Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alif Fauzi Nur Widiastomo menilai, permintaan penurunan terhadap 5 karya seni lukis milik seniman Yos Suprapto dan penundaan pameran telah melanggar hak asasi manusia. Pernyataan itu ia sampaikan dalam siaran pers di YLBHI-LBH Jakarta, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Alif, pameran dan karya seni Yos Suprapto merupakan bentuk ekspresi seni dalam menikmati hak atas kebebasan berekspresi sebagai individu dan warga negara. Sejatinya, kata dia, berpendapat dan berekspresi merupakan hak asasi manusia yang melekat pada diri setiap orang. "Nah, hak tersebut dijamin juga dalam kerangka hukum nasional maupun prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia menuturkan, pembredelan ini di antaranya melanggar Pasal 28 e ayat 2 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Pasal 28 e Ayat 3, hingga Pasal 23 Ayat 2 UU tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Adapun dalam instrumen HAM instrumen HAM internasional, negara melanggar Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 19 Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. "Sebagaimana telah diadopsi Indonesia dalam UU Nomor 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik," ujar Alif.
Ia juga menjelaskan bahwa dalam beberapa aspek, kebebasan berekspresi dan berpendapat memang boleh dibatasi. Namun, dalam konteks karya seni yang akan ditampilkan oleh Yos Suprapto, tidak terdapat unsur-unsur yang mengharuskan ekspresi ini dibatasi. "Threshold atau ambang batasnya adalah harus sesuatu yang sudah dibatasi oleh UU, diperlukan dalam masyarakat demokratis, dan untuk melindungi ketertiban umum," ucap dia
Dalam hal ini, LBH menilai tidak ada satupun unsur lukisan yang mengganggu ketertiban umum, terbukti dengan tersebar luasnya lukisan tersebut sehingga dapat dilihat oleh publik. "Sehingga Keresahan dan ketakutan yang dijadikan dasar bahwa ini tidak sesuai tema, sebenarnya sudah dilakukan pengujian secara organik melalui teman media dan pers," tutur Alif.
Pengacara hukum LBH ini juga menyinggung bahwa negara berperan aktif berkontribusi dalam melakukan pelanggaran HAM. Direktur Galeri Nasional, kata dia, merupakan pejabat nasional yang berada di bawah Badan Museum dan Cagar Budaya di bawah Kementerian Kebudayaan. Alif menyebut, banyak statement Kementerian yang seakan-akan resistensi terhadap anggapan bahwa dalam karya Yos Suprapto terdapat tindak asusila.
"Yang ditafsirkan sebagai sosok salah satu tokoh nasional. Sehingga beliau (Direktur Galeri Nasional) mewajarkan pameran tersebut tidak jadi diadakan," ujarnya.
Terakhir, Alif menyebut bahwa alasan-alasan tersebut merujuk pada satu kesimpulan bahwa di 100 hari pemerintahan baru, Presiden Prabowo Subianto telah gagal menjamin kebebasan berekspresi dan telah melakukan pelanggaran HAM. Alasannya negara adalah pemegang utama yang berkewajiban dalam memenuhi hak asasi manusia.
"Sebagai dinyatakan dalam pasal 29 ayat 4 UUD RI 1945 yang menyatakan bahwa perlindungan, kemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara," tuturnya.
Kronologi Pembredelan
Pameran tunggal Yos Suprapto rencananya berlangsung di Gedung A Galeri Nasional pada Kamis malam, 19 Desember 2024. Namun beberapa menit sebelum pembukaan, pintu kaca galeri itu digembok dan lampunya dimatikan. Padahal, sudah banyak orang yang datang untuk melihat karya perupa senior itu dalam pameran yang rencananya akan berlangsung selama 20 Desember 2024-19 Januari 2025.
Penanggung Jawab Unit Galeri Nasional Jarot Mahendra menjelaskan dalam proses penataan karya di area pameran terdapat beberapa karya yang tanpa melalui kesepakatan antara seniman dan kurator. “Setelah melalui proses evaluasi oleh kurator pameran, karya-karya tersebut dianggap tidak sesuai dengan tema kurasi yang telah ditetapkan,” katanya.
Menurut Jarot, proses mediasi telah dilakukan tetapi tidak tercapai kesepakatan dan kurator mengundurkan diri. Sebagai langkah untuk menjaga keselarasan kuratorial dan memastikan kualitas pameran, kata dia, Galeri Nasional Indonesia memutuskan untuk menunda acara ini dan akan mengupayakan komunikasi antara seniman dan kurator.
Hingga kini karya-karya Yos Suprapto masih berada di dalam Galeri Nasional. Yos tidak mau menurunkan karya tersebut yang membuat pihak galeri melarang pengunjung menyaksikan karyanya.
Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini.