi. Hingga menjelang batas waktu 30 April yang dicanangkan Jaksa Agung Singgih untuk melimpahkan berkas ke pengadilan, Jaksa M. Yamin tak kunjung menemukan bukti korupsi yang dilakukan Maman. Bahkan rumah Maman seharga Rp 350 juta di kawasan Pulomas, Jakarta Timur, yang dicurigai dibeli dengan uang haram sempat tak jadi disita tim penyidik. Rumah itu dibeli Maman Agustus 1991. Tapi kemudian muncul pertanyaan, dari mana uang untuk beli rumah itu. "Duit itu hasil tabungan dan uang dinas ke luar negeri yang saya kumpulkan sejak tahun 1984," kata Maman yang berpenghasilan bersih Rp 2,6 juta sebulan itu kepada penyidik. Maman, yang mengaku hanya bisa menyisihkan Rp 100.000 untuk tabungan setiap bulannya itu, dalam pemeriksaan mengungkapkan pula, tiap lima tahun ia mendapat pinjaman Rp 40 juta. Di samping itu, Maman mendapatkan duit dari sisa perjalanan ke luar negeri Rp 16 juta (selama 4 tahun). Ini belum lagi pendapatannya dari uang sisa perjalanan dinas dalam negeri, jasa produksi, dan cuti sebesar Rp 35 juta. "Jadi, jumlah simpanan saya ada Rp 109 juta," katanya. Lalu dari mana sisanya yang Rp 241 juta? "O, itu dari uang terima kasih nasabah," jawabnya. Sampai di sini Maman berhasil meyakinkan Jaksa M. Yamin. Namun, sepekan menjelang pelimpahan berkas, Eddy Tansil tiba- tiba mengaku pernah menyetor uang Rp 200 juta kepada Kepala Urusan Pembiayaan Proyek II Bapindo, M. Apip Sjahabudin. Selain kepada Apip, Eddy juga membagi-bagikan duit pada tiga kolega Apip. Jumlah yang diterima keempatnya Rp 750 juta. Apip, yang sebelumnya sempat didengar keterangannya sebagai saksi, kembali diperiksa. Dan "rahasia" itu pun bocor. "Maman juga dapat duit dari Eddy," katanya. Maka, Jaksa segera memeriksa rekening Maman di Bapindo. Ternyata, pada 4 Juni 1991 hingga 28 Agustus 1991, Maman pernah menerima duit sekitar Rp 256 juta. Walau tak ada data yang mendukung, tim penyidik yakin duit tadi adalah "uang terima kasih" dari Eddy Tansil. Tanpa ampun, rumah Maman, dan dua tabungannya masing-masing bernilai Rp 10 juta segera disita Kejaksaan Agung. Apakah tindakan Maman mengubah L/C bertentangan dengan aturan main? Menurut pengakuan Maman, sebelum ia mengubahnya, ia sudah mendapat "oke" dari Apip dan Wakil Kepala Urusan Keuangan dan Jasa Perbankan kantor pusat Bapindo, Husein Syarkawi. Lebih dari itu, penyimpangan pengucuran kredit itu pun didukung oleh Towil Herjoto, Direktur IV. Keterangan Eddy Tansil menguatkan hal itu. Waktu Eddy memohonkan pengubahan itu pada Towil, jawab direktur itu, "Ajukan saja." Berbekal sinyal itu Eddy pun mendatangi Maman. Maman, sebagai wakil kepala cabang yang hanya berhak merestui kredit sampai Rp 250 juta, tak menggubris permohonan Eddy. Rupanya, Eddy sudah memperhitungkan segalanya, maka ia pun menggertak, "Saya ini di-back-up Pak Subekti dan Pak Towil!." Mendengar nama atasannya disebut-sebut, Maman mengaku tak punya alternatif. Uang negara pun ludes. Keloyalan, atau bisa jadi ketakutan, Maman pada atasannya itulah mungkin kesalahan utamanya.Andi Reza Rohadian dan Rihad Wiranto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini